Medan (ANTARA News) - Sampah plastik sisa-sisa makanan yang sulit diurai dan mencemari lingkungan, ditinggalkan oleh masyarakat yang mendaki Gunung Sibayak berserakan di puncak gunung itu.
Bagong (22), salah seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU), di Medan, Minggu, mengatakan, pada umumnya sampah-sampah yang ditingalkan para pendaki tersebut berupa plastik bungkus mi instan, kaleng sarden, bungkus rokok dan bungkus kacang.
"Notabenenya sampah-sampah yang ditinggalkan tersebut merupakan materi yang sulit untuk diurai karena terbuat dari bahan-bahan plastik. Ini tentunya sangat kita sesali karena pemandangan di puncak Sibayak jadi terlihat kotor, " katanya.
Mantan ketua Generasi Pecinta Alam (Gemapala) USU, ini mengatakan, sampah-sampah tersebut pada umumnya paling banyak ditinggalkan oleh para pendaki yang merayakan malam pergantian tahun kemarin.
Rata-rata yang melakukan pendakian pada malam pergantian tahun tersebut adalah masyarakat awam atau bukan masyarakat yang biasa beraktivitas dialam bebas seperti yang tergabung dalam wadah Mahasiswa Pencinta Alam (mapala) ataupun aktivis alam bebas lainnya.
Kalau yang memang sudah biasa beraktivitas dialam bebas, mereka sudah mengerti apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan di puncak gunung.
"Para aktivis alam bebas tahu persis yang harus dilakukan ketika berada dialam bebas. Mereka memiliki falsafah tidak boleh meninggalkan sesuatu selain jejak kaki, tidak boleh mengambil kecuali hasil jepretan kamera," katanya.
Hal yangsama juga dikatakan Herianto (24) mahasiswa USU lainnya yang juga merupakan salah seorang aktivis pecinta alam bebas.
Menurut dia, hampir setiap tahun, sebagian kalangan muda di Medan merayakan pergantian tahun dengan melakukan pendakian ke gunung yang terletak didataran tinggi Karo dengan ketinggian 2.094 dari permukaan laut.
Gunung itu bisa dicapai dari tiga tempat yaitu dari desa Raja Berneh (Semangat Gunung), dari kota Brastagi dan dari jalur 54.
Gunung tersebut tidak terlalu sulit untuk didaki karena banyak memiliki jalan yang landai, bahkan jika dengan bersepeda juga bisa sampai ke puncak Gunung Sibayak melalui Kota Berastagi.
"Sayangnya mereka yang tidak biasa beraktivitas dialam bebas selalu mengacuhkan dan lupa membawa sampah-sampah sisa makanan mereka untuk dibawa turun kembali," katanya.
Sumber: ANTARA News (Minggu, 3 Januari 2010 15:19 WIB)
Bagong (22), salah seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU), di Medan, Minggu, mengatakan, pada umumnya sampah-sampah yang ditingalkan para pendaki tersebut berupa plastik bungkus mi instan, kaleng sarden, bungkus rokok dan bungkus kacang.
"Notabenenya sampah-sampah yang ditinggalkan tersebut merupakan materi yang sulit untuk diurai karena terbuat dari bahan-bahan plastik. Ini tentunya sangat kita sesali karena pemandangan di puncak Sibayak jadi terlihat kotor, " katanya.
Mantan ketua Generasi Pecinta Alam (Gemapala) USU, ini mengatakan, sampah-sampah tersebut pada umumnya paling banyak ditinggalkan oleh para pendaki yang merayakan malam pergantian tahun kemarin.
Rata-rata yang melakukan pendakian pada malam pergantian tahun tersebut adalah masyarakat awam atau bukan masyarakat yang biasa beraktivitas dialam bebas seperti yang tergabung dalam wadah Mahasiswa Pencinta Alam (mapala) ataupun aktivis alam bebas lainnya.
Kalau yang memang sudah biasa beraktivitas dialam bebas, mereka sudah mengerti apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan di puncak gunung.
"Para aktivis alam bebas tahu persis yang harus dilakukan ketika berada dialam bebas. Mereka memiliki falsafah tidak boleh meninggalkan sesuatu selain jejak kaki, tidak boleh mengambil kecuali hasil jepretan kamera," katanya.
Hal yangsama juga dikatakan Herianto (24) mahasiswa USU lainnya yang juga merupakan salah seorang aktivis pecinta alam bebas.
Menurut dia, hampir setiap tahun, sebagian kalangan muda di Medan merayakan pergantian tahun dengan melakukan pendakian ke gunung yang terletak didataran tinggi Karo dengan ketinggian 2.094 dari permukaan laut.
Gunung itu bisa dicapai dari tiga tempat yaitu dari desa Raja Berneh (Semangat Gunung), dari kota Brastagi dan dari jalur 54.
Gunung tersebut tidak terlalu sulit untuk didaki karena banyak memiliki jalan yang landai, bahkan jika dengan bersepeda juga bisa sampai ke puncak Gunung Sibayak melalui Kota Berastagi.
"Sayangnya mereka yang tidak biasa beraktivitas dialam bebas selalu mengacuhkan dan lupa membawa sampah-sampah sisa makanan mereka untuk dibawa turun kembali," katanya.
Sumber: ANTARA News (Minggu, 3 Januari 2010 15:19 WIB)