2010-06-30

1,6 Juta Hektare Lahan Berpeluang untuk Moratorium

Teluk Meranti (ANTARA News) - Sebanyak 1,6 juta hektare lahan di Riau berpeluang dijadikan sebagai kawasan moratorium di Riau terkait skenario kerjasama REDD (Reducing Emission Deforestasion and Degradation) antara Indonesia dan Norwegia.

"Sebanyak 800.000 hektare diantaranya bisa diselamatkan, namun 800.000 hektare lainnya belum jelas apakah bisa diselamatkan atau tidak. Dikarenakan masih bermasalah dengan perizinan yang tumpang tindih," kata Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara, Yuyun Indradi, di desa Teluk Meranti, Pelalawan, Riau, Senin.

Ia mengatakan, saat ini terdapat sekitar 324 perizinan yang masih bermasalah antara masyarakat dan perusahaan. Diantaranya sudah ada skenario pihak perusahaan untuk kedepannya. Jika yang belum ada rencana kedepannya, lanjutnya, maka lahan yang sudah diberi izin tersebut besar kemungkinan direstorasi.

"Dari perjanjian kerjasama tersebut, juga disebutkan bahwa Indonesia harus menyelesaikan konflik yang berhubungan dengan tanah seperti permasalahan izin," ujarnya.

Dari sejumlah lahan tersebut, ada beberapa diantaranya masih berada ditangan pihak perusahaan. Oleh karena itu, pihak pemerintah harus menyelesaikan masalah itu.

"Untuk wilayah Semenanjung Kampar terdapat sekitar 700 ribu hektare. Namun sayangnya, komitmen pemerintah kurang tegas, karena pihak pemerintah kadang menyebutkan lahan di Kampar, kadang tidak," kata dia.

Ia menambahkan bahwa pihak Norwegia akan memberikan uang senilai 1 miliar dolar AS, jika Indonesia bisa menurunkan emisi setiap tahunnya. Sebagai catatan, setiap tahunnya terjadi laju kerusakan hutan hingga 1,1 juta hektare di Riau saja.
(T.KR-IND/Y006/P003)


Sumber : ANTARA News (Senin, 21 Juni 2010 14:03 WIB)

2010-06-29

Greenpeace Desak Negara Maju Wajib Turunkan Emisi

Teluk Meranti (ANTARA News) - Negara maju juga mempunyai kewajiban untuk menurunkan emisi, kata juru kampanye Greenpeace Asia Tenggara, Yuyun Indradi, di Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, Senin.

Dengan demikian, ia menegaskan, kewajiban menurunkan emisi yang tertera dalam skenario Reducing Emission Deforestasion and Degradation (REDD) tak hanya milik negara berkembang saja, melainkan juga negara maju.

"Karena negara maju yang terlebih dahulu membabat habis hutannya dan menyumbang emisi. Setelah habis hutannya, baru kemudian berkoar-koar untuk mengurangi emisi dengan mencegah laju kerusakan hutan di negara berkembang," kata dia.

Selain itu, ia mengatakan bahwa negara maju harus memberikan dana hibah atas pengurangan emisi yang dilakukan pemerintah Indonesia, bukan dana utang dari negara maju.

Dikatakannya, skema kerjasama negara maju jangan sampai hanya menguntungkan sepihak saja. Padahal mayoritas negara maju memiliki industri yang telah mengeluarkan emisi terbesar bagi dunia.

"Mereka mengetahui benar akan permasalahan Indonesia, yakni defisit anggaran. Oleh karena itu Prancis dan Jepang yang memberikan bantuan dana emisi dalam bentuk utang. Itu harusnya tidak diterima oleh Pemerintah Indonesia. Padahal sebenarnya adalah hibah," kata dia.

Oleh karena itu, ia mendesak agar Indonesia dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membenahi skema kerjasama REDD yang saling menguntungkan. Dimana dalam hal ini, Indonesia juga harus memperbarui dasar hukum dan implementasi moratorium penebangan hutan alam sebesar US$ 1 miliar dalam rangka pengurangan emisi yang telah disepakati bersama Pemerintah Norwegia.

"Khususnya untuk Riau, yang mempunyai tingkat deforestasi hutan tinggi, bisa mencapai 1,1 juta hektare pertahun. Ini perlu dicermati betul, apalagi permasalahan izin di Riau masih tumpang tindih, antara masyarakat dan dua perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia," jelasnya.

