Bengkulu (ANTARA News) - Kerusakan kawasan hutan di Provinsi Bengkulu mencapai 300 ribu hektare (ha) dari total luas kawasan 920 ribu hektare. "Data ini juga kami dapatkan dari citra satelit pada tahun 2005 lalu yang artinya kerusakan saat ini jauh lebih luas," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Khairil Burhan, Kamis.
Kerusakan hutan di Bengkulu sebagian besar diakibatkan perambahan liar oleh masyarakat dan penebangan kayu secara liar atau illegal logging.
Untuk kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas, sebagian besar dirambah untuk ditanami sawit, sedangkan di Hutan Lindung diganti menjadi tanaman sawit.
"Karena hutan produksi terbatas sebagian besar memang berada di wilayah pesisir sehingga tanaman yang sesuai adalah sawit sedangkan hutan lindung banyak terdapat di dataran tinggi yang sudah diganti menjadi tanaman kopi," jelasnya.
Untuk mengatasi perambahan liar dan penebangan liar, Dinas Kehutanan akan membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang fokus pada perlindungan hutan.
Perlindungan kawasan dengan UPTD tersebut diharapkan bisa menanggulangi kerusakan kawasan hutan karena badan bentukan ini akan fokus pada perlindungan kawasan hutan.
Selain itu, terhadap kawasan hutan yang sudah terlanjur dirambah masih diberikan izin pengelolaan dengan sistem Hutan Kemasyarakatan (HKm).
"Masyarakat tetap bisa mengelola kawasan itu dengan sistem Hkm dimana masyarakat harus menanami kembali hutan yang sudah dibuka dengan tanaman produktif tapi tidak bisa ditebang," katanya.
Pada tahun 2010 ini, Dishut mengusulkan 8.000 ha kawasan hutan yang sudah dirambah menjadi Hkm dengan anggaran yang diusulkan mencapai Rp70 miliar.
Pihaknya sudah sudah menyampaikan usulan tersebut ke Kementerian Kehutanan untuk dibahas dalam APBN perubahan 2010 nanti.
Kawasan hutan ini sudah dirambah jadi sesuai dengan Permenhut No 37 tahun 2007 tentang Hutan Kemasyarakan, dengan arti lain masyarakat bisa mengelola.(K-RNI/A038)
Sumber: ANTARA News (Kamis, 11 Pebruari 2010 18:13 WIB)
Kerusakan hutan di Bengkulu sebagian besar diakibatkan perambahan liar oleh masyarakat dan penebangan kayu secara liar atau illegal logging.
Untuk kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas, sebagian besar dirambah untuk ditanami sawit, sedangkan di Hutan Lindung diganti menjadi tanaman sawit.
"Karena hutan produksi terbatas sebagian besar memang berada di wilayah pesisir sehingga tanaman yang sesuai adalah sawit sedangkan hutan lindung banyak terdapat di dataran tinggi yang sudah diganti menjadi tanaman kopi," jelasnya.
Untuk mengatasi perambahan liar dan penebangan liar, Dinas Kehutanan akan membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang fokus pada perlindungan hutan.
Perlindungan kawasan dengan UPTD tersebut diharapkan bisa menanggulangi kerusakan kawasan hutan karena badan bentukan ini akan fokus pada perlindungan kawasan hutan.
Selain itu, terhadap kawasan hutan yang sudah terlanjur dirambah masih diberikan izin pengelolaan dengan sistem Hutan Kemasyarakatan (HKm).
"Masyarakat tetap bisa mengelola kawasan itu dengan sistem Hkm dimana masyarakat harus menanami kembali hutan yang sudah dibuka dengan tanaman produktif tapi tidak bisa ditebang," katanya.
Pada tahun 2010 ini, Dishut mengusulkan 8.000 ha kawasan hutan yang sudah dirambah menjadi Hkm dengan anggaran yang diusulkan mencapai Rp70 miliar.
Pihaknya sudah sudah menyampaikan usulan tersebut ke Kementerian Kehutanan untuk dibahas dalam APBN perubahan 2010 nanti.
Kawasan hutan ini sudah dirambah jadi sesuai dengan Permenhut No 37 tahun 2007 tentang Hutan Kemasyarakan, dengan arti lain masyarakat bisa mengelola.(K-RNI/A038)
Sumber: ANTARA News (Kamis, 11 Pebruari 2010 18:13 WIB)