2010-08-31

Populasi Anoa Gorontalo Susut Akibat Perburuan

Gorontalo (ANTARA News) - Populasi hewan khas atau endemik Sulawesi, yakni anoa yang tersebar pada tiga hutan di Gorontalo, terus mengalami penyusutan akibat tingginya tingkat perburuan.

Abdul Haris Mustari, peneliti anoa dari Institut Pertanian Bogor , memperkirakan populasi hewan yang bernama latin bubalus depressicornis ini, hanya tinggal 450, yang tersebar di hutan suaka marga satwa Nantu, cagar alam Panua, dan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

"Jumlah ini bisa terus menyusut, seiring dengan maraknya perburuan manusia, yang ingin mengkonsumsi dagingnya," kata dia di Gorontalo, Selasa.

Dia mengatakan, anoa banyak diburu, karena selain memiliki daging yang empuk dan cukup mahal harganya, juga dipercaya dapat menambah vitalitas.

Namun, menurut dia, pada umumnya daging anoa dikonsumsi oleh warga yang tinggal di sekitar kawasan hutan tersebut, dan dijual dari rumah ke rumah.

Ia menambahkan, populasi anoa di seluruh kawasan hutan di pulau Sulawesi, juga terbulang sangat sedikit, jumlahnya tidak lebih dari 5000 ekor.

Selain diburu manusia, Ular Phyton juga dikenal sebagai salah satu predator alami yang mengancam keberadaan hewan yang sekilas mirip rusa ini.

Hal itu juga ditambah dengan tingkat perkembangbiakan anoa yang terbilang rendah, dimana sseekor anoa betina hanya melahirkan satu anak.
(T.KR-SHS/P003)


Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 10:42 WIB)

2010-08-30

Primata "Cantik" Ditemukan

Loris Horton Plains (istimewa)

London (ANTARA News) - Primata "cantik" yang sangat langka sehingga diduga sudah punah telah tertangkap kamera di hutan Sri Lanka untuk pertama kali, kata beberapa ilmuwan, Senin.

Loris Horton Plains yang ramping adalah hewan kecil malam hari yang dapat tumbuh sampai panjang tubuh 17 centimeter, dengan mata yang besar dan menonjol.

Primata tersebut, yang memiliki habitat di Sri Lanka, pertama kali ditemukan pada 1937 tapi hanya terlihat empat kali sejak saat itu.

Para ilmuwan terakhir kali melihat sepintas primata itu pada 2002, dan percaya hewan yang sukar dimengerti tersebut sejak itu telah punah.

Namun para peneliti lapangan, yang bekerja sama dengan Zoological Society of London, berhasil melacak hewan misterius itu di hutan di Sri Lanka tengah.

Untuk pertama kali di dunia, mereka dapat mengambil gambar satu loris ramping jantan dewasa yang sedang duduk di satu cabang pohon.

Tim lapangan tersebut dapat menangkap satu hewan dan melakukan pemeriksaan fisik, yang pertama dilakukan, sebelum melepaskan hewan itu kembali ke alam liar.

Namun, banyak ahli memperingatkan bahwa penggundulan hutan di Sri Lanka --yang kebanyakan diduga dilakukan dalam upaya membuat perkebunan teh di wilayah tersebut-- sekarang menjadi ancaman terbesar bagi loris itu.

Loris adalah nama umum bagi primata "strepsirrhine" dari sub-keluarga Lorine di dalam keluarga Lorisidae.

Craig Turner, ahli biologi konservasi di ZSL, mengatakan habitat hutan alamiah mereka telah dibagi buat pertanian dan pembalakan, sehingga memutus hewan "yang sangat cantik" itu dari pasangan mereka.

"Hutan tersebut sekarang telah dikotak-kotakkan jadi serangkaian pulau kecil," kata Turner kepada radio BBC.

"Mereka tak bisa pindah dari satu tempat ke tempat lain, mereka tak dapat berpasangan, berkembang-biak, sehingga itu memiliki dampak nyata pada kelangsungan hidup masa depan spesies tersebut," katanya.
(C003/A011)


Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 07:47 WIB)

2010-08-29

Balai Besar Way Kambas Bongkar Kampung Ilegal

Bandarlampung (ANTARA News) - Balai Besar Taman Nasional Way Kambas (TNWK) mengatakan pembongkaran empat kampung ilegal di hutan lindung itu sudah sesuai prosedur.

"Sosialisasi sudah kami lakukan sejak Januari 2010. Dari 500 kepala keluarga yang tinggal di wilayah tersebut, kurang lebih 453 KK diantaranya sudah meninggalkan kawasan sebelum batas waktu pengosongan per April 2010," kata Kepala Balai Besar TNWK, John Kennedie, di Bandarlampung, Senin.

Dia menyebutkan telah menempuh semua prosedur sebelum pembongkaran pada 15 Juli 2010, dan tindakan tersebut sesuai dengan UU No 5 Tahun 2010 dan UU No 41 Tahun 1999.

"Dalam aturan jelas, kawasan taman nasional harus terbebas dari pemukiman dan perambahan, sehingga apa yang kami lakukan ini mengacu kepada hal tersebut," katanya.

John menyatakan, pembongkaran adalah langkah terakhir untuk mengosongkan area taman nasional dari pemukiman liar, karena semua prosedur persuasif sudah diambil.

"Ada pemberitahuan resmi, ada sosialisasi, ada batas waktu pengosongan yang berakhir pada April 2010 kemarin, jadi tidak serta merta main gusur," katanya.

Ia mengatakan, lebih dari 90 persen masyarakat yang membangun gubuk di empat perkampungan ilegal tersebut secara sukarela telah menghancurkan gubuknya sendiri, sementara yang ditertibkan saat ini hanyalah sebagian kecil warga yang enggan mengindahkan ajakan persuasif tersebut.

"Jumlah total yang masih tinggal hanya 47 kepala keluarga, sebelumnya ada 500-an kepala keluarga yang membangun gubuk liar di sini, silakan anda simpulkan sendiri," katanya.

Sejak 15 Juli 2010, petugas gabungan dari polisi hutan, polisi, dan sejumlah LSM lingkungan membongkar empat kampung ilegal nelayan di wilayah Taman Nasional Way Kambas.(*)

ANT/H009/AR09


Sumber : ANTARA News (Senin, 19 Juli 2010 10:35 WIB)

2010-08-28

Kulit Harimau Gagal Diselundupkan

Pekanbaru (ANTARA News) - Kepolisan Kota Besar Pekanbaru berhasil menggagalkan penyelundupan tiga kardus tulang belulang dan kulit Harimau Sumatera yang berasal dari Medan dan rencananya akan dikirim ke Malaysia dan Singapura.

Kapoltabes Pekanbaru AKBP Mujiyono melalui Kasat Reskrim Poltabes Pekanbaru AKP Sapta Maulanan Marpaung di Pekanbaru, Minggu, mengatakan pihaknya berhasil mengamankan pelaku yakni Yoga Rusdiansyah(26), warga Jalan Rintis nomor 10 Pekanbaru, ketika membersihkan kulit dan tulang belulang harimau di rumah Hidayat Saldi(45).

"Penangkapan pelaku ini berdasarkan informasi dari masyarakat mengenai adanya pengiriman tulang belulang dan kulit harimau. Untuk Yoga dikenakan status tersangka, sedangkan untuk Hidayat masih berstatus saksi dikarenakan ia hanya bertugas membersihkan kulit dan tulang harimau," ujarnya.

Dikatakannya, rencananya kulit dan tulang harimau (Panthera tigris sumatrae) yang dikemas tersebut akan dikirim ke Malaysia dan Singapura dengan nama pengirim Ed yang beralamat di Medan.

Kulit dan tulang-belulang harimau tersebut dikirim dari Medan oleh Ed, kepada Gt(46), salah seorang kurir yang beralamat di Jalan Kampar nomor 38 Pekanbaru.

"Rencananya Gt ini yang akan mengirimkan paket tersebut ke Malaysia dan Singapura," jelasnya.

Ia menambahkan saat ini pihaknya sudah memasukkan Ed dan Gt dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Sedangkan untuk Yoga dan Hidayat, saat ini menjalani pemeriksaan guna pengembangan jaringan lainnya.

"Dikhawatirkan penyelundupan ini dilakukan oleh sindikat yang sudah berpengalaman," kata dia.

Untuk Yoga, lanjutnya, telah melanggar pasal 40 Undang-Undang konservasi sumber daya alam hayati dan eksositem.

External Communication WWF Riau Afdal Mahyudin mengatakan tulang belulang dan kulit harimau merupakan organ utama yang diperjualbelikan dalam perdagangan harimau.

"Biasanya digunakan untuk pengobatan tradisional," jelasnya,.

Menurutnya, saat ini habitat harimau sumatera dari hari kehari semakin terancam. Selain diakibatkan oleh perburuan liar, juga disebabkan oleh izin konsesi yang diberikan pada perusahaan Pulp and Paper.

"Populasi harimau di Sumatera diperkirakan sekitar 350-400 ekor. Sedangkan untuk Riau, saya tidak tahu pasti. Namun dipastikan akan terus berkurang, mengingat pada 2009 lalu, pemerintah memberikan izin konsesi seluas 130 ribu hektare bagi perusahaan pulp and paper," kata Afdal.

Ia mengharapkan kedepannya pihak pemerintah lebih jeli dalam melindungi harimau sumatera ini, dikarenakan populasinya yang kian terancam. (KR-IND/R010)


Sumber : ANTARA News (Minggu, 18 Juli 2010 21:09 WIB)

2010-08-27

Upaya Konservasi Tidak Harus Berbentuk Kawasan Lindung

Bedugul, Tabanan (ANTARA News) - Ahli ekologi hutan Dr Douglas Sheil menyatakan bahwa pembahasan masalah konservasi tidak harus dalam bentuk kawasan lindung.
"Karena faktanya banyak kegiatan masyarakat yang melestarikan satwa atau alam di luar kawasan konservasi," katanya pada lokakarya media mengenai laporan tentang keanekaragaman hayati di Kebun Raya Bedugul, di kawasan Candi Kuning, Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, kemarin.

Kegiatan yang digagas Pusat Penelitian Kehutanan Antarbangsa (CIFOR) itu diadakan menjelang pertemuan rutin tahunan ATBC (Association for Tropical and Conservation) di Bali pada 19-23 Juli 2010.

ATBC merupakan organisasi profesi terbesar dan tertua di dunia dalam hal biologi dan pelestarian alam tropika.

Organisasi itu telah melakukan pertemuan tahunan rutin sejak tahun 1963, terutama di negara tropis, dan pada tahun 2010 Indonesia menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya dengan penanggung jawab kegiatan LIPI dan Universitas Indonesia.

Menurut Douglas Sheil --yang sebelumnya peneliti CIFOR--belum tentu dengan diformalkan kawasan lindung betul-betul terlindungi.

Ia mengatakan bahwa dalam banyak kasus secara formal suatu area tidak masuk dalam kawasan lindung, tetapi dijaga masyarakat karena nilai konservasinya tinggi.

Pada kesempatan itu, ia juga mengajukan pertanyaan mengapa konservasi harus dilakukan, yakni apakah karena bermanfaat atau karena banyak keanekaragaman hayati yang terancam punah.

Menurut dia, hal paling mendasar dari apapun faktor penyebabnya, konservasi keanekaragaman hayati memang sangat dibutuhkan manusia.

Ia memberi contoh bahwa semua makanan berasal dari keanekaragaman hayati.

Sementara itu, ahli taksonomi tumbuhan LIPIB Dr Teguh Triono, SP, MSc menjelaskan bahwa diperlukan sebuah protokol internasional, khususna mengenai pembagian keuntungan dari mana keanekaragaman hayati itu berasal.

"Dengan adanya protokol internasional itu diatur perjanjiannya," katanya.

Ia mengemukakan banyak pihak berkepentingan atas kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia dan berkeinginan melakukan berbagai cara untuk mengambilnya.

"Hal ini sudah kejadian, seperti meminta tolong mahasiswa, membayar orang, perusahaan farmasi, lembaga penelitian asing, mereka butuh keanekaragaman hayati, baik hewan, tumbuhan maupun mikroba," katanya.

Dengan adanya protokol itu, kata dia, diatur perjanjiannya, yakni bisa mengambil asal dipenuhi kriteria minimalnya.

Misalnya, harus sesuai hukum nasional negara yang bersangkutan, yakni bila mau mengambil harus seizin otoritas nasional.Jika otoritas nasionalnya Kementerian Ristek atau LIPI, mesti seizin lembaga dimaksud.

Menurut dia, jika kemudian yang diambil jadi bahan obat yang berfungsi mengobati penyakit, artinya sudah ada perhitungan keuntungan, yakni berapa untuk negara asal di mana tempat masyarakat yang diambil.

