Pandeglang (ANTARA News) - Pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memberikan pendidikan masalah konservasi dan pemeliharan hutan pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
"Kita bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memberikan pelajaran tentang koservasi serta pemeliharaan hutan dan manfaat hutan bagi kehidupan," kata Kepala Balai TNUK Agus Priambudi ketika dikonfirmasi di Pandeglang, Minggu.
Untuk tahap awal, kerja sama tersebut baru dilakukan dengan SMA Negeri 16 Labuan, sekaligus sebagai proyek pencontohan dari kegiatan tersebut.
Pihak SMA Negeri 16, kata dia, menyambut baik pemberian materi terkait dengan masalah kehutanan tersebut, sehingga materi tersebut telah dijadikan sebagai pelajaran muatan lokal.
"Setelah mengetahui materi yang disampaikan pihak sekolah memberikan respon sangat bagus dan ingin agar kerja sama tersebut terus dilanjutkan karena materi konservasi dan kehutanan telah dijadikan muatan lokal," ujarnya.
Mengenai pengajar yang memberikan materi, menurut dia, dari kepala dan pegawai Balai TNUK secara bergiliran.
Menurut Agus, masalah konservasi dan hutan harus disampaikan pada masyarakat sejak dini, dan saat di sekolah merupakan waktu yang paling tepat.
"Setelah mendapat pelajaran, mereka akan tahu pentingnya kegiatan konservasi dan hutan sehingga ke depan masalah tersebut akan menjadi perhatian mereka. Kita juga berharap para siswa dapat menyampaikan pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya," ujarnya.
Ia berharap, ke depan pendidikan konservasi dan kehutanan juga bisa disampaikan pada siswa sekolah lain di Pandeglang baik tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) maupun SMA/sederajat.
Materi yang disampaikan, kata dia, selain masalah konservasi dan kehutanan secara umum, juga terkait konservasi dan hutan yang ada di Kabupaten Pandeglang terutama TNUK.
Agus juga menjelaskan, kondisi TNUK cukup bagus dibandingkan hutan yang ada di daerah lain. Hingga saat ini tingkat kerusakan taman nasional itu hanya 3.200 hekter (Ha) atau 4,2 persen dari luas kawasan tersebut mencapai 76 ribu Ha.
Dari 3.200 Ha kawasan yang rusak itu, seluas 2.100 Ha telah dijadikan sawah dan 1.100 Ha dibuat kebun oleh masyarakat dan menjadi mata pencairan dari ribuah kepala keluarga warga yang ada di sekitar taman nasional tersebut.
Pemerintah, kata dia, tidak melarang masyarakat yang telah membukan kawasan untuk dijadikan sawah dan kebun itu karena sudah dilakukan sebelum kawasan itu menjadi taman nasional.
"Masyarakat telah membuka lahan untuk persawahan dan kebun ketika kawasan itu masih sebagai hutan produksi yang dikelola oleh PT Perhutani. Mereka kita biarkan saja dengan syarat tak boleh menambah areal garapan dan ikut menjaga keamanan di TNUK," ujarnya.(S031/K004)
Sumber: ANTARA News (Senin, 8 Pebruari 2010 04:51 WIB)
"Kita bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memberikan pelajaran tentang koservasi serta pemeliharaan hutan dan manfaat hutan bagi kehidupan," kata Kepala Balai TNUK Agus Priambudi ketika dikonfirmasi di Pandeglang, Minggu.
Untuk tahap awal, kerja sama tersebut baru dilakukan dengan SMA Negeri 16 Labuan, sekaligus sebagai proyek pencontohan dari kegiatan tersebut.
Pihak SMA Negeri 16, kata dia, menyambut baik pemberian materi terkait dengan masalah kehutanan tersebut, sehingga materi tersebut telah dijadikan sebagai pelajaran muatan lokal.
"Setelah mengetahui materi yang disampaikan pihak sekolah memberikan respon sangat bagus dan ingin agar kerja sama tersebut terus dilanjutkan karena materi konservasi dan kehutanan telah dijadikan muatan lokal," ujarnya.
Mengenai pengajar yang memberikan materi, menurut dia, dari kepala dan pegawai Balai TNUK secara bergiliran.
Menurut Agus, masalah konservasi dan hutan harus disampaikan pada masyarakat sejak dini, dan saat di sekolah merupakan waktu yang paling tepat.
"Setelah mendapat pelajaran, mereka akan tahu pentingnya kegiatan konservasi dan hutan sehingga ke depan masalah tersebut akan menjadi perhatian mereka. Kita juga berharap para siswa dapat menyampaikan pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya," ujarnya.
Ia berharap, ke depan pendidikan konservasi dan kehutanan juga bisa disampaikan pada siswa sekolah lain di Pandeglang baik tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) maupun SMA/sederajat.
Materi yang disampaikan, kata dia, selain masalah konservasi dan kehutanan secara umum, juga terkait konservasi dan hutan yang ada di Kabupaten Pandeglang terutama TNUK.
Agus juga menjelaskan, kondisi TNUK cukup bagus dibandingkan hutan yang ada di daerah lain. Hingga saat ini tingkat kerusakan taman nasional itu hanya 3.200 hekter (Ha) atau 4,2 persen dari luas kawasan tersebut mencapai 76 ribu Ha.
Dari 3.200 Ha kawasan yang rusak itu, seluas 2.100 Ha telah dijadikan sawah dan 1.100 Ha dibuat kebun oleh masyarakat dan menjadi mata pencairan dari ribuah kepala keluarga warga yang ada di sekitar taman nasional tersebut.
Pemerintah, kata dia, tidak melarang masyarakat yang telah membukan kawasan untuk dijadikan sawah dan kebun itu karena sudah dilakukan sebelum kawasan itu menjadi taman nasional.
"Masyarakat telah membuka lahan untuk persawahan dan kebun ketika kawasan itu masih sebagai hutan produksi yang dikelola oleh PT Perhutani. Mereka kita biarkan saja dengan syarat tak boleh menambah areal garapan dan ikut menjaga keamanan di TNUK," ujarnya.(S031/K004)
Sumber: ANTARA News (Senin, 8 Pebruari 2010 04:51 WIB)