Pekanbaru (ANTARA News) - Organisasi internasional pencinta lingkungan Greenpeace mendirikan sebuah camp di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Riau, sebagai simbol perlawanan terhadap pengrusakan hutan yang mengakibatkan meningkatnya suhu bumi.
Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar kepada ANTARA News, Senin, mengatakan tempat tersebut diberi nama Climate Defender Camp (kampung perlindungan iklim) yang berada di tepi Sungai Kampar di hutan rawa gambut tersebut.
Ia mengatakan para aktivis Greenpeace akan melakukan pengamatan langsung terhadap kerusakan hutan Semenanjung Kampar yang dinilai memiliki keunikan sebagai penyimpan karbon.
"Semenanjung Kampar memiliki keunikan karena merupakan daerah dengan gambut dalam yang merupakan satu wilayah karbon stok paling besar," katanya.
Hutan rawa gambut Semenanjung Kampar memiliki luas sekitar 700 ribu hektare (ha) yang berada di dua wilayah yakni Kabupaten Pelalawan dan Meranti. Berdasarkan data Greenpeace, Semenanjung Kampar berkarakteristik gambut dengan kedalaman berkisar satu meter hingga 11 meter, dan setiap meter gambut mampu menyimpan karbon sekitar 823 ton.
Jumlah karbon tersebut belum termasuk dari vegetasi tumbuhan yang ada di atas tanah karena potensi tegakan kayu di lokasi tersebut diperkirakan mencapai 77 hingga 200 meter kubik per hektare.
Selain itu, keberadaan Semenanjung Kampar juga penting sebagai habitat alam bagi harimau sumatera yang makin punah dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat di sembilan desa di Kecamatan Teluk Meranti.
Namun, lanjutnya, kelestarian Semenanjung Kampar kini makin terancam dan diperkirakan sekitar 300 ha hutan di kawasan itu telah beralih fungsi menjadi perkebunan akasia dan kepala sawit. Akibatnya, karbon di dalam gambut banyak lepas ke udara dan memperparah emisi gas rumah kaca terhadap pemanasan global.
"Pemilihan lokasi Semenanjung Kampar juga untuk mempengaruhi agar perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper dan Sinarmas menghentikan ekspansi bisnis yang mengkonversi hutan," ujarnya.
Ia mengatakan Greenpeace akan mengirimkan pesan dari Semenanjung Kampar kepada pemimpin negara di seluruh dunia betapa pentingnya mempertahankan hutan yang tersisa. Hal tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat menjadi masukan dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Copenhagen, Denmark, pada Desember 2009.
Bustar mengatakan keberadaan Greenpeace di Semenanjung Kampar juga untuk mengingatkan pemerintah Indonesia untuk peduli untuk memerangi pengrusakan hutan. Greenpeace akan terus mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menepati janji yang diucapkan pada pertemuan G8 di Jepang pada 2008, bahwa Indonesia akan mereduksi emisi dari deforestasi sebesar 50 persen pada 2009 hingga sebesar 95 persen pada 2025.
"Jika SBY benar-benar ingin menepati janjinya, maka semua itu bisa berawal dari mempertahankan Semenanjung Kampar," ujarnya.
Sementara itu, warga setempat memberi dukungan terhadap keberadaan Greenpeace di Semenanjung Kampar. Seorang warga Kelurahan Teluk Meranti, Muhammad Yusuf, mengatakan warga mengaku resah karena kesulitan untuk memanfaatkan hutan sejak ada keberadaa perusahaan yang mengkonversi Semenanjung Kampar.
Akibatnya, warga setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan terancam kehilangan mata pencaharian dan hanya bisa menjadi penonton melihat hutan yang telah ada sejak zaman nenek moyang mereka berubah fungsi, dan warga menjadi sengsara.
"Warga makin sulit memanfaatkan hasil hutan dan juga bertani di Semenanjung Kampar karena izin perusahaan mencapai tepian sungai. Warga menolak keberadaan perusahaan karena tidak ada manfaatnya untuk kami," katanya.