"Bila dari Sulawesi maka berapa yang dihitung, itulah yang diatur dalam protokol," katanya.(*)
(A035/R009)


Sumber : ANTARA News (Minggu, 18 Juli 2010 18:12 WIB)

2010-08-26

Warga Bangka Pelihara Pohon Berlebah

Simpang Tertib, Bangka Barat (ANTARA News) - Warga Desa Simpang Tiga, Kecamatan Simpang Teritib, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, memelihara sejumlah pohon besar yang biasa dijadikan tempat bersarang binatang jenis lebah.

"Ada beberapa pohon besar namanya pohon ara, tidak boleh ditebang dan dipelihara warga sebagai tempat bersarang lebah yang madunya bisa dimanfaatkan untuk dijual guna meningkatkan perekonomian penduduk," ujar Jamal, seorang warga Desa Simpang Tiga, Sabtu.

Ia menjelaskan, pelarangan menebang pohon besar yang biasa digunakan sebagai tempat bersarang lebah itu dikuatkan dengan surat yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat.

"Surat pelarangan menembang pohon tempat bersarang lebah itu dikeluarkan pemerintahan desa sejak beberapa tahun ini dan bagi yang melanggarnya akan dijatuhi sanksi," katanya.

Namun, kata dia, jauh sebelum surat pelarangan itu dikeluarkan, warga juga dengan sendirinya memelihara pohon tersebut karena madu yang dihasilkan dari sarang lebah tersebut dapat membantu perekonomian warga.

"Madu lebah itu menjadi mata pencaharian tambahan bagi warga di samping bertani dan menambang timah yang merupakan mata pencaharian pokok warga, "katanya dan menyebutkan harga madu per kilo gram sekitar Rp120 ribu.

Menurut dia, madu lebah dari pohon kayu ara itu baru bisa dipanen jika sudah mendapat izin dari pemerintah desa yang dipanen secara berkelompok dan bergiliran.

Sementara itu, Marhabun, warga yang lainnya mengatakan, Desa Simpang Tiga salah satu desa di Bangka Barat yang dikenal dengan penghasil madu lebah murni yang diambil dari sarang lebah yang bergelantungan di sejumlah pohon besar di sektiar kampung.

"Madu yang dihasilkan dari saran lebah tersebut terdiri atas dua macam yaitu madu `pelawan` yang rasanya pahit dan madu manis," katanya.

Madu pelawan, menurutnya terasa pahit karena lebah menghisap pohon pelawan yang rasanya pahit sehingga madu lebah itu terasa pahit.

"Sedangkan madu manis yaitu lebah menghisap sejenis tanaman pada musim panen atau buah-buahan, sehingga madu lebah itu terasa manis," katanya.

Menurut dia, masa panen madu lebah di desa itu hanya dua kali dalam setahun yaitu sekitar bulan Mei untuk memanen madu lebah pelawan dan Juli untuk memanen madu lebah manis.

"Namun warga juga sering mengalami gagal panen apabila terjadi musim hujan pada jadwal panen tersebut, karena sarang lebah tidak berisi madu jika musim penghujan," katanya.

Menurut dia, hampir setiap pohon besar di desa itu menjadi tempat bersarangnya lebah yang bisa menghasilkan madu.

"Dari sekian banyak pohon yang memiliki sarang lebah, ada tiga pohon besar yang disebut pohon ara memiliki sarang lebah mencapai lima hingga tujuh buah dengan ukuran minimal satu meter," katanya.

Madu yang dipanen dari satu pohon besar itu, kata dia, bisa mencapai puluhan kilo gram sekali panen dan diambil ketika malam hari.

"Madu lebah hanya bisa dipanen pada malam hari yang dilakukan oleh orang tertentu yang disebut dengan pialang," katanya.
(T.KR-HDI/Z002/P003)


Sumber : ANTARA News (Sabtu, 17 Juli 2010 15:39 WIB)

2010-08-25

TN Sebangau Perlu Perlindungan

Palangkaraya (ANTARA News) - Taman Nasional (TN ) Sebangau, Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah satu dari hutan gambut terbesar seluas 568.700 hektare yang perlu perlindungan.

Guna melestarikan keberadaan TN Sebangau tersebut, maka dana suaka margasatwa ( World Wide Life Fund for Nature/WWF) Indonesia, Kalimantan Tengah, mengajak semua pihak ikut menjaga kawasan itu, demikian keterangan WWF Kalteng, di Palangkaraya, Sabtu.

Menurut Koordinator WWF-Indonesia Kalteng, Rosenda CH.Kasih, TN Sebangau, perlu dilindungi karena antara tahun 2002 dan 2007, 66 ribu hektare lahan wilayah itu mengalami kebakaran hutan dan penebangan liar.

Kondisi itu diperparah lagi setelah dibangunkannya dibangun kanal-kanal (pengaringan) mulai tahun 1990.

Aktivitas ini membuat Sebangau rentan terhadap degradasi hutan, baik karena alam atau dibuat manusia. Dan yang terpenting, degradasi hutan melepaskan karbon dioksida yang sangat tinggi ke atmosfer.

Sejauh ini, WWF melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 150-an dam di 80 kanal secara keseluruhan terdapat lebih dari 400 dam untuk meningkatkan kembali level air di gambut sehingga dapat terhindar dari kekeringan di musim kemarau dan memicu kebakaran hutan.

Intervensi lain yang juga dilakukan WWF adalah restorasi lahan tidak subur.

WWF Memfasilitasi penegakan hukum untuk mencegah penebangan liar dan mengontrol kebakaran hutan, restorasi habitat orang utan, dan mendampingi masyarakat lokal menggunakan sumber daya alam dengan prinsip berkelanjutan (perkebunan, perikanan, produk hutan bukan timber, industri rumah, dan turisme).

Mengapa Taman Nasional Sebangau penting untuk dilindungi, sebab tambah Rosenda, posisi TN Sebangau tidak bisa dipisahkan dari Program Heart of Borneo (HoB) yang berada di kawasan dataran tinggi Kalimantan.

Salah satunya, HoB merupakan sumber air bersih bagi semua sungai penting di Kalimantan. Dan, Taman Nasional Sebangau adalah the last frontier of peat land forests di Kalimantan yang menjadi reservoir air bersih bagi Kalimantan Tengah,

Kawasan itu merupakan tempat hidup bagi tiga pemukiman besar di sekitar TN atau lebih dari 70 ribu orang.

TN Sebangau juga merupakan rumah bagi orang utan ? estimasi terakhir kurang lebih 6.200 ? 6.900 individu.

Terdapat pula 166 species tumbuhan, 106 species burung, 36 species ikan, dan 35 species mamalia.

Selain itu, hutan gambut ini sumber dari produk hutan non-timber, seperti rotan, jelutung, dan gemor. WWF bekerja sama dengan masyarakat komunitas Dayak yang sejak dulu kala memiliki pengetahuan dan kebijakan lokal dalam melakukan konservasi ekosistem dan penggunaan sumber daya Sebangau.
(ANT/P003)


Sumber : ANTARA News (Sabtu, 17 Juli 2010 09:42 WIB)

2010-08-24

Penyelamatan Mangrove Bantu Nelayan

Pesawaran (ANTARA News) - Realisasi penyelamatan hutan bakau (mangrove) di Kabupaten Pesawaran secara tidak langsung akan membantu nelayan memperoleh tempat mencari ikannya kembali.

"Selama ini nelayan tidak lagi mencari ikan di pinggir pantai karena ikan dipinggir pantai sudah habis terkena limbah tambak dan semakin terkikisnya hutan mangrove," ujar aktivis Forum Masyarakat Pesisir (Formasir), Fadliansyah Cholid, di Pesawaran, Sabtu.

Ia mengatakan, semakin cepat peraturan untuk menyelamatkan hutan bakau di daerah setempat akan mencegah kerusakan hutan itu tidak semakin besar, bahkan dapat membantu nelayan yang ada di daerah sekitar.

"Sejak adanya kebijakan pembukaan wilayah tambak di Pesisir Pesawaran yang dahulu Lampung Selatan pada 1987 hingga saat ini, kerusakan hutan mangrove di Pesawaran mencapai 500-an hektare," kata dia.

Salah satu akibat yang ditanggung dari kegiatan tersebut adalah adanya abrasi pantai, tambah dia, selain itu mengakibatkan semakin berkurangnya habitat ikan laut.

"Saat ini hampir 75 persen kawasan hutan mangrove yang ada di wilayah pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada mengalami rusak berat akibat kepentingan bisnis dari pembukaan tambak," ujarnya.

Kondisi hutan mangrove di pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada sudah mengalami degradasi akibat aktivitas yang cenderung merusak, menurut dia, pemanfaatan hutan mangroove yang ada di kawasan pesisir ini masih cenderung mengutamakan kepentingan bisnis dan ekonomi ketimbang lingkungan.

Sementara itu, Sulaiman, nelayan yang tinggal di Desa Bawang Punduhpidada Kabupaten Pesawaran yang berjarak sekitar 48 kilometer dari Bandarlampung, mengatakan, saat ini nelayan hanya bisa mencari ikan di tengah laut, sementara di pinggir pantai sudah semakin sulit mendapatkan ikan.

"Selain sulit mencari ikan, dengan terkikisnya hutan bakau dapat menyebabkan migrasi nyamuk ke perumahan penduduk," kata dia.

Ini saja, sambungnya, harus memakai dua hingga tiga obat nyamuk saja masih diserang nyamuk, nyamuk itu pindah dari hutan bakau yang rusak menuju pemukiman warga.

"Terus kurangi populasi hutan bakau, maka akan semakin banyak nyamuk yang bermigrasi ke rumah warga," kata dia menjelaskan.

Ia menilai, keberadaan hutan mangrove sebagai kawasan sabuk hijau (green belt) perlu dilindungi dengan aturan yang tegas seperti peraturan daerah yang mengatur tentang keberadaan hutan mangrove termasuk meminimalisir aktifitas pembukaan tambak udang dan kawasan wisata di kawasan hutan mangrove.
(ANT-050/P003)


Sumber : ANTARA News (Sabtu, 17 Juli 2010 09:37 WIB)

2010-08-23

Tujuh Spesies Ikan Langka Belum Dinamai

Denpasar (ANTARA News) - Para peneliti Asutralia dan Indonesia sampai sekarang belum menamai tujuh spesies ikan langka yang ditemukan di pantai Pulau Nusa Penida, Bali, pada 2008 lalu.

"Ada 12 spesis ikan yang kami temukan, dari jumlah itu lima diantaranya sudah bisa diberi nama, tujuh lainnya sampai saat ini belum diberi nama karena masih dalam kajian," ujar Direktur Program Marine Conservation International Indonesia, Ketut Sarjana Putra, di Denpasar, Jumat.

Dikatakan Sarjana, spesies ikan langka tersebut ditemukan para ahli ikan dunia saat melakukan penelitian di bawah dasar laut dalam kedalaman 35 meter di sekitar Pantai Toya Pakeh, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

Kelima spesies yang telah dinamai masing masing pseudocrhonis, prolepis, triammia SP, priolepis 1, priolepis 2 dan chromise. Penamaan ikan ikan tersebut dengan identifikasi sangat detil mulai bentuk dan besaran tubuh, jumlah sisik, duri hingga bentuk mulutnya.

"Sesuai konvensi internasional penamaan ikan itu merupakan hak penemunya," ujar Sarjana dalam program reporting trips konservasi ekosistem dan biodiversity Bali yang digelar LSM Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau Society of Indonesia Environment Journalist (SIEJ dan Aliansi Jurnalis Independen AJI Denpasar.

Ikan ikan langka tersebut ditemukan para peneliti dan akademisi dalam Program Marine Rapid Assessment. "Spesies ikan tersebut merupakan hybrid atau percampuran ikan pasifik dan samudra Hindia (Indonesia)," papar dia.

Dikataka dia, munculnya ikan tersebut juga merupakan percampuan telur ikan dari kedua kawasan itu yang akhirnya melahirkan spesies baru.

"Kelima spesies ikan ini sebagian besar merupakan jenis ikan karang yang berukuran kecil dengan pola warna yang unik," sambungnya.

Dari pengamatan Sarjana, potensi perairan Nusa Penida sangat memiliki kekayaan dan karagaman bahari, mengingat kawasan tersebut berada di antara dua samudra, India dan Pasifik.

Yang menarik, sambung Sarjana, kemunculan spesies ikan langka tersebut kenapa justru ditemukan di Bali padahal spesis ini dinamai di Australia."Jadi bagaimana bisa spesies ikan itu bisa sampai da di Bali sebagai tempat yang banyak dikunjungi wisatawan. Ini yang masih menjadi pertanyaan para ilmuwan," ujarnya.

