Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) mendesak pemda dan para pihak di daerahnya, untuk menghentikan segala bentuk alih fungsi, termasuk penimbunan, rawa di Kota Palembang menjadi kantor pemerintah maupun kepentingan bisnis swasta.
Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) WALHI Sumsel, Hadi Jatmiko, mendampingi Direktur Eksekutif, Anwar Sadat, di Palembang, Selasa, menegaskan desakan stop alih fungsi rawa itu, guna mencegah bencana dan memaksimalkan resapan air untuk menghindari banjir.
Hadi menyebutkan, sebagian dari luas Kota Palembang 40.000 ha adalah rawa yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 didefinisikan bahwa rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat, serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis.
"Atas dasar inilah maka wajib bagi pemerintah untuk menjaga dan melindungi ekosistem rawa itu," kata Hadi pula.
Namun kenyataan yang terjadi saat ini, lahan rawa yang tadinya mempunyai luas 22.000 ha, kini hanya tersisa sekitar 30 persen dari luas tersebut (7.300 ha ).
Penyusutan lahan rawa itu, akibat alih fungsi rawa yang dijadikan perumahan, perkantoran dan pergudangan oleh pihak swasta maupun pemda itu sendiri.
Dia mencontohkan, konversi rawa oleh PT Orchid Residence Indonesia seluas 8 ha untuk pembangunan apartemen, pembangunan Komplek Perumahan Citra Grand City oleh Ciputra Grup dengan luas lahan rawa mencapai 60 ha, pembangunan kantor Bank Sumsel di Jakabaring seluas 3 ha, pembangunan gedung DPRD Kota Palembang 5 ha, dan pembangunan fasilitas lainnya.
Parahnya, menurut Hadi, konversi rawa tersebut dilegalkan oleh Pemerintah Kota Palembang melalui Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Pengendalian dan Retribusi Lahan Rawa, dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa untuk pengalihfungsian lahan rawa di Kota Palembang, pengembang cukup dengan membayar retribusi sesuai yang telah ditetapkan.
Atas bertambah luas lahan rawa yang dikonversikan itu (tersisa 7.300 ha), membuat Kota Palembang terus mengalami bencana banjir, baik banjir yang diakibatkan oleh hujan maupun karena pasang surut air Sungai Musi.
Tetapi dengan rentannya bencana banjir tersebut, tidaklah menjadikan Pemkot Palembang dan Pemprov Sumsel untuk menghentikan semua kebijakan yang telah mengizinkan alih fungsi rawa di kota Ini, kata Hadi pula.
Dia menyebutkan keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang yang masih memberikan Izin terhadap rencana pembangunan gedung perkantoran untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel seluas 80 ha di lahan rawa Jakabaring, serta pemberian Izin terhadap pembangunan gedung Carrefour seluas 5 ha di Jakabaring dalam waktu dekat ini yang juga mengalihkan fungsi lahan rawa.
Padahal dengan kebijakan itu, lanjut Hadi, dapat dipastikan bahwa ke depan akan semakin meluas dan merata bencana banjir di seluruh pelosok kota itu.
Karena itu, WALHI Sumsel menolak rencana pembangunan kompleks perkantoran Pemprov Sumsel, gedung Carrefour, dan lainnya yang akan mengalih fungsikan (penimbunan) lahan rawa di Jakabaring karena akan berdampak timbul bencana banjir.
WALHI Sumsel juga mendesak segera mencabut atau merevisi Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian serta Pemanfaatan Rawa yang selama ini hanya melegitimasi pengalihfungsian lahan rawa di Kota Palembang.
Sebelumnya, sejumlah pedagang pengecer di Pasar Induk Jakabaring, Palembang, juga menyatakan keberatan bila Carrefour pindah ke kawasan itu, karena dinilai akan
mematikan bisnis mereka yang berlangsung di pasar tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Carrefour, sebuah perusahaan asal Prancis, akan membangun gedung di kawasan Jakabaring, Palembang.
Peluang ini setelah Pemprov Sumsel menyediakan lahan seluas dua hektare di Jakabaring itu.
Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Sumsel, Eddy Hermanto, menjelaskan. lahan dua hektare itu akan dibangun oleh Carrefour dengan pola BOT (Build Operate and Transfer).
Carrefour yang berseteru dengan PT BJLS (Bayu Jaya Lestari Sukses) beberapa waktu soal penyewaan mereka di Palembang Square, Jl Angkatan 45, diberi waktu maksimal hingga awal tahun depan di mal tersebut.
Menurut Eddy Hemanto, pola BOT yang ditawarkan sangat menguntungkan Pemprov Sumsel.