Sumber: ANTARA News (Senin, 26 Oktober 2009 13:29 WIB)
Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar kepada ANTARA News, Senin, mengatakan tempat tersebut diberi nama Climate Defender Camp (kampung perlindungan iklim) yang berada di tepi Sungai Kampar di hutan rawa gambut tersebut.
Ia mengatakan para aktivis Greenpeace akan melakukan pengamatan langsung terhadap kerusakan hutan Semenanjung Kampar yang dinilai memiliki keunikan sebagai penyimpan karbon.
"Semenanjung Kampar memiliki keunikan karena merupakan daerah dengan gambut dalam yang merupakan satu wilayah karbon stok paling besar," katanya.
Hutan rawa gambut Semenanjung Kampar memiliki luas sekitar 700 ribu hektare (ha) yang berada di dua wilayah yakni Kabupaten Pelalawan dan Meranti. Berdasarkan data Greenpeace, Semenanjung Kampar berkarakteristik gambut dengan kedalaman berkisar satu meter hingga 11 meter, dan setiap meter gambut mampu menyimpan karbon sekitar 823 ton.
Jumlah karbon tersebut belum termasuk dari vegetasi tumbuhan yang ada di atas tanah karena potensi tegakan kayu di lokasi tersebut diperkirakan mencapai 77 hingga 200 meter kubik per hektare.
Selain itu, keberadaan Semenanjung Kampar juga penting sebagai habitat alam bagi harimau sumatera yang makin punah dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat di sembilan desa di Kecamatan Teluk Meranti.
Namun, lanjutnya, kelestarian Semenanjung Kampar kini makin terancam dan diperkirakan sekitar 300 ha hutan di kawasan itu telah beralih fungsi menjadi perkebunan akasia dan kepala sawit. Akibatnya, karbon di dalam gambut banyak lepas ke udara dan memperparah emisi gas rumah kaca terhadap pemanasan global.
"Pemilihan lokasi Semenanjung Kampar juga untuk mempengaruhi agar perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper dan Sinarmas menghentikan ekspansi bisnis yang mengkonversi hutan," ujarnya.
Ia mengatakan Greenpeace akan mengirimkan pesan dari Semenanjung Kampar kepada pemimpin negara di seluruh dunia betapa pentingnya mempertahankan hutan yang tersisa. Hal tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat menjadi masukan dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Copenhagen, Denmark, pada Desember 2009.
Bustar mengatakan keberadaan Greenpeace di Semenanjung Kampar juga untuk mengingatkan pemerintah Indonesia untuk peduli untuk memerangi pengrusakan hutan. Greenpeace akan terus mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menepati janji yang diucapkan pada pertemuan G8 di Jepang pada 2008, bahwa Indonesia akan mereduksi emisi dari deforestasi sebesar 50 persen pada 2009 hingga sebesar 95 persen pada 2025.
"Jika SBY benar-benar ingin menepati janjinya, maka semua itu bisa berawal dari mempertahankan Semenanjung Kampar," ujarnya.
Sementara itu, warga setempat memberi dukungan terhadap keberadaan Greenpeace di Semenanjung Kampar. Seorang warga Kelurahan Teluk Meranti, Muhammad Yusuf, mengatakan warga mengaku resah karena kesulitan untuk memanfaatkan hutan sejak ada keberadaa perusahaan yang mengkonversi Semenanjung Kampar.
Akibatnya, warga setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan terancam kehilangan mata pencaharian dan hanya bisa menjadi penonton melihat hutan yang telah ada sejak zaman nenek moyang mereka berubah fungsi, dan warga menjadi sengsara.
"Warga makin sulit memanfaatkan hasil hutan dan juga bertani di Semenanjung Kampar karena izin perusahaan mencapai tepian sungai. Warga menolak keberadaan perusahaan karena tidak ada manfaatnya untuk kami," katanya.
Sumber: ANTARA News (Senin, 26 Oktober 2009 13:29 WIB)