Semula kedatangan para peneliti di Nusa Penida pada bulan November 2008 guna menginventarisasi potensi keanekaragaman karang, ikan karang, moluska, ekinodermata serta kondisi oseanografi di perairan Nusa Penida. Hanya saja dalam penelitian tersebut mereka justru dikejutkan dengan penemuan spesies-spesies ikan baru tersebut.

(ANT/S026)


Sumber : ANTARA News (Jumat, 16 Juli 2010 10:27 WIB)

2010-08-22

Gajah Rusak Rumah dan Kebun di Pidie

Banda Aceh (ANTARA News) - Gerombolan gajah liar mengamuk dan merusak tanaman dan rumah warga di pemukiman Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh sehingga membuat masyarakat di daerah itu resah.

"Dalam tiga hari ini setidaknya ada satu rumah dan sekitar empat hektare lebih kebun sudah dihancurkan gajah," kata Imum Mukim Bangkeh Geumpang Muhammad Sabi Basyah dihubungi dari Banda Aceh, Kamis.

Rumah warga yang hancur diamuk binatang berbelalai itu yakni milik Syawali Hanafiah di Gampong (desa) Bangkeh. "Rumahnya berkontruksi kayu, semuanya sudah hancur," tutur Sabi Basyah.

Akibatnya, Syawali bersama anak isterinya sekarang harus mengungsi ke rumah saudaranya yang juga berada di Kecamatan Geumpang, kata Sabi Basyah.

Tidak hanya rumah Syawali yang jadi sasaran tapi kebun warga juga jadi sasaran amukan binatang dilindungi itu. "Kebun Syawali bersama warga lain di pegunungan juga hancur oleh gajah," ujar Sabi Basyah.

Gajah liar kerap mengobrak abrik perkebunan berisi tanaman seperti kakao, pisang, durian dan dalam tiga hari ini diperkirakan ada empat hektare yang sudah rusak.

Dikatakan Sabi Basyah, ada tiga lokasi kebun warga berada di pegunungan Bangkeh, Geumpang yang parah terkena amukan gajah, selain milik Syawali juga Abu Bakar Ismail dan Hanafiah. "Tanaman coklat, pisang dan durian hancur meski tidak semua," ujarnya.

Ganasnya amukan gajah liar akhir-akhir ini membuat warga semakin was-was untuk ke kebun. "Warga sudah seperti kehilangan gairah untuk berladang, tapi apa boleh buat ini adalah pekerjaan mayoritas warga di sini," kata Sabi Bayah.

Upaya pengusiran dengan membakar meriam bambu dan meledakkan karbit diakui selama ini tidak membuat gajah-gajah liar itu takut.

Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh diharapkan membangun Concervation Rescue Unit (CRU) di Bangkeh Geumpang untuk mengantisipasi amukan gajah liar, karena CRU yang berada di Kecamatan Mane, Pidie sekarang dinilai jauh dari Bangkeh.

Pemerintah daerah diharapkan juga memperhatikan petani yang jadi korban amukan gajah liar di mana telah menghancurkan mata pencaharian mereka.

(PSO-187/H011/S026)


Sumber : ANTARA News (Kamis, 15 Juli 2010 11:43 WIB)

2010-08-21

Populasi Harimau Dunia Ditarget 7.000

Gianyar (ANTARA News) - Populasi harimau pada habitat atau lokasi pengembangbiakan di berbagai negara dunia ditargetkan mencapai 7.000 ekor pada 2022.

"Saat ini, upaya pengembanbiakan binatang pemangsa daging mentah itu telah mencapai 3.500 ekor," kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan Harry Santoso, ketika berkunjung ke Taman Safari Indonesia Gianyar, Bali, Rabu.

Harry mengatakan para peserta "Pre-Tiger Summit Partners Dialogue Meeting (PTSPDM)" dari 13 negara yang berlangsung di Nusa Dua, Bali sepakat merumuskan rancangan pemulihan harimau dunia atau global tiger.

Dari rumusan itu, negara peserta mengusulkan pelipatgandaan populasi harimau di dunia sejak sekarang.

"Hingga akhir 2022, populasi yang kini sudah mencapai sekitar 3.500 ekor diharapkan bisa berkembang menjadi 7.000 ekor," ujar Harry.

Direktur KKH mengungkapkan, bukan hanya populasi harimau di sejumlah negara yang ditargetkan terus berkembang, tetapi harimau liar di Indonesia juga diharapkan meningkat dua kali lipat di tahun itu.

"Populasi harimau di Indonesia saat ini sekitar 400 ekor. Mudah-mudahan 12 tahun lagi bisa berkembang menjadi 800 ekor," katanya.

Harry menyebutkan, berdasarkan data pada Kementerian Kehutanan, populasi harimau di Indonesia menurun drastis sejak 25 tahun terakhir.

"Kenyataan itu juga mengkhawatirkan bahwa hanya enam dari sembilan sub-spesies harimau di dunia yang kini masih tersisa. Untuk di Indonesia, hanya harimau sumatera yang masih bertahan, sedangkan dua sub-spesies lainnya telah punah," katanya.(*)

ANT/P004/AR09


Sumber : ANTARA News (Rabu, 14 Juli 2010 15:56 WIB)

2010-08-20

Duyung Ternyata Masih Ada di Teluk Balikpapan

Samarinda (ANTARA News) - Ada anggapan sebagian besar masyarakat bahwa Duyung (Dugon dugon) sudah punah di perairan selatan Kalimantan Timur, namun ternyata mamalia laut paling langka di Indonesia itu masih ada di Teluk Balikpapan.

"Saat ini duyung di Teluk Balikpapan dalam kondisi terancam. Ancaman utama adalah hilangnya padang lamun yang merupakan pakan utama duyung. Lamun menghilang karena sedimentasi dan polusi kimia," kata peneliti kehidupan liar satwa langka itu di Teluk Balikpapan, Stanislav Lhota di Balikpapan, Selasa.

Pada tahun 1996 telah diusulkan bahwa dugong telah punah di Kalimantan. Tapi empat tahun kemudian, pada tahun 2000 ditemukan kembali oleh Yayasan RASI (Rare Aquatic Species Indonesia) di Teluk Balikpapan, di mana masih dapat dilihat sampai sekarang.

Ilmuwan dari Universitas Bohemia Republik Chehnya itu menjelaskan bahwa sering orang salah persepsi terhadap satwa langka itu sehingga disebut sebagai "ikan". Padahal duyung adalah termasuk mamalia, yakni bernafas di udara dan induk menyusui anaknya.

"Namun, satwa ini tidak sama dengan jenis lumba-lumba. Anatomi duyung lebih mirip dengan gajah. Berbeda dengan lumba-lumba, duyung tidak memakan ikan. Binatang ini adalah jenis herbivora yang memakan rumput laut di padang lamun, hal ini yang membuat Duyung terancam di Teluk Balikpapan," katanya.

Lamun menghilang di Teluk Balikpapan diduga akibat terjadinya sedimentasi dan polusi kimia. "Salah satu sumbernya adalah perkebunan sawit, misalnya perkebunan PT Agro Indomas di Kelurahan Pemaluan dan Sepaku (kabupaten PPU)," papar dia.

Perusahan tersebut telah menanam sawit di sepanjang pesisir dan tepian sungai dan anak sungai, padahal sesuai peraturan di Indonesia tindakan perusahaan itu adalah ilegal menanam sawit di zona penyangga di sepanjang pantai dan tepi sungai.

"Setelah pembukaan pinggiran sungai terjadi, kondisi air di Sungai Sepaku dan Pemaluan berubah warna dari coklat kehijauan menjadi kuning, hal yang dapat dilihat bahkan dari citra satelit! Perkabunan sawit dan HTI kayu akasia (misalnya oleh PT ITCI Hitani Manunggal di Ulu Sungai Pemaluan dan Sepaku) juga merupakan sumber limbah herbisida," kata dia.

Padahal, kenyataanya limbah tersebut tidak saja meracuni air yang merusak padang lamun namun berdampak buruk bagi manusia.

Ia menambahkan bahwa salah satu sumber sedimen dan polutan kimia adalah pengembangan industri, khususnya di sepanjang pesisir Kariangau yang memang dialokasikan. Merkuri dari limbah industri tidak hanya menumpuk di ikan yang dimakan oleh masyarakat, tetapi juga di rumput laut, yang dimakan oleh dugong tersebut.

Bahkan, imbuh dia bahwa ada dua pabrik CPO (crude palm oil) sedang dibangun di luar Kawasan Industri Kariangau, di kawasan lindung (PT. Dermaga Kencana Indonesia) dan di kawasan mangorve (PT. Mekar Bumi Andalas).

Dengan pembangunan dua perusahan ini di daerah yang sampai saat ini masih alami, Balikpapan tidak lagi memiliki pesisir yang sehat.

"Kondisi terburuk yang perlu mendapat perhatian pemerintah adalah kemungkinan terjadi bencana bagi lingkungan serta kesehatan manusia, yakni tumbuhnya tambang batu bara sepanjang Teluk Balikpapan khususnya di kabupaten Penajam paser Utara (PPU)," kata Stanislav Lhota.

Contohnya, perusahaan besar seperti PT Sing-Lurus Pratama terletak sangat dekat dengan habitat duyung, dan merupakan sumber polutan yang sangat signifikan.

Kian Padat

Kian padat lalu lintas kapal di Teluk Balikpapan, kasus pembuangan oli, pengecatan kapal serta pembersihan kapal ketika berada di pelabuhan, menjadi faktor yang menjadi sumber polutan yang membunuh rumput laut dan bisa dapat menyebabkan keracunan pada duyung.

"Kebisingan mesin kapal mengganggu duyung di tempat mencari makanan dan mengantar mereka ke daerah-daerah yang lebih jauh. Daerah di mana duyung masih sering terlihat adalah Muara Sungai Tempadung, jauh dari Kawasan Industri Kariangau," ujar dia.

Tetapi, katanya menambahkan bahwa dengan pembangunan pabrik CPO oleh PT. Dermaga Kencana Indonesia, duyung akan dipaksa kembali untuk meninggalkan sumber makanan yang berada di sana. Sedang duyung ini tidak lagi memiliki sumber makanan lagi selain kawasan tersebut.

"Tetapi ancaman terbesar bagi dugong adalah rencana membangun Jembatan Pulau Balang dan jalan penghubung sepanjang sebagian besar pesisir Teluk Balikpapan. Pembangunan ini akan menyebabkan perambahan besar-besaran dan mengakibatkan deforestasi dan degradasi ekosistem, sampai mengancam integritas ekologi seluruh Teluk Balikpapan, bukan hanya habitat duyung," papar ilmuwan yang juga meneliti Pesut Mahakam dan Bekantan di Teluk Balikapapan itu.

Di belahan dunia yang lainnya, Duyung bisa ditemukan dari Madagaskar dan Afrika Timur melalui India sampai ke Australia.

"Yang jelas, sampai kini belum ada data berapa populasi satwa ini yang masih bertahan di Indonesia. Ini mungkin antara 1.000 sampai dengan 10.000 ekor," katanya.

"Para ilmuwan yakin bahwa jumlahnya menurun drastis selama beberapa tahun terakhir. Di Kalimatan, hanya diketahui dari lima lokasi, yakni Teluk Balikpapan, Kotawaringin, Pulau Karimata, Teluk Kumai dan Kepulauan Derawan," papar ilmuwan tersebut.

(ANT/S026)


Sumber : ANTARA News (Selasa, 13 Juli 2010 19:36 WIB)

2010-08-19

Pertemuan Bali Akan Pulihkan Harimau Dunia

Denpasar (ANTARA News) - Kementerian Kehutanan RI berharap pertemuan 13 negara yang memiliki harimau mampu menghasilkan rencana pemulihan harimau dunia sebagai kesepakatan antarnegara untuk pelestarian satwa tersebut, termasuk harimau sumatera (panthera tigris sumatrae).

Pertemuan itu diharapkan meningkatkan populasi harimau di alam menjadi dua kali lipat pada 2022, demikian siaran pers Kementerian Kehutanan RI yang tengah menggelar kegiatan bertajuk "Pre Tiger Summit Partners Dialogue Meeting" di Nusa Dua, Bali, Senin.

Selain itu, melalui kegiatan tersebut akan diformulasikan konsep "Deklarasi Para Kepala Negara" yang akan dibahas dalam pertemuan tingkat kepala negara di Rusia, September mendatang.

Saat ini, harimau berada dalam kondis kritis. Spesies harimau di seluruh dunia yang tersisa sekitar 3.200 ekor, meliputi enam sub sepsies, yaitu harimau sumatera, bengal, amur, indochina, china selatan, dan harimau malaya.

Ancaman utama kepunahannya, yaitu hilang dan terfragmentasinya habitat yang tidak terkendali, berkurangnya jumlah mangsa alami (babi dan rusa), perburuan dan perdagangan ilegal (Amerika dan Eropa), serta konflik dengan masyarakat yang tinggal di sekitar habitat harimau.