Lahan kosong milik pemerintah Sumsel itu berada di Jakabaring, di samping Gedung Olahraga (GOR) Jakabaring, akan dimanfaatkan dan dibangun PT Carrefour Indonesia dengan pola BOT selama 20-30 tahun.(T.B014/K004)
Sumber: ANTARA News (Selasa, 2 Pebruari 2010 23:31 WIB)
Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) WALHI Sumsel, Hadi Jatmiko, mendampingi Direktur Eksekutif, Anwar Sadat, di Palembang, Selasa, menegaskan desakan stop alih fungsi rawa itu, guna mencegah bencana dan memaksimalkan resapan air untuk menghindari banjir.
Hadi menyebutkan, sebagian dari luas Kota Palembang 40.000 ha adalah rawa yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 didefinisikan bahwa rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat, serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis.
"Atas dasar inilah maka wajib bagi pemerintah untuk menjaga dan melindungi ekosistem rawa itu," kata Hadi pula.
Namun kenyataan yang terjadi saat ini, lahan rawa yang tadinya mempunyai luas 22.000 ha, kini hanya tersisa sekitar 30 persen dari luas tersebut (7.300 ha ).
Penyusutan lahan rawa itu, akibat alih fungsi rawa yang dijadikan perumahan, perkantoran dan pergudangan oleh pihak swasta maupun pemda itu sendiri.
Dia mencontohkan, konversi rawa oleh PT Orchid Residence Indonesia seluas 8 ha untuk pembangunan apartemen, pembangunan Komplek Perumahan Citra Grand City oleh Ciputra Grup dengan luas lahan rawa mencapai 60 ha, pembangunan kantor Bank Sumsel di Jakabaring seluas 3 ha, pembangunan gedung DPRD Kota Palembang 5 ha, dan pembangunan fasilitas lainnya.
Parahnya, menurut Hadi, konversi rawa tersebut dilegalkan oleh Pemerintah Kota Palembang melalui Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Pengendalian dan Retribusi Lahan Rawa, dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa untuk pengalihfungsian lahan rawa di Kota Palembang, pengembang cukup dengan membayar retribusi sesuai yang telah ditetapkan.
Atas bertambah luas lahan rawa yang dikonversikan itu (tersisa 7.300 ha), membuat Kota Palembang terus mengalami bencana banjir, baik banjir yang diakibatkan oleh hujan maupun karena pasang surut air Sungai Musi.
Tetapi dengan rentannya bencana banjir tersebut, tidaklah menjadikan Pemkot Palembang dan Pemprov Sumsel untuk menghentikan semua kebijakan yang telah mengizinkan alih fungsi rawa di kota Ini, kata Hadi pula.
Dia menyebutkan keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang yang masih memberikan Izin terhadap rencana pembangunan gedung perkantoran untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel seluas 80 ha di lahan rawa Jakabaring, serta pemberian Izin terhadap pembangunan gedung Carrefour seluas 5 ha di Jakabaring dalam waktu dekat ini yang juga mengalihkan fungsi lahan rawa.
Padahal dengan kebijakan itu, lanjut Hadi, dapat dipastikan bahwa ke depan akan semakin meluas dan merata bencana banjir di seluruh pelosok kota itu.
Karena itu, WALHI Sumsel menolak rencana pembangunan kompleks perkantoran Pemprov Sumsel, gedung Carrefour, dan lainnya yang akan mengalih fungsikan (penimbunan) lahan rawa di Jakabaring karena akan berdampak timbul bencana banjir.
WALHI Sumsel juga mendesak segera mencabut atau merevisi Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian serta Pemanfaatan Rawa yang selama ini hanya melegitimasi pengalihfungsian lahan rawa di Kota Palembang.
Sebelumnya, sejumlah pedagang pengecer di Pasar Induk Jakabaring, Palembang, juga menyatakan keberatan bila Carrefour pindah ke kawasan itu, karena dinilai akan
mematikan bisnis mereka yang berlangsung di pasar tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Carrefour, sebuah perusahaan asal Prancis, akan membangun gedung di kawasan Jakabaring, Palembang.
Peluang ini setelah Pemprov Sumsel menyediakan lahan seluas dua hektare di Jakabaring itu.
Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Sumsel, Eddy Hermanto, menjelaskan. lahan dua hektare itu akan dibangun oleh Carrefour dengan pola BOT (Build Operate and Transfer).
Carrefour yang berseteru dengan PT BJLS (Bayu Jaya Lestari Sukses) beberapa waktu soal penyewaan mereka di Palembang Square, Jl Angkatan 45, diberi waktu maksimal hingga awal tahun depan di mal tersebut.
Menurut Eddy Hemanto, pola BOT yang ditawarkan sangat menguntungkan Pemprov Sumsel.
Lahan kosong milik pemerintah Sumsel itu berada di Jakabaring, di samping Gedung Olahraga (GOR) Jakabaring, akan dimanfaatkan dan dibangun PT Carrefour Indonesia dengan pola BOT selama 20-30 tahun.(T.B014/K004)
Sumber: ANTARA News (Selasa, 2 Pebruari 2010 23:31 WIB)