Ia menambahkan setidaknya, terdapat sekitar 324 izin yang masih bermasalah dan berada diatas lahan gambut. Dimana diantaranya terdapat lahan gambut dengan kedalaman diatas 3 meter dan secara undang-undang dilindungi.
(T.KR-IND/Y006/P003)


Sumber : ANTARA News (Senin, 21 Juni 2010 14:30 WIB)

2010-06-28

Poltabes Jambi Tangkap Pembunuh Harimau Sumatera

Jambi (ANTARA News) - Kepolisian Kota Besar Jambi menangkap Akmamul Mukminin (24) karena diduga membunuh harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) bernama Shella pada 21 Agustus 2009 di Kebun Binatang Taman Rimbo.

Kepala Poltabes Jambi, Kombes Pol. Bobby A. Doe melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal, Kompol Posma Lubis, Senin, mengatakan petugas menangkap tersangka pada hari Kamis (17/6) di salah satu pusat perbelanjaan Kota Jambi.

Dijelaskan, Akmamul Mukminin--warga Rukun Tetangga (RT) 03, Desa Nyogan, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro--, masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak kasus pembunuhan itu terjadi.

Warga Desa Nyogan itu diduga melakukan tindak pidana pencurian dan pembunuhan serta memperniagakan satwa langka itu. Akibat dari perbuatan tersangka, Shella--nama harimau betina tersebut--mati.

Sebelumnya, Samsudin alias Udin Bolu, satu orang dari beberapa DPO telah ditangkap oleh polisi. Yang bersangkutan telah divonis 46 bulan (3 tahun 10 bulan) penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi.

Dari hasil penyidikan kepolisian terhadap Udin Bolu ada enam orang tersangka dalam kasus itu, yaitu Samsudin alias Udin Bolu, Akmamul Mukminin, Iwan, dan tiga lagi belum diketahui identitasnya.

Di hadapan petugas, Mukminin mengaku perbuatannya itu berawal dari ide Iwan yang sekarang masih menjadi buronan polisi. Saat itu dia bersama Samsudin sedang berada di Palembang.

Udin yang sudah lama kenal dengan Iwan mendapat telepon dari Iwan dan menawarkan kepada Udin untuk melakukan tindak pidana tersebut.

Setuju dengan tawaran tersebut, keduanya kembali ke Jambi dan langsung beraksi dengan memberikan racun harimau. Selang satu jam, penghuni kebun binatang milik Pemerintah Provinsi Jambi itu lemas dan akhirnya mati.

Setelah melihat hewan itu tergolek, Iwan mencongkel kunci pintu kandang harimau itu, kemudian mereka mengeluarkannya. Kawanan pencuri ini lantas menguliti harimau tersebut di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).

Kasat Reskrim Poltabes Jambi, Kompol Posma Lubis, mengatakan pihaknya hingga sekarang masih memburu pelaku lain yang masuk DPO kasus pembunuhan harimau sumatera itu.

Polisi dalam kasus itu menjerat tersangka Mukminin dengan Pasal 40 Ayat (2) jo Pasal 21 Ayat (2) Huruf (a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekositem, dan Pasal 363 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
(T.N009/D007/P003)


Sumber : ANTARA News (Senin, 21 Juni 2010 10:43 WIB)

2010-06-27

Suhu di Riau Naik 1,4 Persen

Bengkalis (ANTARA News) - Suhu udara di Provinsi Riau telah meningkat 1,4 persen dalam 14 tahun terakhir, menurut evaluasi kalangan akademisi, peningkatan yang lebih tinggi dibanding rata-rata nasional.

Persentase tersebut sudah mencapai posisi teratas melebihi angka nasional yang hanya 1 persen, kata Zulfikar, seorang peneliti dari Universitas Riau (UR) kepada ANTARA saat berkunjung ke Bengkalis, Riau, Minggu.

"Jika masyarakat Riau saat ini merasakan suhu panas yang luar biasa, itu cukup dimaklumi, karena ternyata suhu di wilayah Riau mengalami peningkatan yang cukup signifikan," papar Zulfikar.

Dalam mengantisipasi suhu yang kian meningkat Zufikar menyarankan agar segera diambil langkah menetralisir dengan cara menjaga lingkungan agar tetap ramah dan padat pepohonan.

"Kami berjalan mengunjungi semua pemerintahan daerah baik kota dan kabupaten yang ada di Riau untuk mengabarkan peningkatan suhu di Riau saat ini dan memberikan kiat bagaimana mengimbanginya," ucapnya.

