Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan ada enam langkah skenario mitigasi perubahan iklim seperti yang termaktub pada laporan Komunikasi Nasional II, kata Deputi Menteri KLH Masnellyarti Hilman.
Dalam peluncuran Dokumen Nasional II itu, di Jakarta, Senin, Masnellyarti Hilman mengatakan, skenario mitigasi itu terkait dengan kehutanan yaitu program penghijauan dan penghutanan kembali dengan target 0,7 juta hektare per tahun, program penanaman untuk memenuhi permintaan kayu pada 2010 dengan perkiraan dari FAO sebesar 0,3 juta-0,4 juta hektare per tahun.
Selanjutnya program pengkayaan penanaman sebesar 0,2 juta-0,6 juta hektare, program pemberantasan pembalakan liar sebesar 0,5 juta hektare per tahun pada 2000 menjadi nol setelah 2020.
Selain itu ada program deforestasi yang diasumsikan sebesar 75 persen atau sebesar 0,65 juta hektare per tahun dan penanaman tumbuhan untuk energi sebesar 50.000 hektar per tahun.
KLH sebagai koordinator penanganan perubahan iklim meluncurkan laporan Komunikasi Nasional II yang berisi data status emisi gas rumah kaca serta kebijakan mitigasi-adaptasi perubahan iklim tingkat nasional.
"Sebagai negara peratifikasi konvensi perubahan iklim, Indonesia wajib melaporkan status emisi gas rumah kaca dan kebijakan mitigasi adaptasi perubahan iklim ke UNFCCC dalam dokumen Komunikasi Nasional," kata Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta.
Menurut dokumen Komunikasi Nasional II, tahun 2000 emisi gas rumah kaca nasional dari tiga gas rumah kaca utama (CO2, CH4 dan N2O) tanpa emisi dari perubahan penggunaan lahan (Land Use, Land Use Change and Forestry/LULUCF) mencapai 594.738 Gigaton CO2 equivalent (CO2e).
Dengan LULUCF, total emisi gas rumah kaca nasional meningkat bermakna menjadi 1,415 Gigaton CO2e.
Sektor yang memberikan sumbangan besar terhadap total emisi gas rumah kaca, menurut dokumen Komunikasi Nasional II, adalah perubahan penggunaan lahan dan hutan, energi, dan limbah.
Cakupan dokumen Komunikasi Nasional kedua antara lain kondisi nasional, inventorisasi GRK nasional, langkah untuk menerapkan konvensi, hambatan dan pendanaan terkait, bantuan teknik serta kebutuhan kapasitas.
Sumber: ANTARA News (Senin, 23 November 2009 20:07 WIB)
Dalam peluncuran Dokumen Nasional II itu, di Jakarta, Senin, Masnellyarti Hilman mengatakan, skenario mitigasi itu terkait dengan kehutanan yaitu program penghijauan dan penghutanan kembali dengan target 0,7 juta hektare per tahun, program penanaman untuk memenuhi permintaan kayu pada 2010 dengan perkiraan dari FAO sebesar 0,3 juta-0,4 juta hektare per tahun.
Selanjutnya program pengkayaan penanaman sebesar 0,2 juta-0,6 juta hektare, program pemberantasan pembalakan liar sebesar 0,5 juta hektare per tahun pada 2000 menjadi nol setelah 2020.
Selain itu ada program deforestasi yang diasumsikan sebesar 75 persen atau sebesar 0,65 juta hektare per tahun dan penanaman tumbuhan untuk energi sebesar 50.000 hektar per tahun.
KLH sebagai koordinator penanganan perubahan iklim meluncurkan laporan Komunikasi Nasional II yang berisi data status emisi gas rumah kaca serta kebijakan mitigasi-adaptasi perubahan iklim tingkat nasional.
"Sebagai negara peratifikasi konvensi perubahan iklim, Indonesia wajib melaporkan status emisi gas rumah kaca dan kebijakan mitigasi adaptasi perubahan iklim ke UNFCCC dalam dokumen Komunikasi Nasional," kata Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta.
Menurut dokumen Komunikasi Nasional II, tahun 2000 emisi gas rumah kaca nasional dari tiga gas rumah kaca utama (CO2, CH4 dan N2O) tanpa emisi dari perubahan penggunaan lahan (Land Use, Land Use Change and Forestry/LULUCF) mencapai 594.738 Gigaton CO2 equivalent (CO2e).
Dengan LULUCF, total emisi gas rumah kaca nasional meningkat bermakna menjadi 1,415 Gigaton CO2e.
Sektor yang memberikan sumbangan besar terhadap total emisi gas rumah kaca, menurut dokumen Komunikasi Nasional II, adalah perubahan penggunaan lahan dan hutan, energi, dan limbah.
Cakupan dokumen Komunikasi Nasional kedua antara lain kondisi nasional, inventorisasi GRK nasional, langkah untuk menerapkan konvensi, hambatan dan pendanaan terkait, bantuan teknik serta kebutuhan kapasitas.
Sumber: ANTARA News (Senin, 23 November 2009 20:07 WIB)