2009-11-08

Pencemaran Laut Ancam Perairan Batam

Pencemaran laut/ilustrasi. (ANTARA/Jimmy Ayal)@

Batam (ANTARA News) - Pencemaran laut akibat pembuangan limbah mengancam perairan Pulau Batam, Kepulauan Riau, yang terlihat dari kondisi air laut yang kotor, kata Staf Ahli Bidang Pengamanan Badan Pengusahaan Batam Bambang Bunar.

"Kami sering melihat tepi pantai di Batam menghitam karena limbah sehingga banyak tumbuhan dan biota laut mati," katanya di sela menerima kunjungan wartawan unit Departemen Pertahanan di Batam, Rabu.

Ia menduga limbah laut berasal dari kapal yang melintas di perairan Batam yang berbatasan langsung dengan perairan Singapura.

"Kendati sering terjadi, namun kami belum pernah memergoki kapal yang membuang limbah sembarangan sehingga sulit untuk menangkap pelakunya," katanya.

Limbah yang dibuang tidak saja limbah cair tapi juga limbah padat.

Bahkan, ia menduga, ada kapal-kapal tertentu yang sengaja membuang limbah saat melintas perairan Batam sebab membuang limbah di negara lain membutuhkan biaya yang lebih besar.

"Kami juga belum punya alat untuk mendeteksi kapal-kapal yang melintas di laut termasuk aktivitasnya sehingga jika ada yang membuang limbah tidak ketahuan," katanya.

Menurut dia, perairan Singapura yang berbatasan langsung dengan perairan Batam sebenarnya juga rawan pembuangan limbah di laut namun hal itu bisa dicegah.

Negara tetangga itu telah mempunyai alat untuk mendeteksi aktivitas semua kapal yang melewati perairannya sehingga tidak ada yang berani membuang limbah di tempat itu.

Singapura, juga telah memiliki cara menanggulangi limbah yang terlanjur masuk laut sehingga tidak menyebabkan pencemaran yang bisa menyebabkan biota laut mati.

"Kami belum mampu untuk mencegah pembuangan limbah ataupun mengurangi efeknya," katanya.

Untuk itu, Badan Pengusahaan Batam akan berkoordinasi dengan pihak terkait agar kasus ini tidak terjadi lagi.

Gangguan keamanan laut lain adalah perompakan namun frekuensinya sudah menurun.

Deputi Pengawasan dan Pengendalian Badan Pengusahaan Batam Asroni Harahap mengatakan perampokan laut dapat ditekan karena ada patroli bersama antara Indonesia, Malaysia dan Singapura.

"Bahkan beberapa tahun lalu ada patroli dari Amerika Serikat ikut mengamankan laut dari perompakan," katanya.

Namun, perompakan itu bukan seperti yang terjadi di Somalia yang meminta uang tebusan dalam jumlah besar hingga ratusan miliar rupiah.

"Sasaran perompak di sini bukan kapal atau muatan kapal tapi awak kapal yang membawa uang bekal selama berlayar," katanya.

Kapal yang sering menjadi sasaran adalah tanker karena awaknya hanya sekitar 10 orang dan laju kapal tidak begitu cepat.

"Para perompak itu tahu jika ruangan di kapal tanker sedikit sehingga mudah untuk beraksi," katanya.

Kawanan perompak ini mengetahui kondisi kapal dan mampu memanjat kapal dengan tali karena mereka berasal dari warga yang tinggal di Kepulauan Riau.

"Jadi, yang merompak ya orang-orang sini juga dan bukan seperti yang dari Somalia," katanya.

Kini, perompakan sudah berkurang sehingga diharapkan Selat Malaka dan perairan Batam aman untuk lalu lintas kapal-kapal dari negara lain.

Batam dikelola pemerintah pusat sejak 1971 melalui Badan Otoritam Batam yang kini berubah nama menjadi Badan Pengusahaan Batam.

Perubahan itu dilakukan karena perkembangan cukup pesat baik dari sisi sumber daya manusia maupun aktivitas perekonomian.

Jumlah penduduk di kota itu naik pesat dari enam ribu pada 1971 menjadi 900 ribu pada 2009.

Pulau itu dulu hanya pangkalan logistik PT Pertamina, tetapi kini menjadi kawasan industri terkemuka di Indonesia.

Batam kini dilengkapi dengan pendukung industri antara lain jalan raya 1.150 km, empat pelabuhan penyeberangan, tiga pelabuhan kargo, enam waduk air dan bandara internasional yang bisa didarati semua jenis pesawat komersial karena memiliki landasan pacu sepanjang 4.000 meter.


Sumber: ANTARA News (Rabu, 4 November 2009 07:33 WIB)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org