Kebakaran hutan yang melanda lereng Gunung Wilis, Jawa Timur, beberapa hari terakhir ini diduga akibat ulah pembalak liar yang ingin mengambil arang kayu.
Humas Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu dan sekitarnya (Ds) Mujiono, Selasa, di Madiun, mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan oleh petugas polisi hutan (Polhut) dan mantri hutan, di sekitar lokasi kejadian kebakaran ditemukan puntung rokok.
Seseorang diduga dengan sengaja membuang puntung rokok yang masih menyala secara sembarangan.
"Api menjalar dengan cepat hingga hutan lindung yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut tersebut terbakar. Jadi, dugaan kami, kebakaran ini memang disengaja dan dilakukan oleh pembalak liar yang ingin mengambil arang dari kayu-kayu yang terbakar," ujarnya.
Ia mengungkapkan, jumlah areal lereng Wilis yang terbakar mencapai 50 hektare. Rinciannya, sekitar 30 hektare hutan lindung, 15 hektare hutan produksi, dan sekitar 5 hektare masuk dalam perkebunan kopi milik PT Perkebunan Kopi Kandangan. Sedangkan, kerugian lahan yang terbakar diperkirakan mencapai jutaan rupiah.
Secara umum, kerugian material tidak banyak. Namun, kerugian kerusakan alam dan terganggunya keseimbangan ekosistem cukup besar.
"Karena banyaknya hutan lindung yang terbakar, maka dalam jangka panjang akan berdampak pada berkurangnya persediaan air serta rawan terjadi bencana banjir, longsor, dan puting beliung," ujarnya.
Mujiono menambahkan, kebakaran sebelumnya, yang terjadi di RPH Gligi sudah reda bahkan cenderung dapat dipadamkan. Hanya saja, titik api masih terlihat kecil di dekat perbatasan Kabupaten Madiun dengan Kabupaten Ponorogo.
Karenanya, sekitar 10 petugas polhut, 15 mantri, dan warga pinggiran hutan masih berada di lokasi untuk menghentikan titik api dan mencegah munculnya api kembali.
Sementara itu, Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Madiun, Didik Sutanto, menyatakan sangat prihatin dengan seringnya terjadi kebakaran hutan. Ia menilai kebakaran hutan yang terjadi semakin menambah luas lahan kritis.
Sementara data dari dishutbun merinci, luas lahan yang termasuk lahan kritis di wilayah Kabupaten Madiun mencapai 1.806 hektare, kategori lahan setengah kritis seluas 5.748 hektare, dan lahan potensial kritis seluas 9.195 hektare.
Karenanya, perlu upaya pemulihan hutan secara menyeluruh. Selain melakukan reboisasi hutan, juga perlu upaya menyadarkan masyarakat agar ikut melindungi dan melestarikan hutan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak warga tepian hutan untuk bergabung dalam masyarakat pengelola sumber daya hutan (MPSDH).
Sumber: ANTARA News (Selasa, 20 Oktober 2009 20:27 WIB)
Humas Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu dan sekitarnya (Ds) Mujiono, Selasa, di Madiun, mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan oleh petugas polisi hutan (Polhut) dan mantri hutan, di sekitar lokasi kejadian kebakaran ditemukan puntung rokok.
Seseorang diduga dengan sengaja membuang puntung rokok yang masih menyala secara sembarangan.
"Api menjalar dengan cepat hingga hutan lindung yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut tersebut terbakar. Jadi, dugaan kami, kebakaran ini memang disengaja dan dilakukan oleh pembalak liar yang ingin mengambil arang dari kayu-kayu yang terbakar," ujarnya.
Ia mengungkapkan, jumlah areal lereng Wilis yang terbakar mencapai 50 hektare. Rinciannya, sekitar 30 hektare hutan lindung, 15 hektare hutan produksi, dan sekitar 5 hektare masuk dalam perkebunan kopi milik PT Perkebunan Kopi Kandangan. Sedangkan, kerugian lahan yang terbakar diperkirakan mencapai jutaan rupiah.
Secara umum, kerugian material tidak banyak. Namun, kerugian kerusakan alam dan terganggunya keseimbangan ekosistem cukup besar.
"Karena banyaknya hutan lindung yang terbakar, maka dalam jangka panjang akan berdampak pada berkurangnya persediaan air serta rawan terjadi bencana banjir, longsor, dan puting beliung," ujarnya.
Mujiono menambahkan, kebakaran sebelumnya, yang terjadi di RPH Gligi sudah reda bahkan cenderung dapat dipadamkan. Hanya saja, titik api masih terlihat kecil di dekat perbatasan Kabupaten Madiun dengan Kabupaten Ponorogo.
Karenanya, sekitar 10 petugas polhut, 15 mantri, dan warga pinggiran hutan masih berada di lokasi untuk menghentikan titik api dan mencegah munculnya api kembali.
Sementara itu, Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Madiun, Didik Sutanto, menyatakan sangat prihatin dengan seringnya terjadi kebakaran hutan. Ia menilai kebakaran hutan yang terjadi semakin menambah luas lahan kritis.
Sementara data dari dishutbun merinci, luas lahan yang termasuk lahan kritis di wilayah Kabupaten Madiun mencapai 1.806 hektare, kategori lahan setengah kritis seluas 5.748 hektare, dan lahan potensial kritis seluas 9.195 hektare.
Karenanya, perlu upaya pemulihan hutan secara menyeluruh. Selain melakukan reboisasi hutan, juga perlu upaya menyadarkan masyarakat agar ikut melindungi dan melestarikan hutan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak warga tepian hutan untuk bergabung dalam masyarakat pengelola sumber daya hutan (MPSDH).
Sumber: ANTARA News (Selasa, 20 Oktober 2009 20:27 WIB)