Subspesies harimau yang ada di Indonesia, yaitu harimau sumatera, saat ini populasinya sekitar 400 ekor. Habibat harimau sumatera menyusut hampir 50 persen dalam kurun waktu 25 tahun terakhir.

Sekitar 70 persen dari habitat tersisa berada di luar kawasan konservasi yang tersebar pada setidaknya 20 petak hutan terisolasi satu dengan lainnya. Kondisi itulah yang menempatkan Indonesia sebagai negara kunci dalam pelestarian harimau dunia.

"Dengan menyelamatkan harimau, bukan hanya menyelamatkan satwa yang dilindungi, juga menyelamatkan habibat harimau tersebut," demikian Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Dr.Ir. Harry Santoso dalam penjelasan tersebut.

Seperti ajaran salah satu kitab Hindu (Sutasoma), populasi harimau yang baik merupakan indikator hutan yang sehat karena harimau butuh habitat yang sangat luas dan mangsa yang banyak.

Hutan yang kondisinya baik bukan hanya membawa manfaat dan kesejahteraan bagi jutaan masyarakat yang tinggal di sekitarnya, misalnya, sebagai daerah resapan air, penyedia air bersih, sumer makanan, dan obat-obatan.

Selain itu, juga berkontribusi besar terhadap penurunan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim bumi.(*)

T007/D007


Sumber : ANTARA News (Senin, 12 Juli 2010 23:03 WIB)

2010-08-18

Berapa Tersisa Harimau di Dunia?

Denpasar (ANTARA News) - Keberadaan satwa harimau kini kritis, yakni di seluruh dunia hanya tersisa sekitar 3.200 ekor meliputi enam sub-spesies, yaitu Harimau Sumatera, Bengal, Amur, Indochina, China Selatan, dan Malaya.

Ancaman utama kepunahannya mencakup hilang dan terfragmentasinya habitat yang tidak terkendali, berkurangnya jumlah mangsa alami, perburuan dan perdagangan ilegal, serta konflik dengan masyarakat yang tinggal di sekitar habitat harimau, demikian laporan yang diterima ANTARA di Denpasar, Minggu.

Laporan itu disampaikan Kementerian Kehutanan RI menyambut penyelenggaraan pertemuan delegasi 13 negara yang memiliki harimau alam bertajuk "Pre Tiger Summit Partners Dialogue Meeting" di Ayodya Resort Bali, Nusa Dua, Senin (12/7).

Kegiatan yang dijadwalkan dibuka Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan tersebut, sebagai persiapan sebelum digelar konferensi internasional konservasi harimau tingkat kepala negara "World Tiger Summit" direncanakan dilaksanakan di Saint-Peterburg, Rusia pada 15 - 18 September 2010.

Menurut Ketua Forum HarimauKita Hariyo T Wibisono, dalam penjelasan bersama Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Dr Ir Harry Santoso, sub-spesies yang ada di Indonesia, Harimau Sumatera, kini populasinya sekitar 400 individu.

Populasi sebanyak itu, mewakili 12 persen dari total satwa langka itu di dunia. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara kunci dalam pelestarian harimau di dunia.

"Ironisnya, habitat Harimau Sumatera telah menyusut hampir 50 persen dalam kurun waktu 25 tahun terakhir. Sekitar 70 persen dari habitat tersisa tersebut berada di luar kawasan konservasi yang tersebar pada setidaknya 20 petak hutan yang terisolasi satu dengan lainnya," papar Hariyo.

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian besar populasi Harimau Sumatera yang tersisa tidak dalam perlindungan yang memadai.

"Oleh karena itu, menjadi penting bagi warga negara Indonesia untuk segera merapatkan barisan dan mengambil langkah konservasi yang konkret dan tepat, agar Harimau Sumatera tidak bernasib sama dengan kedua saudaranya yang lebih dahulu punah, yaitu Harimau Jawa dan Bali," ujarnya.

Direktur Eksekutif WWF-Indonesia Dr Efransjah menilai pentingnya langkah penyelamatan habitat yang tersisa, restorasi kawasan kritis, serta mengimplementasikan tata ruang yang mendukung pembangunan secara lestari, guna memberikan wilayah jelajah yang cukup bagi Harimau Sumatera.

"Masalah pentimgnya meminimalisir kemungkinan konflik dengan manusia, perlu menjadi agenda bersama dalam penyelamatan satwa dilindungi tersebut," katanya menegaskan.

Ia menambahkan bahwa penyelamatan hutan, penataan ruang secara lestari dan restorasi kawasan kritis habitat Harimau Sumatera juga sangat sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia kepada dunia dalam upaya mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan.
(T007/C004)

Sumber : ANTARA News (Minggu, 11 Juli 2010 18:55 WIB)

2010-08-17

Menhut Buka Pertemuan 13 Negara Pemilik Harimau

Denpasar (ANTARA New) - Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, dijadwalkan membuka pertemuan delegasi 13 negara yang memiliki harimau alam bertajuk "Pre Tiger Summit Partners Dialogue Meeting" di Ayodya Resort Bali, Nusa Dua, Senin (12/7).

Kegiatan tersebut diagendakan berlangsung hingga Rabu (14/7), sebagai persiapan sebelum digelar konferensi internasional konservasi harimau, demikian Kepala Pusat Sekretariat Jenderal Pusat Informasi Kehutanan, Ir Masyhud, MM dalam pemberitahuan yang diterima ANTARA News di Denpasar, Minggu.

Konferensi internasional konservasi harimau tingkat kepala negara "World Tiger Summit" direncanakan dilaksanakan di Saint-Peterburg, Rusia pada 15 - 18 September 2010.

Sedangkan 13 negara yang memiliki harimau alam (Tiger Range Countries/TRCs) dan mengirimkan delegasinya pada pertemuan kali ini yakni Bangladesh, Bhutan, China, India, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Rusia, Thailand, dan Vietnam.

Tuan rumah penyelenggaraan petemuan kali ini adalah Kementerian Kehutanan RI yang bekerjasama dengan dengan Global Tiger Initiative-World Bank, katanya.

Pertemuan di Nusa Dua itu direncanakan juga dihadiri para pakar, lembaga internasional seperti CITES dan IUCN, lembaga swadaya masyarakat (LSM) nasional dan internasional seperti WCS, WWF, FFI, ZSL, RARE, IFAW, PKHS, dan LIF.

Kemudian Forum HarimauKita, kalangan media masa, lembaga donor USAID, AUSAID, GEF, BMZ-German, DFID, USAID, UK, Korea, Belanda, New Zealand, Canada, Finlandia, Perancis, Denmark, Norwegia, Russia, Slovenia, Spanyol, GEF, ADB, US Fish & Wildlife, Panthera, Smithsonian Conservation Biologi Institute dan lainnya.

Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan Ir Darori, MM, pada pertemuan di Nusa Dua para delegasi akan bersama-sama merumuskan naskah Rencana Pemulihan Harimau Dunia (Global Tiger Recovery Plan).

Hal itu sebagai kesepakatan antar negara untuk pelestarian harimau dan konsep "Deklarasi Para Kepala Negara" (Leaders Declaration) yang akan dibahas dalam pertemuan tingkat kepala negara di Rusia.

Ditingkat Nasional, pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Kementerian Kehutanan dan didukung mitra serta insitusi terkait, termasuk Bali Safari & Marine Park/Taman Safari Indonesia, juga telah merumuskan naskah serupa di tingkat nasional (National Tiger Recovery Program).

"Kami berharap pertemuan ini dapat menghasilkan naskah Program Pemulihan Harimau Dunia sebagai upaya bersama dalam mencari solusi menghadapi ancaman-ancaman yang dihadapi harimau di dunia, termasuk harimau Sumatera. Keinginan kita bisa meningkatkan populasi harimau di alam hingga dua kali pada tahun 2022," kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan Dr Ir Harry Santoso.

Dalam pertemuan ini diharapkan juga dapat dipetakan komitmen dan dukungan finansial dari berbagai pihak untuk upaya pelestarian satwa kharismatik tersebut.

Dalam konteks persiapan pertemuan tingkat kepala negara di Rusia, acara di Bali ini merupakan tindak lanjut proses pertemuan antar negara yang pernah diadakan sebelumnya di Kathmandu, Nepal dan Hua-Hin, Thailand.

Pertemuan yang diadakan di Kathmandu, Nepal, pada Oktober 2009, menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan populasi harimau dunia menjadi dua kali lipat pada tahun 2022.

Sedangkan pertemuan tingkat menteri untuk pelestarian harimau di Hua-Hin, Thailand, telah menghasilkan Deklarasi untuk mendukung konservasi harimau dunia.
(ANT/P003)


Sumber : ANTARA News (Minggu, 11 Juli 2010 15:24 WIB)

2010-08-16

Habitat Gajah dan Harimau Terancam

Pekanbaru (ANTARA News) - Habitat gajah dan harimau di Riau terancam akibat daerah aliran sungai (DAS) Siak rusak, kata Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Riau, Trisunu Danis Woro, di Pekanbaru, Rabu.

"Untuk DAS Siak terdapat tiga kantong gajah yang besar seperti di Duri, Siak dan Kampar. Populasi gaji terbesar ada di Giam Siak Kecil, Siak yang mencapai 38 ekor," jelasnya.

Populasi gajah di Suaka Margasatwa Balai Raja mencapai 35 ekor dan di Kampar, tepatnya di daerah Pantai Cermin dan Tebing Tinggi terdapat 10 ekor.

Dia mengaku tidak memiliki data pasti populasi harimau di wilayah itu, namun yang jelas menyebar di seluruh kawasan DAS Siak.

"Sebagian besar wilayah DAS tersebut dikuasai oleh perusahaan yang memegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dan perkebunan," ujar dia.

Akibat rusaknya DAS Siak satwa yang dilindungi tersebut sering masuk ke pemukiman sehingga terjadi konflik antara manusia dengan gajah dan harimau.

"Perlu adanya upaya penyelamatan kawasan tersebut seperti rehabilitasi. Jika Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau sudah disetujui, maka hal itu akan lebih gampang karena kita tahu mana kawasan konsesi ataupun konservasi," jelasnya.(*)

KR-IND/S022/AR09


Sumber : ANTARA News (Rabu, 4 Agustus 2010 12:15 WIB)

2010-08-15

Belasan Beruang Berkeliaran di Pagaralam

Pagaralam, Sumsel (ANTARA News) - Belasan beruang berkeliaran di kawasan pemukiman di Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, dan beberapa diantaranya berusaha menyerang penduduk.

Dari sekitar 12 beruang yang muncul di pemukiman di daerah itu, empat ekor diantaranya telah merusak perkebunan warga, wartawan ANTARA melaporkan dari Dempo Utara, Selasa.

Sejumlah warga mengaku pernah dikejar-kejar beruang ketika secara tidak sengaja berpapasan dengan hewan yang tergolong sudah langka itu.

"Kami sering menemukan di setiap kawasan pasti ada beruang dan biasanya berpasangan, tapi baru di Dusun Cawangbaru empat ekor mulai ganggu warga," kata Saaludin, Ketua RW 02 Dusun Jabatakar, Kelurahan Jangkarmas.

Dia mengatakan, hampir setiap kawasan sudah sering ditemukan beruang madu berkeliaran, dan bahkan satu minggu lalu seekor beruang berat 200 kilogram melukai tiga warga Bumiagung. Namun akhirnya berhasil ditangkap dengan cara diburu dan kemudian dibantai.

"Belasan beruang ini tersebar di beberapa kawasan seperti Bukit Kayu Manis, Digal, Rurah, Padang Apit dan termasuk kawasan perkebunan Subang Tanah Cawang, Kelurahan Rebahtunggi," ungkap dia lagi.

Beruang itu bukan hanya mencari makanan saja, tapi sering merusak pohon kopi dan tanaman lainnya untuk dijadikan sarang. Sebab kebiasaan beruang dimana tempat sering mencari makan pasti akan membuat sarang.

"Kita minta pihak terkait segera mengambil tindakan cepat, keberadaan beruang itu bukan saja akan mengancam keselamatan warga, tapi sejak binatang itu muncul warga takut ke kebun," ungkap dia.

Lurah Jangkarmas, Ferimansyah, puluhan beruang turun ke pemukiman sebagai bukti jika habitatnya sudah terganggu dan hal ini menjadi bukti jika tidak ada lagi makanan. Kemudian hutan di kawasan bukit barisan banyak rusak dan terjadi penggundulan.

Wakil Wali Kota Pagaralam, Ida Fitriati, mengatakan bahwa sudah meminta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, untuk segera melakukan penangkapan, karena binatang buas tersebut sudah melakukan teror.

