2010-02-26

Walhi: Vila di TNGH Harus Segera Dibongkar Menhut, Kapolri

Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta kepada Menteri Kehutanan dan Kapolri agar menindak tegas dan segera membongkar vila-vila di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH), Bogor, Jawa Barat.

"Sudah saatnya Menhut dan Kapolri bertindak tegas untuk membongkar dan menertibkan semua villa yang ada. Data sementara di sana ada 103 vila," kata juru bicara Walhi, Erwin Usman, melalui pesan singkat kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Penertiban vila di kawasan TNGS dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi (restorasi ekologis) kawasan hutan Halimun sebagai wilayah tangkapan air bagi Bogor dan Jakarta. "Karena banjir di Jakarta salah satu sebabnya karena praktik alih fungsi kawasan di hulu Jakarta," kata Usman.

Sebelumnya, pemerintah berencana membongkar 168 villa di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, paling lambat bulan depan, setelah pemda Kabupaten Bogor memberi tiga kali peringatan.

"Sebelum dibongkar habis, pemilik 168 villa itu akan diberi surat peringatan sebanyak tiga kali dalam rentang waktu tujuh hari. Jadi paling lambat dalam satu bulan ke depan, seluruh villa itu harus sudah dibongkar Pemda setempat," kata Direktur Jenderal PHKA Kementerian Kehutanan, Darori, di Jakarta, Minggu (14/2).

Untuk keperluan pembongkaran itu, Kementerian Kehutanan berkoordinasi dengan Muspida di Jawa Barat.

Mulai Senin (15/4), katanya, Kepala Balai yang mengelola kawasan hutan akan menyurati Bupati Kabupaten Bogor untuk meminta bantuan pembongkaran villa tersebut karena mereka yang punya perangkat.

"Setelah menerima surat Kepala Balai pengelolaan hutan itu, Pemda melanjutkannya dengan menyurati para pemilik villa di kawasan tersebut," katanya.

Keputusan membongkar villa itu diambil, katanya, setelah Kemenhut mengundang para pejabat daerah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan instansi terkait lainnya melakukan rapat koordinasi untuk menangani masalah pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan vila dan permukiman.

"Dalam rapat koordinasi itu memang tidak ditemukan ada pemilik lahan yang memperoleh sertifikat kepemilikan tanah di kawasan tersebut. Kalau ada, KPK akan periksa BPN setempat."

Prinsipnya, seluruh bangunan yang dinilai merugikan di kawasan taman nasional, terutama vila mewah, tetap akan dibongkar.

Sementara masyarakat tradisional yang sudah menempati kawasan ini akan diberi kesempatan untuk melanjutkan usaha pertaniannya. Mereka yang berada di zona inti taman nasional akan dipindahkan, kata Darori.

Selain itu, mereka juga tidak diizinkan mendirikan bangunan yang merusak kelestarian hutan. Meski demikian, katanya, mereka diperkenankan menduduki kawasan itu dengan melakukan penanaman pohon yang produktif, sehingga menunjang dan menjaga kelestarian hutan, bukan memilikinya.

"Kawasan hutan itu statusnya tetap tanah negara yang tidak diizinkan terjadi transaksi jual beli bersifat perorangan atau kelompok," katanya.

Menjawab pertanyaan tentang pemanfaatan kawasan hutan konservasi seluas 260 ha oleh pengurus Legiun Veteran Pusat, menurut Darori, masih dalam proses pertukaran lahan dengan areal di Desa Ciwelad seluas 256 ha.

"Sampai sekarang, prosesnya belum jelas karena status alih fungsi kawasan hutan konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun belum diubah," ujarnya.

Jika pengurus Legiun Veteran ingin melakukan tukar guling, katanya, terlebih dahulu status kawasan hutan konservasi diubah dulu menjadi hutan produksi.

"Apabila sudah memperoleh status kawasan hutan produksi oleh Kementerian Kehutanan, baru bisa dilakukan tukar guling. Jadi sekarang ini belum bisa dilakukan tukar guling," katanya. (N006/K004)


Sumber: ANTARA News (Selasa, 16 Pebruari 2010 04:53 WIB)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org