Sementara itu, saat dihubungi Minggu, Analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, Marzuki, mengatakan, suhu udara dengan cuaca panas di Provinsi Riau kerap terjadi pada siang hari di sejumlah wilayah seperti Kota Pekanbaru, Bengkalis, Dumai, dan Rokan Hilir.

Dalam sepekan terakhir, kata Marzuki, suhu udara keempat wilayah tersebut rata-rata mencapai sekitar 35 hingga 35,5 derajat celsius.

"Kondisi ini meningkat dibandingka pekan dan bulan sebelumnya," terang Marzuki.

Dia mengatakan, posisi matahari yang masih berada di dekat garis ekuator telah menjadi salah satu penyumbang teriknya kondisi cuaca di Riau kendati provinsi itu sedang berada pada musim hujan.

Kondisi cuaca itu, lanjutnya, juga diperburuk oleh tiupan angin dari barat di Samudra Hindia yang mengandung badai tropis bertekanan rendah serta tiupan dari sebelah utara benua Australia, yang mengarah ke Riau khsusnya keempat wilayah tersebut.

Angin yang bertiup dari Samudera Hindia dan Australia mengarah ke Riau itu bersifat kering sehingga menjadi penyumbang panasnya udara di Bumi Lancang Kuning yang hutannya telah banyak beralih fungsi.

Kerusakan kawasan hutan Riau yang cukup tinggi akibat pengalihan lahan hutan menjadi lahan perkebunan milik perusahaan besar dan pemukiman warga telah menyebabkan peningkatan suhu di provinsi itu ekstrem.

"Kondisi cuaca itu telah menyebabkan suhu udara pada siang hari terasa terik dan terkadang disertai hujan pada sore hari, namun warga tetap merasa gerah pada malam hari dampak dari rumah kaca seperti pemakaian mesin pendingin udara yang terus meningkat," jelasnya.

Dikesempatan terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bengkalis H Tengku Ilyas, menyatakan, suhu panas yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir di Riau telah menimbulkan kerawanan terhadap kebakaran hutan dan lahan.

"Untuk itu, kami melakukan peringatan dini terhadap sejumlah perusahaan agar menghentikan sementara perluasan lahan. Dan untuk masyarakat tani, agar tidak melakukan pembakaran lahan saat ingin bercocok tanam," ringkasnya.(ANT/S026)

Sumber : ANTARA News (Minggu, 30 Mei 2010 12:48 WIB)

2010-06-26

Gajah Riau Akan Punah

Dumai (ANTARA News) - Gajah Sumatera di Provinsi Riau diperkirakan akan punah akibat terus menyempitnya areal hutan yang merupakan habitat satwa itu.

Kepala Balai Konversi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau Trisnu Danisworo saat dihubungi ANTARA dari Dumai, Minggu, mengatakan delapan dari sembilan kantong habitat gajah atau lahan konversi di Riau mengalami kerusakan berat.

Menurut dia, hanya satu kantong kawasan yang masih bisa menjadi habitat gajah di hutan lepas. "Satu kantong habitat gajah yang masih tergolong baik bagi binatang ini adalah di Taman Nasional Tessonilo," katanya.

Trisnu mengatakan hutan lainnya sudah rusak menjadi lahan kritis atau menjadi kawasan perkebunan sawit, permukiman warga, sekolah bahkan kantor kepala desa, seperti di Kecamatan Mandau dan Pinggir, Kabupaten Bengkalis.

Ia mengatakan untuk kantong gajah di Kawasan Balai Raja, dari 16 ribu hektare kawasan yang masuk dalam Suaka Margasatwa Balai Raja, setelah dilakukan pengukuran ulang, hanya tersisa 300 hektare.

"Setelah dilakukan klarifikasi, ternyata selebihnya sudah menjadi kawasan perkebunan, permukiman warga, sekolah, bahkan kantor pemerintah desa," katanya.

Dengan kondisi seperti itu, mnurut dia sulit bagi BKSDA untuk menjaga kawasan habitat gajah di Balai Raja, bahkan untuk mencegah terjadinya konflik antara gajah dengan manusia, seperti yang terjadi di Desa Petani, Bengkalis, yang sebelumnya merupakan lintasan gajah," kata Trisnu.(T-KR-FZR/M008)


Sumber : ANTARA News (Minggu, 13 Juni 2010 17:19 WIB)

June 2010 KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Advanture

Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org