(ANT-127/S026)


Sumber : ANTARA News (Selasa, 3 Agustus 2010 16:26 WIB)

Banteng Jawa Baluran Terancam Punah

Situbondo (ANTARA News) - Populasi Banteng Jawa di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, terancam punah menyusul penyempitan laham padang savana serta perburuan liar selama 20 tahun terakhir.

Pendataan petugas Taman Nasional Baluran pada 2009, populasi satwa ini tidak lebih dari 20 ekor. Padahal, sebelum ditetapkan sebagai kawasan taman nasional pada Maret 1980, populasi Banteng Jawa jumlahnya mencapai ratusan ekor.

Namun akibat perburuan liar selama 20 tahun terakhir ini, populasi Banteng Jawa menurun dratis.

Kepala Kantor Balai Taman Nasional Baluran, Indra Arinal menjelaskan, pihaknya terus berupaya mempertahankan populasi Banteng Jawa dari aksi perburuan liar.

Namun kondisi sosial ekonomi masyarakat yang makin tertekan karena krisis moneter beberapa tahun terakhir ini membuat banteng-banteng itu menjadi sasaran perburuan untuk diambil dagingnya.(*)

ANT/AR09


Sumber : ANTARA News (Minggu, 1 Agustus 2010 23:13 WIB)

2010-08-14

UNESCO: Hutan Tropis Sumatera Tak Terancam Hilang

Jakarta (ANTARA News) - Komite Warisan Dunia UNESCO, PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan, memutuskan tidak memasukkan Warisan Dunia Hutan Tropis Sumatera (Tropical Rainforest Heritage of Sumatra) dalam Daftar Warisan Dunia yang Terancam.

Keputusan itu, menurut Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Sabtu, diambil berdasarkan ada upaya nyata Indonesia dalam melindungi kawasan tersebut pada Sidang ke-34 Komite di Brazilia, Brazil.

Komite itu juga mengakui kompleksitas penanganan konservasi Hutan Tropis Sumatra mengingat ada persinggungan antara kepentingan konservasi dan pembangunan.

Namun demikian, Komite itu mengharapkan Indonesia menyampaikan laporan "konservasi negara" atas Hutan Tropis Sumatra sebelum 1 Februari 2011, menyiapkan sistem pengawasan dengan citra satelit untuk kawasan Hutan Tropis Sumatra tahun 2006-2010 dan memfasilitasi misi pengawasan dari Komite Warisan Dunia UNESCO.

Sidang ke-34 Komite Warisan Dunia UNESCO 25 Juli -3 Agustus 2010 dihadiri oleh sekitar 800 delegasi dari 187 negara pihak konvensi UNESCO 1972 tentang Warisan Dunia.

Pada pertemuan itu delegasi RI terdiri dari unsur Kementerian Kehutanan, Kemlu, KBRI Paris, dan KBRI Brazilia. Delegasi RI dipimpin oleh Bapak Sonny Partono, Direktur Konservasi Kawasan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan.

Sidang ke-34 itu akan membahas 39 nominasi situs untuk dimasukan ke Daftar Warisan Dunia UNESCO, yaitu delapan warisan alam, 29 warisan budaya dan dua warisan campuran alam dan budaya.

Komite juga mengkaji laporan konservasi 147 situs termasuk 31 situs dalam Daftar Warisan Dunia yang Terancam, yaitu warisan dunia yang terancam rusak antara lain akibat polusi, perkembangan kota, tidak terawat, perang dan bencana alam.

Daftar Warisan Dunia UNESCO saat ini memasukkan 890 situs, terdiri dari 689 situs budaya, 176 situs alam dan 25 situs campuran budaya-alam yang berada di 148 negara.

Indonesia memiliki tujuh situs yang masuk dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO, yaitu Warisan Dunia Hutan Tropis Sumatra (Tropical Rainforest Heritage of Sumatra/TRHS), Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Lorentz, Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Situs Manusia Purba Sangiran.

Delegasi RI menyampaikan laporan kepada Komite tentang kondisi konservasi dua situs yaitu TRHS dan Taman Nasional Lorentz.

Komite Warisan Dunia merupakan sebuah komite UNESCO yang bertujuan melindungi warisan budaya dan alam yang memiliki nilai universal sangat tinggi dan terdiri dari 21 negara.

Tahun ini anggotanya adalah Australia, Bahrain, Barbados, Brasil, Kamboja, China, Mesir, Estonia, Ethiopia, Perancis, Irak, Jordania, Mali, Meksiko, Nigeria, Rusia, Afrika Selatan, Swedia, Swiss, Thailand dan Persatuan Emirat Arab.(*)

G003/Z002/AR09


Sumber : ANTARA News (Sabtu, 31 Juli 2010 21:04 WIB)

Harimau Sumatera Siap Dilepasliarkan

Bengkulu (ANTARA News) - Seekor harimau sumatera (Panthera tigris Sumatrae) bernama Mekar Sari sudah siap dilepasliarkan kembali ke hutan Sumatera setelah mendapat perawatan dari tim kesehatan satwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu karena terluka.

"Mekar sudah siap dilepasliarkan karena lukanya sudah sembuh dan kondisi fisiknya sudah memungkinkan untuk dilepas kembali ke habitatnya," kata Kepala BKSDA Bengkulu Andi Basrul di Bengkulu, Jumat.

Harimau betina yang diperkirakan berumur 2 hingga 3 tahun itu ditangkap oleh petugas BKSDA dua pekan lalu karena meresahkan warga Desa Mekar Jaya, Kabupaten Seluma.

Andi mengatakan satwa dilindungi itu memasuki pemukiman warga dan dalam kondisi terluka sehingga ditangkap oleh BKSDA untuk mendapat perawatan.

"Setelah pulih akan kami lepasliarkan kembali ke hutan Sumatera yang menjadi habitatnya," katanya.

Ia mengatakan belum menentukan lokasi pelepasan satwa terancam punah itu karena terdapat sejumlah pilihan termasuk di lokasi konservasi milik pengusaha Tommy Winata di Tambling, Provinsi Lampung.

Pada umumnya, kata dia, seluruh kawasan hutan Sumatera merupakan habitat satwa berkaki empat itu tetapi kondisi hutan yang semakin menyusut membuat ancaman perburuan terhadap harimau semakin tinggi.

"Hutan Sumatera yang rusak parah dan terfragmentasi membuat daya jelajahnya semakin sempit sehingga mudah diincar pemburu liar," tambahnya.

Untuk Provinsi Bengkulu, kata Andi, dari 900 ribu hektare kawasan hutan, 40 persennya sudah rusak parah akibat perambahan liar.

Menurut catatan BKSDA, populasi harimau sumatera di Bengkulu hanya sekitar 50 hingga 70 ekor. Sedangkan di seluruh wilayah Sumatera, populasinya tersisa 300-400 ekor.

Selain karena perburuan liar, populasi satwa ini juga terancam akibat konflik dengan manusia di perbatasan hutan dengan perkampungan.

Konflik manusia dan harimau paling sering terjadi di wilayah Seluma dan Kaur, karena sebagian pemukiman dan kebun milik warga berada di dalam habitat satwa tersebut.
(K-RNI/S022)


Sumber : ANTARA News (Jumat, 30 Juli 2010 17:23 WIB)

2010-08-13

Yayasan Borneo Lepas Owa-owa ke Habitat Asli

Samarinda (ANTARA News) - Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) akan melepaskan satu owa-owa ke habitat aslinya ke Project Kalawit di Sumatra Barat pada 31 Juli, yang merupakan Program Reintruduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari.

"Pelepasan owa-owa pada 31 Juli ini merupakan Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari (PROKT-SL) bersama BKSDA Kaltim," kata Ketua Yayasan BOS, E G. Togu Manurung di Samarinda, Kaltim, Jumat.

Dilanjutkan dia, Project Kalawit di Sumatra Barat merupakan proyek yang khusus menangani konservasi owa-owa atau siamang.

Siamang (symphalangus syndactylus syndactylus) adalah salah satu jenis gibbon atau owa-owa yang berhabitat asli di Sumatra dan Semenanjung Malaya. Di pusat rehabilitasi, siamang bisa berusia sampai 30 tahun.

Siamang betina yang diberi nama Acong ini datang ke Samboja Lestari pada 19 Maret 2008 dari Desa Tambulu Pao Malino, Makassar, Sulawesi Selatan. Sebelumnya, Acong diserahkan seorang penduduk setempat dengan harapan bisa mendapatkan perawatan lebih baik di PROKT-SL.

Sementara, Prof. Bungaran Saragih, Ketua Dewan Pembina Yayasan BOS menyatakan, tindakan ini bukan karena pihaknya sudah tidak peduli terhadap satwa langka tersebut, tapi ini justru wujud kepedulian Yayasan BOS terhadap orangutan, sehingga pihaknya bisa lebih fokus menangani reintroduksi orangutan.

Saat ini Acong diperkirakan berusia 11 tahun dengan berat mencapai 10 kilogram. Sebelum rencana relokasi ini, Acong telah menjalani tes kesehatan dan dinyatakan siap untuk perjalanan jauh hingga ke Sumatra.

Yayasan BOS merupakan organisasi nirlaba yang berkomitmen menyelamatkan dan melestarikan orangutan dan habitatnya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Yayasan ini memiliki mitra organisasi penyandang dana dari sejumlah negara asing yang dikenal sebagai BOS Sisters.

Yayasan BOS memiliki dua fasilitas rehabilitasi orangutan, yakni PROKT-SL, dan Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng (PROKT-NM). Saat ini Yayasan BOS tengah menjajaki pembangunan fasilitas di Kalimantan Barat.

Yayasan BOS juga memiliki program Rehabilitasi Lahan, Suaka Beruang Madu, dan ecolodge di Samboja Lestari Kalimantan Timur, dan kawasan konservasi Mawas berupa hutan gambut di Kalimantan Tengah seluas 369.000 hektar dengan populasi orangutan liar sekitar 3.000 individu.


(GFR/B010)

Sumber : ANTARA News (Jumat, 30 Juli 2010 14:44 WIB)

3.000 Ekor Maleo Kembali ke Alam Bebas

Gorontalo (ANTARA News) - Tiga ribu ekor burung Maleo berhasil dikembalikan ke alam bebas di habitatnya di kawasan hutan Hungoyono, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), kurun tujuh tahun terakhir ini.

Pernyataan ini datang dari Wildlife Conservation Society (WCS), salah satu organisasi lingkungan, yang fokus menjaga kelestarian satwa endemik yang bernama latin Macrocephalon maleo ini.

"Sejak kami hadir di Hungoyono, tahun 2003 silam, sudah sebanyak itu burung maleo yang kami lepaskan kembali ke alam bebas, tapi jumlah itu terbilang sedikit," ujar Usman Laheto, Asisten Project WCS di Gorontalo, Kamis.

Dia mengatakan, satwa yang dikenal anti poligami ini, memang nyaris punah keberadaannya, selain telurnya acap dimangsa binantang seperti biawak dan elang, manusia juga turut menjadi predator yang mengancam.

"Satwa itu terus diburu, juga telurnya, selain itu, kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia turut menghancurkan tempat maleo bertelur," Kata dia.

Kamp Hungoyono yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bone Bolango, lanjutnya, merupakan tempat terbesar habitat burung Maleo di Gorontalo, di kawasan ini WCS mendirikan empat tempat penangkaran burung maleo untuk mencegah kepunahan.

Dalam sebulan, rata-rata 40 hingga 80 butir telur burung Maleo berhasil diselamatkan dan ditetaskan dalam tempat penangkaran tersebut.

Burung maleo yang juga dikenal sangat pemalu ini ,pada umumnya bertelur di tempat-tempat yang memiliki panas bumi, seperti di tepi pantai, dan di di kawasan yang memiliki energi panas bumi (Geothermal), seperti halnya yang terdapat di Hungoyono.

(KR-SHS/S026)


Sumber : ANTARA News (Kamis, 29 Juli 2010 16:58 WIB)

2010-08-12

Masih Ada Mahoni Gede di Banyuwangi

Banyuwangi (ANTARA News) - Pohon mahoni berdiameter 2,5 meter masih ditemui di kaki Gunung Ijen, Banyuwangi, meski pembalakan liar mengharu biru kawasan itu dalam 20 tahun terakhir.

Dari pengamatan ANTARA, tidak hanya garis tengah yang terbilang langka, tetapi juga jumlahnya cukup banyak, hampir 2.000 pohon berdiameter selebar itu.

Meski berapa kali ditawar oleh beberapa pihak hingga Rp30 juta untuk satu pohon, namun Perkebunan Kalibendo setia untuk tidak menjualnya.

"Kami hanya ingin menghargai mereka yang telah menanam pohon - pohon mahoni yang berusia puluhan tahun tersebut, sehingga sampai kapan pun akan tetap kami pertahankan pohon-pohon yang sudah terbilang langka itu," kata salah seorang pimpinan Perkebunan Kalibendo, Iwan

Selain sebagai pembatas Perkebunan Kalibendo dengan kawasan hutan produksi Perhutani Banyuwangi Barat dan kawasan perkebunan lainnya, mahoni-mahoni besar ini juga berfungsi sebagai pematah angin, penahan erosi dan menjaga sumber mata air.

