Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RUU PPLH) dalam salah satu pasalnya menyebutkan, pejabat publik yang terbukti merusak lingkungan dapat dikenai pidana penjara setahun dan denda Rp1 miliar.
"RUU ini lebih progresif dibanding UU Lingkungan Hidup saat ini," kata juru bicara fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Tamam Achdi saat membacakan pendapat mini fraksinya mengenai RUU PPLH dalam raker Komisi VII, di Jakarta, Selasa.
Sebutan progresif itu ditujukan pada pasal-pasal yang menjerat pejabat publik yang terbukti melakukan perusakan lingkungan, yang tertuang dalam RUU dan tidak terdapat dalam UULH saat ini.
"Dengan RUU PPLH diharapkan dapat meningkatkan pemantauan mutu lingkungan hidup," katanya dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan agenda pengesahan draf final RUU PPLH oleh fraksi-fraksi untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI pada 8 September.
Juru bicara fraksi Bintang Pelopor Demokrasi Nizar Dahlan menjelaskan, pejabat publik yang dimaksudkan dalam RUU PPLH adalah pejabat pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang mengeluarkan ijin untuk pemanfaatan sumber daya alam, dan pada kemudian hari terbukti kebijakan itu mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Pada akhir kesimpulan raker komisi VII DPR RI yang dipimpin Sutan Bhatoegana, sepuluh fraksi setuju dan mengesahkan draf akhir RUU PPLH untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR yang direncanakan digelar pada Selasa (8/9).
Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg-LH) Rachmat Witoelar dalam raker tersebut mengatakan, RUU PPLH tersebut mewajibkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan.
Dia mengatakan, adanya pasal represif pada RUU PPLH bagi pelaku pencemaran dan perusak lingkungan hidup untuk menimbulkan efek jera dan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
MenegLH mengatakan hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan jaminan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya sesuai pasal 28 H UUD 1945.
Ditemui usai raker, Rachmat mengatakan, dengan undang-undang PPLH nantinya bila disahkan akan menjadikan pejabat publik harus hati-hati dan bertanggung jawab terhadap ijin pemanfaatan sumber daya alam yang dikeluarkan.
"Karena pemberian ijin tersebut bisa menjadi awal sumber kecurangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan," katanya.
Sedangkan Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup Arief Yuwono mengatakan, pasal tentang pejabat publik tersebut merupakan perkembangan baru dalam pembahasan tingkat pertama draf RUU PPLH pada Komisi VII DPR RI.
"Pasal tersebut menyebutkan bila pejabat publik yang berwenang dengan sengaja melakukan tindakan yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup dapat dipidana setahun dan didenda Rp1 miliar," tambahnya.(*)
Sumber: ANTARA News (Selasa, 1 September 2009 20:23 WIB)
"RUU ini lebih progresif dibanding UU Lingkungan Hidup saat ini," kata juru bicara fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Tamam Achdi saat membacakan pendapat mini fraksinya mengenai RUU PPLH dalam raker Komisi VII, di Jakarta, Selasa.
Sebutan progresif itu ditujukan pada pasal-pasal yang menjerat pejabat publik yang terbukti melakukan perusakan lingkungan, yang tertuang dalam RUU dan tidak terdapat dalam UULH saat ini.
"Dengan RUU PPLH diharapkan dapat meningkatkan pemantauan mutu lingkungan hidup," katanya dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan agenda pengesahan draf final RUU PPLH oleh fraksi-fraksi untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI pada 8 September.
Juru bicara fraksi Bintang Pelopor Demokrasi Nizar Dahlan menjelaskan, pejabat publik yang dimaksudkan dalam RUU PPLH adalah pejabat pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang mengeluarkan ijin untuk pemanfaatan sumber daya alam, dan pada kemudian hari terbukti kebijakan itu mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Pada akhir kesimpulan raker komisi VII DPR RI yang dipimpin Sutan Bhatoegana, sepuluh fraksi setuju dan mengesahkan draf akhir RUU PPLH untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR yang direncanakan digelar pada Selasa (8/9).
Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg-LH) Rachmat Witoelar dalam raker tersebut mengatakan, RUU PPLH tersebut mewajibkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan.
Dia mengatakan, adanya pasal represif pada RUU PPLH bagi pelaku pencemaran dan perusak lingkungan hidup untuk menimbulkan efek jera dan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
MenegLH mengatakan hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan jaminan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya sesuai pasal 28 H UUD 1945.
Ditemui usai raker, Rachmat mengatakan, dengan undang-undang PPLH nantinya bila disahkan akan menjadikan pejabat publik harus hati-hati dan bertanggung jawab terhadap ijin pemanfaatan sumber daya alam yang dikeluarkan.
"Karena pemberian ijin tersebut bisa menjadi awal sumber kecurangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan," katanya.
Sedangkan Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup Arief Yuwono mengatakan, pasal tentang pejabat publik tersebut merupakan perkembangan baru dalam pembahasan tingkat pertama draf RUU PPLH pada Komisi VII DPR RI.
"Pasal tersebut menyebutkan bila pejabat publik yang berwenang dengan sengaja melakukan tindakan yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup dapat dipidana setahun dan didenda Rp1 miliar," tambahnya.(*)
Sumber: ANTARA News (Selasa, 1 September 2009 20:23 WIB)