Jakarta, (ANTARA News) - Video jebak (video trap) yang dipasang oleh tim riset WWF-Indonesia di Sumatera Bagian Tengah untuk pertama kalinya berhasil merekam gambar harimau betina dan dua anaknya.
"Memperoleh cuplikan video tersebut hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah pemasangan kamera video merupakan suntikan moral yang sangat berarti bagi tim kami di lapangan," kata koordinator Tim Riset Harimau Sumatera WWF-Indonesia. Karmila Parakkasi, dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Meski berhasil mendapatkan gambar induk dan anakan Harimau Sumatra, Karmila merasa khawatir karena hutan di kawasan tempat kami memperoleh video serta foto harimau tersebut terancam oleh pembukaan lahan oleh dua perusahaan pulp dan kertas raksasa, perkebunan kelapa sawit, serta perambahan dan penebangan liar.
"Yang menjadi pertanyaan, bisakah anak-anak harimau tersebut tumbuh besar di lingkungan seperti ini?," lanjutnya.
Setelah beroperasi selama satu bulan, kamera video otomatis bersensor itu berhasil mendokumentasikan foto keluarga harimau Sumatera saat mereka berjalan melintasi dan mengendus video jebak tersebut.
Selain mendapatkan gambar harimau betina dan dua anaknya, video jebak yang dipasang tersebut juga mendapatkan gambar harimau jantan dan satwa burunya yaitu babi hutan dan rusa, dan satwa lainnya seperti tapir, monyet ekor panjang, landak, dan luwak.
Video jebak bekerja dengan sensor infra merah yang otomatis teraktifasi saat sensor tersebut mengidentifikasi panas tubuh yang melintasinya.
Piranti ini menjadi alat yang sangat penting dalam upaya mengidentifikasi individu harimau guna memonitor populasi serta habitat dan wilayah jelajahnya.
Rekaman video trap yang dipasang diantara dua wilayah konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Propinsi Riau dan Jambi, memberikan informasi ilmiah dan unik tmengenai tingkah laku satwa dilindungi tersebut.
Tim Riset Harimau WWF sejauh ini telah memasang empat kamera video jebak di kawasan jelajah harimau yaitu di antara dua wilayah konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Sumber: ANTARA News (Kamis, 7 Januari 2010 15:06 WIB)
"Memperoleh cuplikan video tersebut hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah pemasangan kamera video merupakan suntikan moral yang sangat berarti bagi tim kami di lapangan," kata koordinator Tim Riset Harimau Sumatera WWF-Indonesia. Karmila Parakkasi, dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Meski berhasil mendapatkan gambar induk dan anakan Harimau Sumatra, Karmila merasa khawatir karena hutan di kawasan tempat kami memperoleh video serta foto harimau tersebut terancam oleh pembukaan lahan oleh dua perusahaan pulp dan kertas raksasa, perkebunan kelapa sawit, serta perambahan dan penebangan liar.
"Yang menjadi pertanyaan, bisakah anak-anak harimau tersebut tumbuh besar di lingkungan seperti ini?," lanjutnya.
Setelah beroperasi selama satu bulan, kamera video otomatis bersensor itu berhasil mendokumentasikan foto keluarga harimau Sumatera saat mereka berjalan melintasi dan mengendus video jebak tersebut.
Selain mendapatkan gambar harimau betina dan dua anaknya, video jebak yang dipasang tersebut juga mendapatkan gambar harimau jantan dan satwa burunya yaitu babi hutan dan rusa, dan satwa lainnya seperti tapir, monyet ekor panjang, landak, dan luwak.
Video jebak bekerja dengan sensor infra merah yang otomatis teraktifasi saat sensor tersebut mengidentifikasi panas tubuh yang melintasinya.
Piranti ini menjadi alat yang sangat penting dalam upaya mengidentifikasi individu harimau guna memonitor populasi serta habitat dan wilayah jelajahnya.
Rekaman video trap yang dipasang diantara dua wilayah konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Propinsi Riau dan Jambi, memberikan informasi ilmiah dan unik tmengenai tingkah laku satwa dilindungi tersebut.
Tim Riset Harimau WWF sejauh ini telah memasang empat kamera video jebak di kawasan jelajah harimau yaitu di antara dua wilayah konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Sumber: ANTARA News (Kamis, 7 Januari 2010 15:06 WIB)