"Kalau saja kami jual 1.000 pohon dengan harga Rp30 juta per pohon sudah berapa duit yang kami terima, tapi bukan itu tujuan kami mengelola perkebunan ini," kata Iwan. (*)

ANT/E011/AR09


Sumber : ANTARA News (Jumat, 30 Juli 2010 09:41 WIB)

Seekor Beruang Madu Mati Dijerat Warga

Rengat (ANTARA News) - Seekor beruang madu yang diduga dari suaka marga satwa Kerumutan di Kuala Cenaku, Indragiri Hulu, Riau, bernasib malang, mati dijerat oleh warga desa yang merasa terganggu oleh kehadiran hewan langka itu.

Beruang tersebut dijerat dengan menggunakan jerat babi, dan langsung dibunuh oleh warga. Warga beralasan, bahwa beruang tersebut masuk ke dalam perkampungan dan juga berontak saat dijerat.

"Warga dengan terpaksa membunuhnya dengan menggunakan tombak. Memang beruang madu tersebut besar dibandingkan beruang biasanya," kata salah seorang saksi mata, Ahmad, kepada ANTARA, Kamis.

Menurut Ahmad, ia sudah berusaha mencegah warga membunuh beruang itu, namun warga tidak mengindahkannya karena sejak beberapa bulan terakhir ini diganggu oleh beruang.

"Sejak ekspansi yang dilakukan oleh PT Sumatera Riang Lestari (SRL) hingga ke suaka marga satwa Kerumutan, banyak hewan liar seperti harimau dan beruang ke perkampungan warga," jelasnya.

Sekarang beruang tersebut dibawa oleh salah seorang warga yang bernama Ucup, untuk dikuliti. Menurut keterangannya, rencananya kulit tersebut akan dijual oleh warga.

Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau, Trisunu Danis Woro, mengatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti dengan menurunkan tim.

"Seharusnya, warga melaporkannya ke BKSDA setempat. Biar petugas yang akan menangani beruang tersebut jika mengamuk," kata Trisunu.

Menurut dia, seharusnya warga tidak main hakim sendiri, dikarenakan beruang merupakan hewan dilindungi.

"Tindakan ini, melanggar Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 590/Kpts-II/1994 tentang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati," jelasnya.

Disinggung mengenai hewan yang masuk ke perkampungan warganya. Pihaknya akan berupaya untuk menurunkan tim ke lokasi tersebut, untuk menghalau hewan tersebut kembali masuk ke Suaka Marga Satwa Kerumutan.

Humas WWF Riau, Syamsidar mengatakan bahwa Riau merupakan habitat potensial beruang. Terutama beruang madu.

"Selain berpotensial sebagai habitat harimau, Riau juga berpotensial habitat beruang madu. Jadi menyelamatkan harimau, sama juga dengan menyelamatkan hewan lainnya di Riau," ujar dia.

(ANT/S026)


Sumber : ANTARA News (Kamis, 29 Juli 2010 14:00 WIB)

2010-08-11

WWF: Hutan Kalteng Akan Musnah Antara 2012-2016

Palangkaraya (ANTARA News) - WWF Indonesia memprediksikan bahwa hutan Kalimantan Tengah (Kalteng) akan musnah antara tahun 2012-2016 berdasarkan data tutupan hutan kalimantan dari tahun 1900 hingga sekarang dengan menggunakan proyeksi konservatif dan proyeksi pesimistis.

"Proyeksi konservatif atau pengelolaan hutan secara lestari kerusakan hutan dapat ditekan sebesar 781.529 Ha per tahun, apabila terjadinya kesalahan dalam pengelolaan hutan atau proyeksi pesimistis maka hutan akan hilang sebesar 1.240.000 Ha per tahun, jika tutupan hutan Kalteng seluas 8.635.944,854 Ha. maka hutan Kalteng akan hilang antara tahun 2012 - 2016." Kata Koordinator Wilayah WWF-Indonesia Kalteng Rosenda Ch. Kasih, Rabu.

Dia menambahkan, data tutupan lahan yang dikumpulkan dari tahun 1900 tersebut diproyeksikan per 25 tahun, bahkan akhir-akhir ini menjadi per 10 tahun melihat laju kerusakan hutan yang semakin cepat.

Pengelolaan hutan yang salah dapat dilihat dari banyaknya pembukaan lahan tanpa memperhatikan aspek lingkungan, sosial, Budaya dan aspek ekonomi.

Selain pengelolaan hutan yang salah dari sisi kebijakan, hilangnya hutan juga disebabkan oleh kebakaran hutan, pembalakan liar, pertambangan dan pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran.

Carut marutnya pengelolaan hutan juga dikarenakan proses otonomi daerah, adanya otonomi ada beberapa kabupaten-kabupaten mengeksploitasi hutan untuk memenuhi pendapatan asli daerah (PAD).

Untuk menggenjot pendapatan daerah banyak izin-izin perkebunan dan pertambangan berada pada kawasan hutan, hal ini menjadi salah satu penyebab hilangnya hutan. ungkapnya.

Apabila hutan sudah hancur maka akan banyak yang dirugikan khususnya masyarakat yang tergantung pada hasil hutan untuk mata pencaharian, selain itu hutan juga memiliki fungsi penting untuk menahan pelepasan karbon.

Perlu banyak upaya keras dalam melindungi tutupan lahan atau hutan yang masih tersisa dengan regulasi-regulasi atau kebijakan pemerintah dalam mempertahankan hutan.

Selain kebijakan atau regulasi dalam pengelolaan hutan juga diperlukannya perbaikan (rehabilitasi) kembali wilayah hutan yang sudah rusak, penghijauan kembali untuk menyelamatkan emas hijau yang ada di Kalteng.
(ANT237/K004)

Sumber : ANTARA News (Kamis, 29 Juli 2010 01:59 WIB)

Puluhan Gajah Liar Santap Tanaman Siap Panen

Bengkalis (ANTARA News) - Puluhan gajah liar sejak Minggu (25/7) hingga Selasa pagi masih berkeliaran dan menyantap sebahagian tanaman palawija siap panen milik warga kelurahan Balairaja, Kecamatan Pinggir, Bengkalis, Riau.

Pemuka masyarakat Kelurahan Balairaja, Bernan Panjaitan, saat dihubungi ANTARA dari Dumai, Selasa, mengatakan, sejauh ini belum ada laporan tentang konflik frontal antara satwa dilindungi itu dengan komunitas penduduk setempat.

Hanya saja, terang dia, warga yang takut hasil hasil kebunnya disantap dan kebun palawijanya dirusak terus berjaga-jaga sejak siang hingga malam hari.

"Kalau gajah mendekat, mereka mengusirnya agar menjauh dari kebun mereka. Pada siang hari warga mengusirnya dengan meriam bambu, dan kalau malam mereka mengusirnya dengan menyalahkan obor," kata Bernan.

Menurut Bernan, konflik frontal memang tidak ada setelah ditemukannya seekor anak gajah baru lahir yang tewas di belakang komplek PT Kojo, Kelurahan Balairaja akhir pekan lalu.

"Kita mensyukuri hingga kini belum ada warga yang mati dipijak gajah. Karena tidak juga ada solusi terbaik dan penanganan yang betul-betul serius dari pemerintah dan intansi terkait, saya khawatir bakal jatuh korban jiwa suatu saat nanti," paparnya.

Akibat dari gerombolan gajah itu, terang dia, hasil panen berupa sayur, coklat serta kelapa sawit milik warga banyak yang dimakan hewan bongsor itu.

"Tidak hanya itu, sejumlah tanaman petani juga banyak yang rusak hingga tidak sedikit petani di sini menunda rencana panennya," ungkapnya.

Karena khawatir melihat konflik gajah dan manusia berkepanjangan di daerahnya, Bernan mengaku pernah menulis surat kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Menteri Kehutanan maupun Bupati Bengkalis guna minta perhatian yang betul-betul serius. Namun sejauh ini, dikatakan dia, belum ada tanggapan serius.

"Surat itu saya kirim sejak empat bulan lalu. Dan kemarin, sejak gajah-gajah itu masuk kembali ke wilayah perkebunan warga, saya mencoba untuk mengirimkannya kembali," terang dia.

Dalam konflik gajah dan manusia di wilayah itu, dikatakan dia, gajah dan masyarakat merupakan dua makhluk yang berada pada posisi dirugikan.

Gajah yang tak punya habitat lagi terpaksa mencari makan ke kebun penduduk. Dan manusia yang sudah bermukim di kawasan suaka margasatwa Balairaja tak bisa pula diusir begitu saja.

"Mereka telah mengeluarkan uang untuk membeli tanah di tempat itu. Pemerintah daerah pun tak pernah mengusir warga dari atas lahan suaka itu," jelasnya.

Kepala Dinas kehutanan Bengkalis, Ismail sebelumnya sempat menyebutkan bahwa konfli itu tetap ada solusi. Soliusi tersebut menurutnya lebih pada mencari areal pengganti yang layak untuk memindahkan gajah tersebut sehingga memerlukan biaya yang relatif besar dan lahan yang luas.

Di lain pihak, Kepala BKSDA Trisnu Danisworo beberapa waktu lalu justru mengatakan tidak ada alasan untuk memindahkan gajah dari Balairaja karena belum ada kebijakan yang menghapuskan posisi Balairaja sebagai suaka untuk gajah.

(KR-FZR/D009/S026)


Sumber : ANTARA News (Selasa, 27 Juli 2010 14:56 WIB)

2010-08-10

Ada 50 Ribu Orangutan di Kalimantan

Palangkaraya (ANTARA News)- "World Wide Fund for Nature" (WWF) Indonesia, Kalimantan Tengah (Kalteng), memperkirakan masih terdapat sekitar 50 ribu ekor satwa orangutan di pulau terbesar Indonesia, Kalimantan ini.

Koordinator Konservasi WWF Kalteng, Adventus Panda kepada ANTARA di Palangkaraya, Minggu menyebutkan, populasi orangutan itu cukup menyebar tetapi terbesar di Kalteng, khususnya di Taman Nasional (TN) Sebangau sekitar antara 7.000-9.000 individu.

Diketahuinya jumlah satwa itu di TN Sebangau setelah dilakukan survei, baik melalui udara maupun dari pihak WWF sendiri yang melakukan penjelajahan hutan Sebangau untuk mengetahui jumlah sarang-sarang yang ada di pohon. Dengan diketahui jumlah sarang maka bisa diketahui jumlah individu.

Hanya saja keberadaan orangutan di TN Sebangau ini kian terdesak, setelah terus terjadinya penebangan kayu secara liar yang merusak habitatnya, serta akibat kebakaran hutan yang terus menerus dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini.

Mengenai penyebaran satwa itu di Kalimantan/ ia menyebutkan terbagi tiga wilayah, yaitu wilayah Pulau Kalimantan terus ke bagian Utara hingga ke Sabah. Malaysia.

Sebaran kedua Kalteng terus ke bagian Barat, serta bagian Barat hingga ke Serawak. Malaysia.

Sebelumnya. Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalteng, Mega Haryanto mengungkapkan seribu ekor orangutan yang ada di lokasi rehabilitasi di lepas ke alam bebas.

Seribu ekor orangutan tersebut sebagian besar berada di lokasi proyek "Reintroduction Nyaru Menteng", dan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP).

Orangutan itu merupakan hasil penangkapan, penyerahan oleh masyarakat serta perusahaan yang kemudian direhabilitas di dua lokasi wilayah Kalteng ini.

Menurut dia, pelepasan orang utan ke alam bebas tersebut dimaksudkan agar populasi satwa yang dilindungi itu kian bertambah di kemudian hari, mengingat selama ini populasi satwa langka itu terus terjepit akibat dampak berbagai pembangunan.

Dalam upaya melepas orang utan ke alam bebas tersebut, BKSDA bekerja sama dengan sebuah yayasan atau badan penyelamatan orang utan, BOS (The Borneo Orangutan Survival Foundation), baik BOS yang ada di Nyaru Menteng maupun BOS di Mawas.

Sebelum dilakukan pelepasan itu, memang melengkapi berbagai persyaratan teknis, maupun persyaratan medis, mengingat satwa ini juga rentan terserang penyakit seperti tipes, atau tobercolosis (TBC), disamping persyaratan administrasi.

"Sebelum dilepas, binatang itu disehatkan dulu, sehingga ia bisa hidup dengan sehat di alam bebas nanti," tuturnya.

