Bengkulu (ANTARA News) - Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) rel Kereta Api (KA) Linau-Tanjung Enim Sumatra Selatan sepanjang 168 km masih dibahas oleh Kementerian Lingkungan Hidup, kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bengkulu Surya Gani, Minggu.
"Karena pembangunannya lintas provinsi yaitu Bengkulu dan Sumatra Selatan maka pembahasan Amdal dilakukan oleh kementerian," katanya.
Rel KA tersebut akan menghubungkan pelabuhan Linau di Kabupaten Kaur dengan Tanjung Enim Sumatera Selatan khusus untuk angkutan batu bara.
Proses pembahasan Amdal hingga saat ini belum tuntas sehingga Detil Engineering Design (DED) rel belum bisa dilakukan.
"Terpaksa menunggu AMdal tuntas sehingga DED bisa dilaksanakan,"katanya.
Sementara itu Kepala Departemen Kampanye Walhi Bengkulu, Firman Syah mengatakan rencana Pemprov Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan membangun rel tersebut dikhawatirkan akan menggangu ekosistem Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di perbatasan dua provinsi serta memasuki wilayah hutan lindung sepanjang 31,9 km di wilayah Kabupaten Ogan Komring Ulu (OKU).
Bersama Walhi Sumatera Selatan pihaknya sudah melakukan investigasi ke lokasi pembangunan rel KA dan dipastikan akan menimbulkan sejumlah dampak dampak lingkungan yang merugikan masyarakat dan sangat penting untuk dikaji kembali.
"Kita sudah investigasi lapangan dan di beberapa desa di Kecamatan Nanti Ulu Ogan dan di kawasan hutan sudah kita temukan tanda-tanda patok lintasan rel dan menurut masyarakat mereka belum pernah mendapat sosialisasi atas rencana pembangunan tersebut,"katanya.
Dari hasil investigasi dan kajian Walhi Sumsel, proyek bernilai investasi hingga Rp10 triliun itu akan menimbulkan dampak sosial budaya, lingkungan dan ekonomi.
Selama ini masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan TNBBS memiliki budaya menjaga kelestarian hutan sebagai sumber mata air dan kehadiran proyek tersebut akan membuat budaya ini hilang.
Dampak lingkungan yang dipastikan terjadi adalah menyusutnya debit air sungai Ogan, sungai Laham dan sunga Lengkayap serta beberapa anak sungainya.
"Kondisi ini akan menimbulkan bencana kekeringan dimusim kemarau dan bencana banjir dikala musim hujan yang mana daerah yang akan merasakan dampaknya tidak hanya yang tinggal di kawasan tersebut akan tetapi juga daerah-daerah hilir seperti kecamatan Pengandonan, Muara Jaya, Semidang Aji, Baturaja bahkan kota Palembang terutama di kawasan seberang ulu," jelasnya.
Sumber : ANTARA News (Minggu, 17 Januari 2010 16:28 WIB)
"Karena pembangunannya lintas provinsi yaitu Bengkulu dan Sumatra Selatan maka pembahasan Amdal dilakukan oleh kementerian," katanya.
Rel KA tersebut akan menghubungkan pelabuhan Linau di Kabupaten Kaur dengan Tanjung Enim Sumatera Selatan khusus untuk angkutan batu bara.
Proses pembahasan Amdal hingga saat ini belum tuntas sehingga Detil Engineering Design (DED) rel belum bisa dilakukan.
"Terpaksa menunggu AMdal tuntas sehingga DED bisa dilaksanakan,"katanya.
Sementara itu Kepala Departemen Kampanye Walhi Bengkulu, Firman Syah mengatakan rencana Pemprov Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan membangun rel tersebut dikhawatirkan akan menggangu ekosistem Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di perbatasan dua provinsi serta memasuki wilayah hutan lindung sepanjang 31,9 km di wilayah Kabupaten Ogan Komring Ulu (OKU).
Bersama Walhi Sumatera Selatan pihaknya sudah melakukan investigasi ke lokasi pembangunan rel KA dan dipastikan akan menimbulkan sejumlah dampak dampak lingkungan yang merugikan masyarakat dan sangat penting untuk dikaji kembali.
"Kita sudah investigasi lapangan dan di beberapa desa di Kecamatan Nanti Ulu Ogan dan di kawasan hutan sudah kita temukan tanda-tanda patok lintasan rel dan menurut masyarakat mereka belum pernah mendapat sosialisasi atas rencana pembangunan tersebut,"katanya.
Dari hasil investigasi dan kajian Walhi Sumsel, proyek bernilai investasi hingga Rp10 triliun itu akan menimbulkan dampak sosial budaya, lingkungan dan ekonomi.
Selama ini masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan TNBBS memiliki budaya menjaga kelestarian hutan sebagai sumber mata air dan kehadiran proyek tersebut akan membuat budaya ini hilang.
Dampak lingkungan yang dipastikan terjadi adalah menyusutnya debit air sungai Ogan, sungai Laham dan sunga Lengkayap serta beberapa anak sungainya.
"Kondisi ini akan menimbulkan bencana kekeringan dimusim kemarau dan bencana banjir dikala musim hujan yang mana daerah yang akan merasakan dampaknya tidak hanya yang tinggal di kawasan tersebut akan tetapi juga daerah-daerah hilir seperti kecamatan Pengandonan, Muara Jaya, Semidang Aji, Baturaja bahkan kota Palembang terutama di kawasan seberang ulu," jelasnya.
Sumber : ANTARA News (Minggu, 17 Januari 2010 16:28 WIB)