Padang (ANTARA News) - Eksploitasi telur penyu di Sumatra Barat dalam siklus empat tahunan meningkat, meski hewan itu termasuk satwa langka yang dilindungi dunia, demikian data lembaga penelitian Sea Turtle Information Centre of Indonesia (Setia).
Di tahun 2004 diketahui eskploitasi telur penyu di Sumbar mencapai 28.57 butir dan meningkat tajam menjadi 58.94 butir pada 2008, kata peneliti Setia, Harfiandri Damanhuri, di Padang, Minggu.
Staf pengajar di Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang itu menambahkan, dari data-data Setia itu menunjukkan terjadi trend peningkatan eksploitasi telur penyu di Sumbar.
Bahkan dari penelitian di lapangan, eksploitasi juga menimpa telur Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), hewan yang terancam punah dan dilindungi berdasarkan kesepakatan CITES Appendix I, katanya.
Eksploitasi telur penyu dilakukan oleh nelayan, yang kemudian memperjualbelikannya secara bebas untuk konsumsi.
Di kawasan Pantai Muaro Padang misalnya, terdapat sekitar 15 hingga 22 orang penjual telur penyu.
Ia menyebutkan, jumlah pedagang telur penyu dapat berkurang atau bertambah tergantung volume telur yang dipasok pedagang pengumpul dan nelayan.
Menurut dia, jika tidak ada upaya nyata pemerintahan dan pihak terkait lainnya mengatasi eksploitasi ini, maka kemungkinan besar suatu saat hewan langka ini tidak dapat lagi ditemukan di sepanjang pesisir pantai atau pulau-pulau kecil di Sumbar.
Harfiandri meminta pemerintah daerah Sumbar sungguh-sungguh dan serius melakukan upaya perlindungan terhadap hewan langka ini, apalagi Sumbar telah ditetapkan sebagai satu dari 15 provinsi di Indonesia sebagai kawasan konservasi penyu.
Ia mengatakan, upaya perlindungan penyu di Sumbar baru dalam bentuk penetapan kawasan konservasi di Pulau Karabak Ketek, Kabupaten Pesisir Selatan sejak 2005, lalu di pulau kecil di Kota Pariaman dan Kabupaten Pasaman.
Sumber: ANTARA News (Minggu, 31 Januari 2010 11:40 WIB)
Di tahun 2004 diketahui eskploitasi telur penyu di Sumbar mencapai 28.57 butir dan meningkat tajam menjadi 58.94 butir pada 2008, kata peneliti Setia, Harfiandri Damanhuri, di Padang, Minggu.
Staf pengajar di Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang itu menambahkan, dari data-data Setia itu menunjukkan terjadi trend peningkatan eksploitasi telur penyu di Sumbar.
Bahkan dari penelitian di lapangan, eksploitasi juga menimpa telur Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), hewan yang terancam punah dan dilindungi berdasarkan kesepakatan CITES Appendix I, katanya.
Eksploitasi telur penyu dilakukan oleh nelayan, yang kemudian memperjualbelikannya secara bebas untuk konsumsi.
Di kawasan Pantai Muaro Padang misalnya, terdapat sekitar 15 hingga 22 orang penjual telur penyu.
Ia menyebutkan, jumlah pedagang telur penyu dapat berkurang atau bertambah tergantung volume telur yang dipasok pedagang pengumpul dan nelayan.
Menurut dia, jika tidak ada upaya nyata pemerintahan dan pihak terkait lainnya mengatasi eksploitasi ini, maka kemungkinan besar suatu saat hewan langka ini tidak dapat lagi ditemukan di sepanjang pesisir pantai atau pulau-pulau kecil di Sumbar.
Harfiandri meminta pemerintah daerah Sumbar sungguh-sungguh dan serius melakukan upaya perlindungan terhadap hewan langka ini, apalagi Sumbar telah ditetapkan sebagai satu dari 15 provinsi di Indonesia sebagai kawasan konservasi penyu.
Ia mengatakan, upaya perlindungan penyu di Sumbar baru dalam bentuk penetapan kawasan konservasi di Pulau Karabak Ketek, Kabupaten Pesisir Selatan sejak 2005, lalu di pulau kecil di Kota Pariaman dan Kabupaten Pasaman.
Sumber: ANTARA News (Minggu, 31 Januari 2010 11:40 WIB)