(ANT092/C004)


Sumber : ANTARA News (Minggu, 25 Juli 2010 09:33 WIB)

60 Persen Terumbu Pulau Weh Mati

Banda Aceh (ANTARA News) - Peneliti Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh menyebutkan sekitar 60 persen terumbu karang di Pulau Weh mati karena kenaikan suhu perairan utara Aceh.

"Dari puluhan titik yang kami selami, bisa disimpulkan sekitar 60 persen terumbu karang di perairan Pulau Weh mati akibat pemutihan yang disebabkan kenaikan suhu air laut," kata peneliti peneliti Unsyiah Edi Rudi di Banda Aceh, Sabtu.

Menurutnya, naiknya suhu air laut terjadi karena pemanasan global sehingga terumbu karang stres dan mati perlahan.

Ia mengungkapkan, Pulau Weh memiliki keragaman terumbu karang sampai 400 dari 800 spesies di dunia, bahkan ada empat spesies baru di pulau itu.

"Spesies baru itu diketahui ada sejak dua tahun lalu, namun belum sempat diteliti dan kini mati akibat pemutihan tersebut. Inilah yang kami sesalkan dan kami pun tidak bisa berbuat banyak," katanya.

Ia menambahkan, untuk memulihkan terumbu karang yang mati itu membutuhkan waktu lama, karena selain belum adanya budi daya, larva terumbu karang di perairan Aceh masih mengharapkan hanyut dari Laut Andaman, India.

Nur Fadli, peneliti Unsyiah lainnya mengatakan, dari data satelit diperkirakan luas terumbu karang di perairan Aceh mencapai 35 ribu hektare dan itu hanya di perairan barat selatan Aceh.

"Yang mengalami pemutihan terberat hanya di perairan Pulau Weh, sedangkan terumbu karang di wilayah lainnya, dari Aceh Besar hingga Pulau Banyak, Aceh Singkil masih dalam taraf wajar, berkisar 20 hingga 30 persen," katanya.(*)

KR-HSA/B013/AR09


Sumber : ANTARA News (Sabtu, 31 Juli 2010 20:33 WIB)

2010-08-09

Ekologi NTT Rusak

Kupang (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Daerah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) wilayah Nusa Tenggara Timur Carolus Winfridus Keupung, meminta Gubernur Frans Lebu Raya, agar lebih responsif menyikapi kerusakan ekologi yang berdampak pada kemerosotan kualitas lingkungan.

Akhir-akhir ini Nusa Tenggara Timur menjadi propinsi penyumbang kemerosotan lingkungan yang tinggi di Indonesia, katanya dalam siaran pers di Kupang, Sabtu.

Ia menyebut tumpahan akibat bocornya kilang minyak Montara-Australia yang mengancam biota laut wilayah ini, penambangan (emas, mangan, marmer, biji besi, batu bara) yang hampir terjadi di semua kabupaten di NTT, menjadi contoh dan bukti kemerosostan kualitas lingkungan.

"NTT hanya memikirkan nilai ekonomis dan pemikiran ini belum tentu benar karena banyak kabupaten yang ada tambang di Indonesia justru miskin dan tidak memikirkan keselamatan lingkungan," katanya.

Walhi menilai NTT berpaling dari kesadaran masyarakat dunia tentang pentingnya lingkungan. Pemerintah provinsi NTT seakan tidak menyadari kalau bumi NTT terdiri dari pulau-pulau kecil, yang tidak layak ditambang, katanya.

Dalam situasi seperti ini, masyarakat masih memiliki harapan ketika Gubernur Lebu Raya menerima kedatangan staf ahli Presiden RI berkaitan dengan investigasi perkiraan kerugian akibat pencemaran Laut Timor, dampak ledakan kilang minyak milik perusahaan Australia, Montara.

Harapan yang diinginkan adalah dalam pertemuan itu gubernur pasti menyebutkan nilai kerugian yang diderita, baik berkaitan dengan kerusakan biota laut dan terumbu karang atau kerugian yang diderita para nelayan di Rote, Timor Tengah Selatan, Sabu, Alor yang menyandarkan hidupnya dari berbagai aktivitas di Laut Timor.
(ANT/A024)


Sumber : ANTARA News (Sabtu, 31 Juli 2010 09:10 WIB)

Boediono: Komitmen Hapus Emisi Gas 26 Persen

Denpasar (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono mengatakan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus emisi karbon dioksida sebesar 26 pesen pada tahun 2020.

"Untuk mewujudkan komitmen itu berbagai upaya kita telah lakukan, di antaranya melakukan konservasi hutan dan lingkungannya," katanya di Sanur, Bali, Rabu.

Pada acara pembukaan konferensi internasional "Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) 2010", ia juga mengatakan, kebijakan pemerintah lebih memprioritaskan ketahanan pangan dan energi dalam upaya menghadapi perubahan iklim tersebut.

Oleh karena itu, kata Boediono, kelestarian lingkungan alam harus dijaga, termasuk juga keseimbangan antara konservasi dan eksploitasi.

"Kita telah melakukan perjanjian kerja sama dengan Norwegia dalam hal konservasi hutan dan habitatnya," ucap Wapres.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Lukman Hakim mengatakan, pertemuan ini diharapkan dapat membuat Indonesia lebih berperan dalam masalah keragaman hayati di tingkat internasional.

Deklarasi yang akan dihasilkan dalam pertemuan itu akan menjadi masukan bagi berbagai konvensi internasional yang ujungnya akan menjadi acuan bagi setiap negara dalam membuat undang-undang ataupun peraturan di negara masing-masing.

Selama ini, negara-negara yang tidak mempunyai biodiversity, seperti negara di Eropa, malah lebih dominan dalam hal ini," katanya.

Dikatakan, berbagai temuan dari hasil riset yang telah dilakukan diharapkan dapat menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan.

"Kami ingin pengetahuan maupun penelitian dan kebijakan itu tidak berjauhan," ucapnya.

Sementara itu Panitia Pengarah ATBC 2010 Adi Basukriadi mengatakan, pertemuan tahunan diikuti 900 peserta dari 60 negara di dunia.

Sejumlah besar ilmuwan, aktivis dan pemerhati lingkungan sedunia, terutama yang fokus pada masalah konservasi dan keanekaragaman hayati juga hadir.

ATBC adalah organisasi profesi terbesar dan tertua di dunia di bidang biologi dan pelestarian alam tropika. Sejumlah narasumber yang berkompeten di bidangnya menjadi pembicara.

Di antaranya Michael Donoghue, profesor dari Departemen Ekologi dan Biologi Evolusi Universitas Yale, Amerika Serikat.

Sementara pembicara inti lainnya adalah Charlie Veron, mantan kepala Saintist Australian Intitute of Marine Sciences dan Kathy MacKinnon, mantan Lead Biodiversity Specialist in the Environment Departement of World Bank.(*)

(T.I020/R009)


Sumber : ANTARA News (Rabu, 21 Juli 2010 19:42 WIB)

2010-08-08

WWF: Musim Tak Menentu Pertanda Iklim Rusak

Palangkaraya (ANTARA News) - WWF Indonesia menilai sekarang ini perubahan iklim global kian terasa ditandai dengan tidak menentunya perputaran musim hujan maupun musim kemarau.

"Sekarang ini akhir Juli seharusnya sudah kemarau, tetapi nyatanya di mana-mana masih hujan, bahkan kota Jakarta pun kemarin diguyur hujan lebat, ini pertanda iklim sudah berubah," Iwan Wibisono dari WWF Indonesia, di Palangkaraya, Selasa.

Selaku pembicara pada acara semiloka jurnalis mengenai penurunan emesi hutan Kalimantan, khususnya Taman nasional Sebangau, ia menyebutkan bukan hanya musim yang tidak menentu tetapi perubahan iklim global itu ditandai dengan kian banyaknya musibah akibat cuaca.

"Dulu di pulau Jawa hampir jarang diterjang angin ribut yang disebut puting beliung, tetapi sekarang bencana itu seringkali menimpa wilayah itu, padahal kawasan Pulau Jawa bukanlah dikatakan sebagai wilayah yang terbuka," katanya.

Kasus bencana puting beliung itu terdengar dimana-mana, yang menandakan cuaca sudah tidak ramah lagi dan itu pertanda adanya sesuatu mengenai iklim dunia.

Belum lagi bencana banjir, bencana tanah longsor, dan bencana kebakaran hutan dan semak belukar dan asap dimusim kemarau semuanya menandakan hal itu.

Dunia memang kian panas, ditandai mencairnya gumpalan gumpalan es, permukaan air laut terus meningkat beberapa kepulauan di dunia sudah banyak yang hilang, bahkan ancaman pemanasan global itu akan memusnahkan beberapa buah negara kepulauan.

Kepala Negara Maladewa, berulangkali mengutarakan kekhawatirannya mengenai peningkatan air laut, dan diperkirakan kedepan negara itu akan tenggelam bila tidak ada tindakan nyata dalam mengurangi tingkat pemanasan global ini.

Bahkan beberapa negara kepulauan lainnya, seperti Fiji juga mengusulkan ke semua pihak agar meanggarkan dana bagi penyelamatan bumi ini dari bencana pemanasan global.

Negara kepulauan itu, kini sudah pula menjajaki berbagai negara lain, bila ternyata air laut terus naik dan mereka terpaksa eksodus mencari tempat yang aman dari bencana tersebut.

Pemanasan global memang begitu mengerikan, bukan hanya cuaca yang kian panas yang membuat manusia tidak nyaman, tetapi dampak lainnya sangat besar, umapamanya akan terjadi kekurangan pangan dimana tanaman pertanian tidak bisa lagi tumbuh subur menghasilkan produk pangan.

Kekeringan yang menimbulkan kerusakan sumber daya air minum juga akan menjadi masalah besar, disamping dampak-dampak lain,

Tak ada pilihan lain sekarang ini, bagaimana menyelamtkan dunia dari dampak pemanasan itu, tentu dengan cara mengurangi tingkat emesi karbon ke atmosfir.

Menurut Iwan Wibisono ada dua tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah kian meningkatnya pemanasan global itu.

Pertama, katanya melalui mitigasi yaitu menurunkan dampak pemanasan global denga cara mengurangi emesi dan penyerapan gas rumah kaca, yang kedua adalah tindakan adaptasi.

Tindakan adaptasi ini adalah langkah untuk mengurangi kerentanan alam dan manusia terhadap dampak perubahan iklim, demikian Iwan Wibisono.
(ANT/A024)


Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 11:45 WIB)

Mahasiswi Unair Ciptakan Plastik Ramah Lingkungan

Surabaya (ANTARA News) - Humaira (21), mahasiswi jurusan kimia, fakultas sains dan teknologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, menciptakan plastik ramah lingkungan yang mudah terurai oleh tanah dalam waktu sepekan.

Ini dilakukan karena plastik yang sudah terpakai kerap menimbulkan pencemaran lingkungan karena menumpuknya sampah terlalu lama, sehingga rawan bencana banjir.

"Plastik yang biasanya menumpuk dan mencemari lingkungan hingga bertahun-tahun dapat terdegradasi atau terurai dengan tanah hanya dalam kurun waktu kurang dari satu minggu," ujar gadis kelahiran Jombang tersebut, Selasa.

Ia menjelaskan, plastik sintetis merupakan bahan pengemas makanan yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, berasal dari bahan - bahan sintesis seperti "selulosa asetat", "polietilen", "polipropilen", "poliamida", "poliester", "polivinil klorida" (PVC), "polivinil asetat" dan "aluminium foil".

Plastik yang dibuat dari bahan-bahan tersebut bersifat non "biodegradable" atau tidak dapat diuraikan secara alami oleh mikroorganisme di dalam tanah.

Tidak hanya itu saja, biasanya plastik sintetis ditambahkan bahan pelembut ("plasticizer") agar tidak kaku dan tidak mudah rapuh. Bahan pelembut ini, sebagian besar terdiri atas senyawa golongan "ftalat" (ester turunan dari asam ftalat).

"Padahal, penggunaan `plasticizers` seperti PCB dan DEHA dapat menimbulkan kematian jaringan dan bersifat karsinogenik pada manusia," ucapnya mengungkapkan.

Ia mengungkapkan, penelitiannya kali ini memberikan terobosan alternatif melalui pengembangan plastik "biodegradabel" yang mudah didegradasi oleh mikroorganisme dalam tanah dan "renewable" (terbarukan).

Lebih lanjut dia mengemukakan, bahan yang digunakan untuk pembuatan plastik biodegradabel ini antara lain pati lidah buaya, kitosan, dengan gliserol sebagai "plasticizer".

"Lidah buaya mengandung `polisakarida` yang dapat membentuk lapisan film plastik yang memiliki sifat antibakteri, sedangkan kitosan mengandung protein untuk memperkuat sifat mekanika atau kekuatan plastik, serta gliserol sebagai `plasticizer` yang ramah lingkungan untuk memberikan kelenturan atau elastisitas pada plastik," tukas alumnus SMA Negeri 2 Jombang tersebut.

