Pesawaran (ANTARA News) - Realisasi penyelamatan hutan bakau (mangrove) di Kabupaten Pesawaran secara tidak langsung akan membantu nelayan memperoleh tempat mencari ikannya kembali.
"Selama ini nelayan tidak lagi mencari ikan di pinggir pantai karena ikan dipinggir pantai sudah habis terkena limbah tambak dan semakin terkikisnya hutan mangrove," ujar aktivis Forum Masyarakat Pesisir (Formasir), Fadliansyah Cholid, di Pesawaran, Sabtu.
Ia mengatakan, semakin cepat peraturan untuk menyelamatkan hutan bakau di daerah setempat akan mencegah kerusakan hutan itu tidak semakin besar, bahkan dapat membantu nelayan yang ada di daerah sekitar.
"Sejak adanya kebijakan pembukaan wilayah tambak di Pesisir Pesawaran yang dahulu Lampung Selatan pada 1987 hingga saat ini, kerusakan hutan mangrove di Pesawaran mencapai 500-an hektare," kata dia.
Salah satu akibat yang ditanggung dari kegiatan tersebut adalah adanya abrasi pantai, tambah dia, selain itu mengakibatkan semakin berkurangnya habitat ikan laut.
"Saat ini hampir 75 persen kawasan hutan mangrove yang ada di wilayah pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada mengalami rusak berat akibat kepentingan bisnis dari pembukaan tambak," ujarnya.
Kondisi hutan mangrove di pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada sudah mengalami degradasi akibat aktivitas yang cenderung merusak, menurut dia, pemanfaatan hutan mangroove yang ada di kawasan pesisir ini masih cenderung mengutamakan kepentingan bisnis dan ekonomi ketimbang lingkungan.
Sementara itu, Sulaiman, nelayan yang tinggal di Desa Bawang Punduhpidada Kabupaten Pesawaran yang berjarak sekitar 48 kilometer dari Bandarlampung, mengatakan, saat ini nelayan hanya bisa mencari ikan di tengah laut, sementara di pinggir pantai sudah semakin sulit mendapatkan ikan.
"Selain sulit mencari ikan, dengan terkikisnya hutan bakau dapat menyebabkan migrasi nyamuk ke perumahan penduduk," kata dia.
Ini saja, sambungnya, harus memakai dua hingga tiga obat nyamuk saja masih diserang nyamuk, nyamuk itu pindah dari hutan bakau yang rusak menuju pemukiman warga.
"Terus kurangi populasi hutan bakau, maka akan semakin banyak nyamuk yang bermigrasi ke rumah warga," kata dia menjelaskan.
Ia menilai, keberadaan hutan mangrove sebagai kawasan sabuk hijau (green belt) perlu dilindungi dengan aturan yang tegas seperti peraturan daerah yang mengatur tentang keberadaan hutan mangrove termasuk meminimalisir aktifitas pembukaan tambak udang dan kawasan wisata di kawasan hutan mangrove.
(ANT-050/P003)
Sumber : ANTARA News (Sabtu, 17 Juli 2010 09:37 WIB)
"Selama ini nelayan tidak lagi mencari ikan di pinggir pantai karena ikan dipinggir pantai sudah habis terkena limbah tambak dan semakin terkikisnya hutan mangrove," ujar aktivis Forum Masyarakat Pesisir (Formasir), Fadliansyah Cholid, di Pesawaran, Sabtu.
Ia mengatakan, semakin cepat peraturan untuk menyelamatkan hutan bakau di daerah setempat akan mencegah kerusakan hutan itu tidak semakin besar, bahkan dapat membantu nelayan yang ada di daerah sekitar.
"Sejak adanya kebijakan pembukaan wilayah tambak di Pesisir Pesawaran yang dahulu Lampung Selatan pada 1987 hingga saat ini, kerusakan hutan mangrove di Pesawaran mencapai 500-an hektare," kata dia.
Salah satu akibat yang ditanggung dari kegiatan tersebut adalah adanya abrasi pantai, tambah dia, selain itu mengakibatkan semakin berkurangnya habitat ikan laut.
"Saat ini hampir 75 persen kawasan hutan mangrove yang ada di wilayah pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada mengalami rusak berat akibat kepentingan bisnis dari pembukaan tambak," ujarnya.
Kondisi hutan mangrove di pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada sudah mengalami degradasi akibat aktivitas yang cenderung merusak, menurut dia, pemanfaatan hutan mangroove yang ada di kawasan pesisir ini masih cenderung mengutamakan kepentingan bisnis dan ekonomi ketimbang lingkungan.
Sementara itu, Sulaiman, nelayan yang tinggal di Desa Bawang Punduhpidada Kabupaten Pesawaran yang berjarak sekitar 48 kilometer dari Bandarlampung, mengatakan, saat ini nelayan hanya bisa mencari ikan di tengah laut, sementara di pinggir pantai sudah semakin sulit mendapatkan ikan.
"Selain sulit mencari ikan, dengan terkikisnya hutan bakau dapat menyebabkan migrasi nyamuk ke perumahan penduduk," kata dia.
Ini saja, sambungnya, harus memakai dua hingga tiga obat nyamuk saja masih diserang nyamuk, nyamuk itu pindah dari hutan bakau yang rusak menuju pemukiman warga.
"Terus kurangi populasi hutan bakau, maka akan semakin banyak nyamuk yang bermigrasi ke rumah warga," kata dia menjelaskan.
Ia menilai, keberadaan hutan mangrove sebagai kawasan sabuk hijau (green belt) perlu dilindungi dengan aturan yang tegas seperti peraturan daerah yang mengatur tentang keberadaan hutan mangrove termasuk meminimalisir aktifitas pembukaan tambak udang dan kawasan wisata di kawasan hutan mangrove.
(ANT-050/P003)
Sumber : ANTARA News (Sabtu, 17 Juli 2010 09:37 WIB)