Pakar hukum internasional dari Universitas Andalas Dr Ferdi mengimbau negara berkembang mendesak negara maju untuk mematuhi konvensi perubahan iklim dan pengurangan gas karbon ke udara serta Protokol Kyoto untuk menanggulangi perubahan iklim.
"Perubahan iklim bukan hanya menjadi tanggung jawab negara berkembang, akan tetapi juga tanggung jawab negara maju. Tanggung jawab mereka bisa dalam bentuk memberikan kompensasi pada negara berkembang," kata Ferdi di Padang, Sabtu.
Ia mengatakan itu terkait akan pertemuan internasional "Climate Change" di Kopenhagen.
Menurut Ferdi, jumlah negara berkembang yang cukup besar justru memiliki potensi yang besar pula untuk secara bersama mendesak negara maju ikut menyelamatkan iklim.
"Desakan perlu terus dilakukan dan jika negara maju mengabaikkannya, negara berkembang tidak akan memberikan bahwa jaminan masyarakatnya tidak lagi menebang hutan," katanya.
Karena itu, katanya lagi, pemberian kompensasi pada negara berkembang cukup penting, sehingga masyarakat di negara itu bisa mengalihkan mata pencaharian ke bidang lain, selain menebang hutan.
Selama ini, katanya, negara maju selalu menyalahkan negara berkembang yang telah menebang hutan sehingga mengganggu paru-paru dunia dan mengakibatkan perubahan iklim.
Padahal, kata Ferdi, perubahan iklim terjadi akibat efek rumah kaca yang berasal dari polusi udara akbiat aktivitas industri raksasa di negara-negara maju.
"Ketika negara maju tidak mau mematuhi konvensi `perubahan iklim dan pengurangan gas karbon ke udara` serta `Protokol Kyoto` yang menghasilkan kesepakatan internasional yang wajib dipatuhi itu, mereka bisa diingatkan akan sanksi yang berlaku," katanya.
Sanksi hukum internasional, memang bukan secara pidana akan tetapi bahwa hal itu ada komitmen bersama secara moral .
Kontrasnya, bagi negara berkembang yang melanggar hukum internasional sering terkena embargo ekonomi dan politis dari negara maju, namun negara berkembang juga bisa melakukannya dengan cara memboikot produk negara maju.
Karena itu, Ferdi berkeyakinan kuat Indonesia bisa menjadi pendorong negara berkembang lain untuk menyampaikan desakan itu dan suaranya pasti didengar oleh negara maju karena Indonesia merupakan anggota negara G 20.
"Tawarkan kembali `win-win solution` agar negara maju bersedia memberikan kompensasi kepada negara berkembang, dan negara berkembang menjaga paru-paru dunia," katanya.
Sumber: ANTARA News (Minggu, 25 Oktober 2009 16:05 WIB)
"Perubahan iklim bukan hanya menjadi tanggung jawab negara berkembang, akan tetapi juga tanggung jawab negara maju. Tanggung jawab mereka bisa dalam bentuk memberikan kompensasi pada negara berkembang," kata Ferdi di Padang, Sabtu.
Ia mengatakan itu terkait akan pertemuan internasional "Climate Change" di Kopenhagen.
Menurut Ferdi, jumlah negara berkembang yang cukup besar justru memiliki potensi yang besar pula untuk secara bersama mendesak negara maju ikut menyelamatkan iklim.
"Desakan perlu terus dilakukan dan jika negara maju mengabaikkannya, negara berkembang tidak akan memberikan bahwa jaminan masyarakatnya tidak lagi menebang hutan," katanya.
Karena itu, katanya lagi, pemberian kompensasi pada negara berkembang cukup penting, sehingga masyarakat di negara itu bisa mengalihkan mata pencaharian ke bidang lain, selain menebang hutan.
Selama ini, katanya, negara maju selalu menyalahkan negara berkembang yang telah menebang hutan sehingga mengganggu paru-paru dunia dan mengakibatkan perubahan iklim.
Padahal, kata Ferdi, perubahan iklim terjadi akibat efek rumah kaca yang berasal dari polusi udara akbiat aktivitas industri raksasa di negara-negara maju.
"Ketika negara maju tidak mau mematuhi konvensi `perubahan iklim dan pengurangan gas karbon ke udara` serta `Protokol Kyoto` yang menghasilkan kesepakatan internasional yang wajib dipatuhi itu, mereka bisa diingatkan akan sanksi yang berlaku," katanya.
Sanksi hukum internasional, memang bukan secara pidana akan tetapi bahwa hal itu ada komitmen bersama secara moral .
Kontrasnya, bagi negara berkembang yang melanggar hukum internasional sering terkena embargo ekonomi dan politis dari negara maju, namun negara berkembang juga bisa melakukannya dengan cara memboikot produk negara maju.
Karena itu, Ferdi berkeyakinan kuat Indonesia bisa menjadi pendorong negara berkembang lain untuk menyampaikan desakan itu dan suaranya pasti didengar oleh negara maju karena Indonesia merupakan anggota negara G 20.
"Tawarkan kembali `win-win solution` agar negara maju bersedia memberikan kompensasi kepada negara berkembang, dan negara berkembang menjaga paru-paru dunia," katanya.
Sumber: ANTARA News (Minggu, 25 Oktober 2009 16:05 WIB)