Rangkasbitung (ANTARA News) - Populasi "burung hantu" (spesies elang) setelah menghilang dari habitatnya ternyata kini ditemukan kembali di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
"Burung itu sekitar lima ekor karena suara mereka sahut-bersahutan di pohon besar itu," kata Sahrul Sabar (45) warga Judan, Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Sabtu.
Sahrul mengatakan, sejak 15 tahun warga di sini sudah tidak mendengarkan lagi bunyi burung hantu karena habitat mereka yang berlindung di pohon Ambon peninggalan zaman Belanda ditebang masyarakat.
Selain itu, mereka juga merasa kesulitan untuk mendapatkan makanan berupa kodok maupun ikan karena areal persawahaan menjadi pemukiman penduduk.
Kondisi demikian, kata dia, mengakibatkan populasi burung hantu melakukan imigrasi ke luar daerah akibat habitatnya terganggu juga menipisnya makanan.
"Saya mendengar bunyi burung hantu itu terakhir pada tahun 1995 lalu," kata Sahrul Sabar.
Dia juga mengatakan, sekitar tahun 1970-an sebagian besar warga di wilayah Rangkasbitung setiap malam selalu mendengar bunyi burung hantu di pohon-pohon besar.
Frekuensi bunyi burung hantu bisa terdengar sekitar satu kilometer dengan suara merdu serta menyeramkan.
Mereka biasanya mendengar bunyi burung hantu mulai pukul 20.00 sampai 04.30 WIB dan saling sahut-bersahutan sesama teman lain.
"Jika burung hantu berbunyi pada malam hari maka warga tidak ada yang berani ke luar rumah," katanya.
Dia menyebutkan, burung hantu adalah kelompok burung yang merupakan anggota ordo Strigiformes.
Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal).
Diperkirakan tahun 1990-an, populasi burung hantu di Rangkasbitung sekitar 50 ekor dan mereka berkembang biak di pohon-pohon besar sebagai tempat berlindung.
Sebab burung pemakan tikus, serangga dan kodok kini semakin punah akibat terjadi kerusakan hutan itu.
Menurut dia, kehadiran burung hantu masih dianggap pembawa pratanda buruk, seperti akan terjadi musibah bencana alam atau kematian. Oleh karena itu, sebagian warga banyak melakukan pemburuan untuk dimusnahkan.
Padahal, burung itu termasuk dilindungi oleh undang-undang tentang flora dan fauna.
"Mnculnya bunyi burung hantu pada Sabtu dinihari itu tentu mengingatkan kita pada kematian. Sebab burung hantu itu selalu pertanda ada orang meninggal dunia," katanya.
Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak Asep Mauladi, mengatakan pihaknya merasa senang jika burung hantu itu ditemukan kembali di Rangkasbitung.
Karena itu, pihaknya akan mendata kembali populasi burung hantu yang ada di Kabupaten Lebak.
Pendataan tersebut, lanjut Asep Muladi , untuk mengetahui sejauh mana keberadaan populasi burung hantu baik di kawasan hutan bagian selatan dan tengah Kabupaten Lebak.
"Saat ini populasi burung hantu berkurang bahkan terancam punah," katanya.
Sementara itu, Nan Jumhana (45) warga Pasir Kongsen, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, menyatakan, dirinya sejak kecil sering mendengar burung hantu di belakang rumah. Namun sejak sekitar awal tahun 1990-an hingga kini belum mendengar kembali burung hantu itu.
"Kalau dulu saya setiap malam selalu mendengar suara burung hantu saling bersahutan antara satu dengan yang lainnya mulai pukul 21.00 sampai 04.00 WIB yang berlindung di pohon besar itu," katanya.
(PK-MSR/R009)
Sumber: ANTARA News (Minggu, 7 Pebruari 2010 03:09 WIB)
"Burung itu sekitar lima ekor karena suara mereka sahut-bersahutan di pohon besar itu," kata Sahrul Sabar (45) warga Judan, Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Sabtu.
Sahrul mengatakan, sejak 15 tahun warga di sini sudah tidak mendengarkan lagi bunyi burung hantu karena habitat mereka yang berlindung di pohon Ambon peninggalan zaman Belanda ditebang masyarakat.
Selain itu, mereka juga merasa kesulitan untuk mendapatkan makanan berupa kodok maupun ikan karena areal persawahaan menjadi pemukiman penduduk.
Kondisi demikian, kata dia, mengakibatkan populasi burung hantu melakukan imigrasi ke luar daerah akibat habitatnya terganggu juga menipisnya makanan.
"Saya mendengar bunyi burung hantu itu terakhir pada tahun 1995 lalu," kata Sahrul Sabar.
Dia juga mengatakan, sekitar tahun 1970-an sebagian besar warga di wilayah Rangkasbitung setiap malam selalu mendengar bunyi burung hantu di pohon-pohon besar.
Frekuensi bunyi burung hantu bisa terdengar sekitar satu kilometer dengan suara merdu serta menyeramkan.
Mereka biasanya mendengar bunyi burung hantu mulai pukul 20.00 sampai 04.30 WIB dan saling sahut-bersahutan sesama teman lain.
"Jika burung hantu berbunyi pada malam hari maka warga tidak ada yang berani ke luar rumah," katanya.
Dia menyebutkan, burung hantu adalah kelompok burung yang merupakan anggota ordo Strigiformes.
Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal).
Diperkirakan tahun 1990-an, populasi burung hantu di Rangkasbitung sekitar 50 ekor dan mereka berkembang biak di pohon-pohon besar sebagai tempat berlindung.
Sebab burung pemakan tikus, serangga dan kodok kini semakin punah akibat terjadi kerusakan hutan itu.
Menurut dia, kehadiran burung hantu masih dianggap pembawa pratanda buruk, seperti akan terjadi musibah bencana alam atau kematian. Oleh karena itu, sebagian warga banyak melakukan pemburuan untuk dimusnahkan.
Padahal, burung itu termasuk dilindungi oleh undang-undang tentang flora dan fauna.
"Mnculnya bunyi burung hantu pada Sabtu dinihari itu tentu mengingatkan kita pada kematian. Sebab burung hantu itu selalu pertanda ada orang meninggal dunia," katanya.
Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak Asep Mauladi, mengatakan pihaknya merasa senang jika burung hantu itu ditemukan kembali di Rangkasbitung.
Karena itu, pihaknya akan mendata kembali populasi burung hantu yang ada di Kabupaten Lebak.
Pendataan tersebut, lanjut Asep Muladi , untuk mengetahui sejauh mana keberadaan populasi burung hantu baik di kawasan hutan bagian selatan dan tengah Kabupaten Lebak.
"Saat ini populasi burung hantu berkurang bahkan terancam punah," katanya.
Sementara itu, Nan Jumhana (45) warga Pasir Kongsen, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, menyatakan, dirinya sejak kecil sering mendengar burung hantu di belakang rumah. Namun sejak sekitar awal tahun 1990-an hingga kini belum mendengar kembali burung hantu itu.
"Kalau dulu saya setiap malam selalu mendengar suara burung hantu saling bersahutan antara satu dengan yang lainnya mulai pukul 21.00 sampai 04.00 WIB yang berlindung di pohon besar itu," katanya.
(PK-MSR/R009)
Sumber: ANTARA News (Minggu, 7 Pebruari 2010 03:09 WIB)