Palangkaraya (ANTARA News) - WWF Indonesia menilai sekarang ini perubahan iklim global kian terasa ditandai dengan tidak menentunya perputaran musim hujan maupun musim kemarau.
"Sekarang ini akhir Juli seharusnya sudah kemarau, tetapi nyatanya di mana-mana masih hujan, bahkan kota Jakarta pun kemarin diguyur hujan lebat, ini pertanda iklim sudah berubah," Iwan Wibisono dari WWF Indonesia, di Palangkaraya, Selasa.
Selaku pembicara pada acara semiloka jurnalis mengenai penurunan emesi hutan Kalimantan, khususnya Taman nasional Sebangau, ia menyebutkan bukan hanya musim yang tidak menentu tetapi perubahan iklim global itu ditandai dengan kian banyaknya musibah akibat cuaca.
"Dulu di pulau Jawa hampir jarang diterjang angin ribut yang disebut puting beliung, tetapi sekarang bencana itu seringkali menimpa wilayah itu, padahal kawasan Pulau Jawa bukanlah dikatakan sebagai wilayah yang terbuka," katanya.
Kasus bencana puting beliung itu terdengar dimana-mana, yang menandakan cuaca sudah tidak ramah lagi dan itu pertanda adanya sesuatu mengenai iklim dunia.
Belum lagi bencana banjir, bencana tanah longsor, dan bencana kebakaran hutan dan semak belukar dan asap dimusim kemarau semuanya menandakan hal itu.
Dunia memang kian panas, ditandai mencairnya gumpalan gumpalan es, permukaan air laut terus meningkat beberapa kepulauan di dunia sudah banyak yang hilang, bahkan ancaman pemanasan global itu akan memusnahkan beberapa buah negara kepulauan.
Kepala Negara Maladewa, berulangkali mengutarakan kekhawatirannya mengenai peningkatan air laut, dan diperkirakan kedepan negara itu akan tenggelam bila tidak ada tindakan nyata dalam mengurangi tingkat pemanasan global ini.
Bahkan beberapa negara kepulauan lainnya, seperti Fiji juga mengusulkan ke semua pihak agar meanggarkan dana bagi penyelamatan bumi ini dari bencana pemanasan global.
Negara kepulauan itu, kini sudah pula menjajaki berbagai negara lain, bila ternyata air laut terus naik dan mereka terpaksa eksodus mencari tempat yang aman dari bencana tersebut.
Pemanasan global memang begitu mengerikan, bukan hanya cuaca yang kian panas yang membuat manusia tidak nyaman, tetapi dampak lainnya sangat besar, umapamanya akan terjadi kekurangan pangan dimana tanaman pertanian tidak bisa lagi tumbuh subur menghasilkan produk pangan.
Kekeringan yang menimbulkan kerusakan sumber daya air minum juga akan menjadi masalah besar, disamping dampak-dampak lain,
Tak ada pilihan lain sekarang ini, bagaimana menyelamtkan dunia dari dampak pemanasan itu, tentu dengan cara mengurangi tingkat emesi karbon ke atmosfir.
Menurut Iwan Wibisono ada dua tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah kian meningkatnya pemanasan global itu.
Pertama, katanya melalui mitigasi yaitu menurunkan dampak pemanasan global denga cara mengurangi emesi dan penyerapan gas rumah kaca, yang kedua adalah tindakan adaptasi.
Tindakan adaptasi ini adalah langkah untuk mengurangi kerentanan alam dan manusia terhadap dampak perubahan iklim, demikian Iwan Wibisono.
(ANT/A024)
Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 11:45 WIB)
"Sekarang ini akhir Juli seharusnya sudah kemarau, tetapi nyatanya di mana-mana masih hujan, bahkan kota Jakarta pun kemarin diguyur hujan lebat, ini pertanda iklim sudah berubah," Iwan Wibisono dari WWF Indonesia, di Palangkaraya, Selasa.
Selaku pembicara pada acara semiloka jurnalis mengenai penurunan emesi hutan Kalimantan, khususnya Taman nasional Sebangau, ia menyebutkan bukan hanya musim yang tidak menentu tetapi perubahan iklim global itu ditandai dengan kian banyaknya musibah akibat cuaca.
"Dulu di pulau Jawa hampir jarang diterjang angin ribut yang disebut puting beliung, tetapi sekarang bencana itu seringkali menimpa wilayah itu, padahal kawasan Pulau Jawa bukanlah dikatakan sebagai wilayah yang terbuka," katanya.
Kasus bencana puting beliung itu terdengar dimana-mana, yang menandakan cuaca sudah tidak ramah lagi dan itu pertanda adanya sesuatu mengenai iklim dunia.
Belum lagi bencana banjir, bencana tanah longsor, dan bencana kebakaran hutan dan semak belukar dan asap dimusim kemarau semuanya menandakan hal itu.
Dunia memang kian panas, ditandai mencairnya gumpalan gumpalan es, permukaan air laut terus meningkat beberapa kepulauan di dunia sudah banyak yang hilang, bahkan ancaman pemanasan global itu akan memusnahkan beberapa buah negara kepulauan.
Kepala Negara Maladewa, berulangkali mengutarakan kekhawatirannya mengenai peningkatan air laut, dan diperkirakan kedepan negara itu akan tenggelam bila tidak ada tindakan nyata dalam mengurangi tingkat pemanasan global ini.
Bahkan beberapa negara kepulauan lainnya, seperti Fiji juga mengusulkan ke semua pihak agar meanggarkan dana bagi penyelamatan bumi ini dari bencana pemanasan global.
Negara kepulauan itu, kini sudah pula menjajaki berbagai negara lain, bila ternyata air laut terus naik dan mereka terpaksa eksodus mencari tempat yang aman dari bencana tersebut.
Pemanasan global memang begitu mengerikan, bukan hanya cuaca yang kian panas yang membuat manusia tidak nyaman, tetapi dampak lainnya sangat besar, umapamanya akan terjadi kekurangan pangan dimana tanaman pertanian tidak bisa lagi tumbuh subur menghasilkan produk pangan.
Kekeringan yang menimbulkan kerusakan sumber daya air minum juga akan menjadi masalah besar, disamping dampak-dampak lain,
Tak ada pilihan lain sekarang ini, bagaimana menyelamtkan dunia dari dampak pemanasan itu, tentu dengan cara mengurangi tingkat emesi karbon ke atmosfir.
Menurut Iwan Wibisono ada dua tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah kian meningkatnya pemanasan global itu.
Pertama, katanya melalui mitigasi yaitu menurunkan dampak pemanasan global denga cara mengurangi emesi dan penyerapan gas rumah kaca, yang kedua adalah tindakan adaptasi.
Tindakan adaptasi ini adalah langkah untuk mengurangi kerentanan alam dan manusia terhadap dampak perubahan iklim, demikian Iwan Wibisono.
(ANT/A024)
Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 11:45 WIB)