Meranti (ANTARA News) - Sedikitnya 300 kepala keluarga (KK) yang berada di Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti, Riau, merasa terancam akibat tingginya tingkat abrasi di pulau itu.
Menurut keterangan sejumlah warga di sana, tinggi gelombang yang mencapai 2-3 meter menyebabkan tidak satu pun penyangga ombak yang ada di bibir pantai bisa bertahan lama, sehingga menyebabkan abrasi kian parah.
Kartini (40), seorang warga Desa Bantar, Kecamatan Rangsang yang ditemui ANTARA beberapa waktu lalu mengungkapkan, kondisi tebing penyanggah yang berada di belakang rumahnya hanya tingggal beberapa meter saja. Hingga terkadang percikan ombak juga menjangkau dinding rumahnya yang terbuat dari papan.
"Sebelum saya, sudah ada sekitar 60 keluarga yang mengungsi akibat rumahnya ditelan air pasang laut. Kalau nantinya kami harus sama seperti mereka, mau diapain lagi," ungkap Kartini.
Selain Kartini, kecemasan juga diungkapkan Rio (48), warga pulau Rangsang lainnya. "Kami mengharapkan agar pemerintah dapat membangun penyangga yang kokoh agar rumah kami tidak hanyut di telan laut," pintanya.
Pria yang mengaku memiliki seorang istri dan empat orang anak itu juga mengharapkan agar pemerintah dapat memperhatikan korban abrasi yang saat ini sudah mencapai puluhan. "Bantuan itu bisa berupa makanan, uang, atau apa saja yang bermanfaat," pintanya lagi.
Sementara itu, Kepala Desa Bantar, Zulhaidi saat dihubungi mengaku belum dapat malakukan apapun untuk warganya yang mengungsi akibat abrasi. Ia juga mengakui, abrasi hebat yang melanda pulau Rangsang juga dirasakannya. Hal itu karena rumahnya yang juga berada di tepi pantai.
"Banyak orang dari kota berjanji ingin membantu kami disini, tapi sampai sekarang juga `gak` jadi - jadi," ucap dia.
Zulhaidi juga mengungkapkan jika pemerintah sebelumnya juga sempat berjanji akan melakukan penanaman mangrove (hutan bakau-red) di sekitar area pantai. Namun sejak tiga tahun lalu, sebelum pemekaran kabupaten Meranti, janji tersebut belum kunjung terlaksana.
"Saat ini kami semua hanya bisa pasrah," ucap sigkat Zulhaidi.
(FZR/K004)
Sumber: ANTARA News(Selasa, 23 Maret 2010 03:10 WIB)
Menurut keterangan sejumlah warga di sana, tinggi gelombang yang mencapai 2-3 meter menyebabkan tidak satu pun penyangga ombak yang ada di bibir pantai bisa bertahan lama, sehingga menyebabkan abrasi kian parah.
Kartini (40), seorang warga Desa Bantar, Kecamatan Rangsang yang ditemui ANTARA beberapa waktu lalu mengungkapkan, kondisi tebing penyanggah yang berada di belakang rumahnya hanya tingggal beberapa meter saja. Hingga terkadang percikan ombak juga menjangkau dinding rumahnya yang terbuat dari papan.
"Sebelum saya, sudah ada sekitar 60 keluarga yang mengungsi akibat rumahnya ditelan air pasang laut. Kalau nantinya kami harus sama seperti mereka, mau diapain lagi," ungkap Kartini.
Selain Kartini, kecemasan juga diungkapkan Rio (48), warga pulau Rangsang lainnya. "Kami mengharapkan agar pemerintah dapat membangun penyangga yang kokoh agar rumah kami tidak hanyut di telan laut," pintanya.
Pria yang mengaku memiliki seorang istri dan empat orang anak itu juga mengharapkan agar pemerintah dapat memperhatikan korban abrasi yang saat ini sudah mencapai puluhan. "Bantuan itu bisa berupa makanan, uang, atau apa saja yang bermanfaat," pintanya lagi.
Sementara itu, Kepala Desa Bantar, Zulhaidi saat dihubungi mengaku belum dapat malakukan apapun untuk warganya yang mengungsi akibat abrasi. Ia juga mengakui, abrasi hebat yang melanda pulau Rangsang juga dirasakannya. Hal itu karena rumahnya yang juga berada di tepi pantai.
"Banyak orang dari kota berjanji ingin membantu kami disini, tapi sampai sekarang juga `gak` jadi - jadi," ucap dia.
Zulhaidi juga mengungkapkan jika pemerintah sebelumnya juga sempat berjanji akan melakukan penanaman mangrove (hutan bakau-red) di sekitar area pantai. Namun sejak tiga tahun lalu, sebelum pemekaran kabupaten Meranti, janji tersebut belum kunjung terlaksana.
"Saat ini kami semua hanya bisa pasrah," ucap sigkat Zulhaidi.
(FZR/K004)
Sumber: ANTARA News(Selasa, 23 Maret 2010 03:10 WIB)