Bandarlampung (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup wilayah Lampung menyatakan, pemerintah dapat melakukan upaya lain untuk menjaga kelestarian Taman Nasional Way Kambas (TNWK), tanpa harus mengusir masyarakat yang tinggal di dalam kawasan.
"Pengusiran dan pengosongan TNWK yang dilakukan pemerintah saat ini memiliki dampak sosial yang terlalu luas, karena sebenarnya para nelayan yang rumahnya dihancurkan itu dapat diberdayakan untuk menjaga kelestarian alam di kawasan konservasi itu," kata Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Hendrawan, di Bandarlampung, Selasa.
Dia membenarkan, berdasarkan UU no 5 tahun 1990 bahwa kawasan taman nasional adalah kawasan terlarang untuk ditinggali, namun pemerintah juga perlu melihat dampak sosial dari pengosongan tersebut.
"Dampak sosialnya terlalu banyak, karena mereka pasti akan kembali untuk menetap di sana," kata dia.
Menurut dia, seandainya masyarakat di empat desa tersebut diberdayakan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di dalam kawasan TNWK, maka pemerintah dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan biaya yang lebih murah.
Hal yang sama juga dinyatakan penggiat lingkungan lainnya, Program Officer Southern Sumatra Heifer Indonesia, Rama Zakaria.
Menurut dia, para nelayan di TNWK yang saat ini sedang ditertibkan, tidak memiliki dasar keterampilan berkebun dan bercocok tanam, sehingga kecil kemungkinan akan melakukan pengrusakan.
"Terlalu berlebihan apabila alasan penertiban adalah mencegah mereka melakukan pengrusakan di TNWK, karena setahu saya mereka sudah di sana sejak 1957-an, dan tidak melakukan pengrusakan," kata dia.
Senada dengan Hendrawan, Rama juga menyatakan keberadaan mereka di TNWK dapat membantu pemerintah untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di sepanjang pantai timur Sumatra.
"Tinggal pemerintah melakukan pembinaan saja, dan mereka bisa membantu penyelamatan lingkungan," kata dia.
Sejak 15 Juli 2010 lalu, petugas gabungan dari polisi kehutanan, aparat kepolisian, dan sejumlah LSM lingkungan melakukan penertiban terhadap empat kampung ilegal nelayan di wilayah Taman Nasional Way Kambas.
Empat perkampungan yang ditertibkan adalah wilayah Kuala Kambas, Sekapuk, Wako Gubuk dan Wako Kali, semuanya terletak di tepi Pantai Timur Sumatra.
Sebagian besar rumah yang berdiri di perkampungan itu adalah rumah semi permanen, yang digunakan para nelayan yang mencari ikan di sekitar laut tersebut.
Awalnya, jumlah penghuni di kawasan tersebut sebanyak 500 orang, namun sebagian memilih meninggalkan lokasi secara sukarela pascasosialisasi pada Januari 2010.
Balai Besar Taman Nasional Way Kambas memberi batas waktu pengosongan areal tersebut hingga April 2010.
Penertiban tersebut menjadi bulan-bulanan media lokal setempat, karena dianggap tidak mengidahkan nilai-nilai kemanusiaan terhadap para penghuni yang gubuknya dihancurkan.
(T.ANT-046/P003)
Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 14:31 WIB)
"Pengusiran dan pengosongan TNWK yang dilakukan pemerintah saat ini memiliki dampak sosial yang terlalu luas, karena sebenarnya para nelayan yang rumahnya dihancurkan itu dapat diberdayakan untuk menjaga kelestarian alam di kawasan konservasi itu," kata Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Hendrawan, di Bandarlampung, Selasa.
Dia membenarkan, berdasarkan UU no 5 tahun 1990 bahwa kawasan taman nasional adalah kawasan terlarang untuk ditinggali, namun pemerintah juga perlu melihat dampak sosial dari pengosongan tersebut.
"Dampak sosialnya terlalu banyak, karena mereka pasti akan kembali untuk menetap di sana," kata dia.
Menurut dia, seandainya masyarakat di empat desa tersebut diberdayakan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di dalam kawasan TNWK, maka pemerintah dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan biaya yang lebih murah.
Hal yang sama juga dinyatakan penggiat lingkungan lainnya, Program Officer Southern Sumatra Heifer Indonesia, Rama Zakaria.
Menurut dia, para nelayan di TNWK yang saat ini sedang ditertibkan, tidak memiliki dasar keterampilan berkebun dan bercocok tanam, sehingga kecil kemungkinan akan melakukan pengrusakan.
"Terlalu berlebihan apabila alasan penertiban adalah mencegah mereka melakukan pengrusakan di TNWK, karena setahu saya mereka sudah di sana sejak 1957-an, dan tidak melakukan pengrusakan," kata dia.
Senada dengan Hendrawan, Rama juga menyatakan keberadaan mereka di TNWK dapat membantu pemerintah untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di sepanjang pantai timur Sumatra.
"Tinggal pemerintah melakukan pembinaan saja, dan mereka bisa membantu penyelamatan lingkungan," kata dia.
Sejak 15 Juli 2010 lalu, petugas gabungan dari polisi kehutanan, aparat kepolisian, dan sejumlah LSM lingkungan melakukan penertiban terhadap empat kampung ilegal nelayan di wilayah Taman Nasional Way Kambas.
Empat perkampungan yang ditertibkan adalah wilayah Kuala Kambas, Sekapuk, Wako Gubuk dan Wako Kali, semuanya terletak di tepi Pantai Timur Sumatra.
Sebagian besar rumah yang berdiri di perkampungan itu adalah rumah semi permanen, yang digunakan para nelayan yang mencari ikan di sekitar laut tersebut.
Awalnya, jumlah penghuni di kawasan tersebut sebanyak 500 orang, namun sebagian memilih meninggalkan lokasi secara sukarela pascasosialisasi pada Januari 2010.
Balai Besar Taman Nasional Way Kambas memberi batas waktu pengosongan areal tersebut hingga April 2010.
Penertiban tersebut menjadi bulan-bulanan media lokal setempat, karena dianggap tidak mengidahkan nilai-nilai kemanusiaan terhadap para penghuni yang gubuknya dihancurkan.
(T.ANT-046/P003)
Sumber : ANTARA News (Selasa, 20 Juli 2010 14:31 WIB)