Oleh karena itu, plastik biodegradabel dari lidah buaya ini memiliki keunggulan yaitu bersifat antibakteri dan mudah didegradasi oleh mikroorganisme dalam tanah, paparnya.

Humairah juga mengatakan, plastik dari pati lidah buaya-kitosan dibuat dengan variasi konsentrasi kitosan tiga persen, empat persen, lima persen, enam persen, dan tujuh persen (b/v). Sedangkan konsentrasi lidah buaya dan gliserol dibuat tetap yaitu lima persen (b/v) dan 10 mililiter.

Tentang metode, ia menerangkan, metode yang digunakan dalam sintesis plastik dari lidah buaya-kitosan, yakni "inverse fasa" dengan penguapan pelarut pada temperatur 60 derajat celcius.

"Untuk karakterisasi plastik ini meliputi pengukuran ketebalan, uji sifat mekanik, uji `swelling`, penentuan morfologi dan uji sifat `biodegradable`," paparnya.

Dari hasil penelitian, kata dia, diperoleh nilai daya tarik prosentase pemanjangan film plastik dan modulus yang optimal pada komposisi pati lidah buaya dan kitosan 5 persen dibanding 7 persen (b/v), yaitu masing-masing 461,538 MPa, 6,2 persen, dan 744,416 MPa.

"Prosentase penggembungan (`swelling`) yang optimal diperoleh pada komposisi plastik antara pati lidah buaya-kitosan lima persen dibanding empat persen (b/v), dengan nilai 12,5 persen. Disamping itu, berdasarkan hasil `Scanning Electron Microscopy` (SEM), dihasilkan morfologi film plastik yang rata dan tidak berongga," tutur Humaira menjelaskan.

Sehingga, dalam uji biodegradable terhadap plastik dari lidah buaya-kitosan dengan menggunakan bakteri EM4 menunjukkan bahwa film plastik terdegradasi dalam waktu sepekan saja.

(ANT/A024)


Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 09:37 WIB)

Gletser Himalaya Menyusut

Jakarta (ANTARA News) - Ketika pendaki legendaris Inggris George Mallory mengambil gambarnya pada 1921 mengenai wajah utara Mount Everest, gletser perkasa yang berbentuk sungai itu dan berkelok-kelok di bawah kaki tampaknya abadi.

Setelah beberapa dasawarsa polusi dan belakangan pemanasan global, pendaki gunung modern David Breashears telah kembali mengambil gambar di tempat yang sama, dan membuktikan kenyataan yang mengkhawatirkan.

Bukan mendapatkan gambar lapisan es putih yang keras dan berbentuk S seperti yang disaksikan oleh Mallory sebelum ia meninggal di Mount Everest, yang ditaklukkannya, Main Rongbuk Glacier saat ini menyusut dan merana.

Gelombang beku puncak es --banyak di antaranya seukuran gedung kantor-- memang masih ada. Tetapi semuanya jauh lebih sedikit, lebih rendah dan berada di jalur sempit.

Breashears, yang membandingkan semua gambar yang sangat cocok, memastikan bahwa ukuran Rongbuk Glacier telah berkurang 97 meter.

"Angka pencairan di wilayah tengah dan timur Himalaya ini sangat luas dan dan menghancurkan," kata Breashears, Rabu (14/7), di Asia Society, New York, yang menjadi tuan rumah pameran tersebut. 13 Juli - 15 Agustus. Kegiatan itu dapat dilihat di http://sites.asiasociety.org/riversofice.

Di tengah perdebatan sengit politik mengenai penyebab dan kenyataan pemanasan global, Breashears berbicara benar-benar dari lapangan.

Ia mengikuti jejak tiga juru kamera-pendaki gunung terdahulu: Mallory, pelopor pemetaan kelahiran Kanada Edward Wheeler, dan Vittorio Sella dari Italia. Hasil kerja mereka merentang dari Abad 19 sampai Abad 20.

Hasilnya adalah serangkaian gambar masa-lalu-dan-sekarang dari Tibet, Nepal dan di dekat K2 di Pakistan, yang memperlihatkan tujuh gletser menyusut --bukan hanya jauh berkurang, tapi dalam satu kasus telah lumat jadi danau.

"Jika ini bukan bukti mengenai gletser yang menghadapi kemerosotan serius, aku tak tahu apa ini," kata Breashears, yang berbicara lembut.

Lebih dari ancaman
Gletser yang mencair tersebut menjadi lebih dari sekedar ancaman bagi "keharmonisan dasar" yang dulu digambarkan oleh Mallory ia temukan di puncak-puncak indah itu.

Gletser Himalaya adalah cadangan es terbesar ketiga setelah kutub Utara dan Selatan, dan es yang mencair setiap musim adalah sumber penting bagi berbagai sungai besar di Asia, termasuk Gangga, Indus, Mekong, dan Sungai Kuning.

Ahli China di Asia Society Orville Schell menggambarkan Nepal sebagai "semacam markas bagi pengairan seluruh Asia".

Akibatnya ialah pencairan cepat memicu "dampak air terjun bagi semua aliran ke muara, baik itu hewan, tanaman, sungai, pertanian dan bahkan manusia," kata Orville sebagaimana dilaporkan wartawan AFP, Sebastian Smith.

Kondisi saling terkait itu juga bekerja dengan cara lain: kemerosotan dari awan kabut tebal di atas pusat permukiman Asia mengotori gletser yang tampaknya terpencil, sehingga mempercepat kehancurannya.

"Jelaga karbon hitam ini kemudian mengubah gletser jadi sejenis pengumpul sinar Matahari. Bukannya memantulkan panas kembali ke luar atmosfir ke antariksa, semua itu malah menyerapnya," kata Schell.

Penanganan masalah tersebut memerlukan data dan itu terbukti sulit diperoleh, kata Sayid Iqbal Hasnain, ahli gletser utama India yang menghadiri pembukaan "Rivers of Ice" itu.

Hasnain mengetahui secara langsung mengenai kesulitan dalam masalah tersebut.

Ia mengatakan bahwa ia dikutip secara keliru oleh satu majalah yang menyatakan gletser Himalaya dapat hilang paling lambat pada 2035, prospek yang mengerikan tapi tak berdasar yang mengakibatkan kegemparan setelah pernyataan itu menyusup ke laporan perubahan iklim PBB awal tahun ini.

Hasnain terutama mengeluhkan rumitnya membawa pemerintah dan ilmuwan dari India, Pakistan, China dan Tibet untuk bekerja sama di wilayah perbatasan mereka --yang seringkali jadi wilayah sengketa.

"Kita mesti mengetahui berapa banyak gletser yang menyusut," kata Hasnain. "Tetapi ada masalah keamanan. NASA ingin melakukan penelitian udara tapi pemerintah India mengatakan `tak boleh` ... India sangat ragu dan mereka tak mau berbagi data."

Breashears mengatakan ekspedisi pendakian dan pengambilan fotonya berbahaya dan melelahkan karena ia mencari tempat yang menguntungkan yang digunakan lebih dari setengah abad lalu.

Satu gletser di dekat K2 memerlukan tiga pendakian setinggi 6.000 kaki sebelum ia menemukan pemandangan yang sama dengan yang dinikmati oleh Sella bertahun-tahun sebelumnya.

"Kami benar-benar terpana dengan orang yang pernah sampai ke sana," kata Breashears.

Generasi mendatang takkan menghadapi kesulitan yang sama sebab Breashears mencatat setiap koordinat GPS masing-masing tempat itu.(C003/Z002)


Sumber : ANTARA News (Senin, 19 Juli 2010 20:09 WIB)

2010-08-07

Malaysia Kagumi Cagar Biosfer Siak Kecil

Bengkalis (ANTARA News) - Pemerintah Malaysia mengaku kagum dengan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (CBGSK-BB) di Kabupaten Bengkalis, Riau, dan menginginkan ada cagar serupa di negaranya.

Seorang pengamat lingkungan dari Malaysia, Dr Jamili Nais, Jumat mengatakan, CBGSK-BB merupakan sesuatu yang langka dan memiliki kesan biosfer yang berbeda sehingga perlu untuk dikembangkan di Malaysia.

"Saya dengan 12 orang tim ilmuwan dari pemerintah Malaysia kemarin (Kamis 8/7-Red) berkunjung ke Indonesia untuk melihat secara langsung keberadaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (CBGSK-BB) dan berencana akan kami kembangkan di Malaysia," paparnya.

Dia mengatakan,12 tim ilmuan dan pemerintahan itu terdiri dari Wakil Menteri Tourism, dua orang Culture and Enviroment Malaysia, enam orang bupati dan tiga wakil bupati serta JICA.

"Kunjungan kami kemarin diterima langsung oleh Direktur Enviroment and Stakeholder Relations Sinarmas Forestrry Conecio Munoz, Indonesia," ungkapnya.

Selain itu, terang Jamili, Manajer proyek GSK-BB Yuyu Arlan dan Manager Asistance Public Relations PT Aarara Abadi/PT IKPP Sinarmas Forestry Nurul Huda, serta Direktur Program MAB Indonesia Dr Purwanto dari LIPI Pusat Jakarta juga turut hadir.

"Kami sangat senang hati karena telah disambut baik dengan pemerintahan Indonesia dan diberi izin untuk melihat langsung Cagar Biosfer Siak Kecil. Apa yang kami dapat semalam akan kami pelajari dan kami kembangkankan di negeri kami," ucapnya.

Manager Asistance Public Relations PT Aarara Abadi/PT IKPP Sinarmas Forestry Nurul Huda pada kesempatan terpisah menerangkan, rombongan ilmuan Malyasia tiba di Pekanbaru Rabu (7/7).

Sebelum ke lokasi CBGSK-BB, mereka terlebih dahulu melakukan pertemuan dengan Pemprov Riau di Kantor Bapeda Riau, Pekanbaru, untuk berkoordinasi dan mendapatkan penjelasan serta masukan dari Pemprov tentang keberadaan CB GSK-BB.

Usai beramah tamah dengan Pemprov Riau, ujar Nurul, rombongan melakukan perjalanan ke salah satu kawasan CBGSK-BB yang berada di kawasan humus, yang merupakan salah satu areal konsesi perusahaan grup Sinarmas Forestry di Bukit Batu.

Kunjungan tim ilmuwan dan Pemerintah Malaysia ini menurut Nurul merupakan suatu kebangggan bagi Sinarmas khususnya dan Pemprov Riau sejak ditetapkannya CB GSK-BB menjadi salah satu dari 560 jaringan Kawasan Cagar Biosfer di 109 negara di dunia.

Penetapan itu diputuskan pada Sidang ke-21 International Co-ordinating Council of the Man And the Biosphere programme (ICC/MAB) - UNESCO di Jeju, Korea Selatan, 26 Mei 2009.

(ANT/S026)


Sumber : ANTARA News (Jumat, 9 Juli 2010 15:16 WIB)

Walhi: Pulau Kecil di Dunia Terancam Tenggelam

Jakarta (ANTARA News) - Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Ali Akbar mengatakan, beberapa pulau kecil di dunia termasuk beberapa pulau di Indonesia terancam tenggelam.

"Jika kita tidak dapat mengatasi dampak pemanasan global dari sekarang, tidak tertutup kemungkinan beberapa pulau akan hilang terendam," katanya dalam acara diskusi yang bertema "Carbon Trading, Siapa Untung?" di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, salah satu penyebab pemanasan global adalah banyaknya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang terperangkap di atmosfer sehingga menyebabkan pemanasan suhu bumi.

Menurut data Second National Communication 2009, paparnya, penyumbang emisi GRK paling besar berasal dari sektor "Land Use Change Forest" (LUCF) atau perubahan penggunaan lahanhutan sebesar 1.060.766 giga gram karbon.

"Akibatnya saat ini suhu bumi naik dari 0,6 derajat Celcius hingga 1 derajat Celcius," kata Ali.

Namun, lanjutnya, jika keadaan tersebut masih terus berjalan tanpa diambilnya sebuah tindakan maka kemungkinan pada tahun 2020 akan ada 2,95 ton emisi terlepas.

"Maka suhu bumi akan naik sebesar 2 derajat Celcius dan permukaan laut akan naik menyebabkan banyak pulau-pulau akan terendam," jelasnya.

Ia menilai, masyarakat terutama di negara maju sebagai penyumbang emisi terbesar di dunia untuk sedikit menahan nafsunya dalam menggunakan barang-barang yang dapat melepaskan emisi ke atmosfer.

Dalam acara tersebut juga hadir Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ali Masykur Musa yang menyampaikan tanggapannya seputar perdagangan karbon yang merupakan salah satu isi Protokol Kyoto. (PSO-006/K004)


Sumber : ANTARA News (Jumat, 16 Juli 2010 01:00 WIB)

August 2010 KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Advanture

Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org