Kopenhagen (ANTARA News) - Sekjen Konvensi Badan Dunia untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer mengatakan KTT (COP) ke-16 pada 2010 yang akan berlangsung di Meksiko harus menghasilkan keputusan yang mengikat secara hukum bagi penanganan perubahan iklim.
Yvo mengatakan hal tersebut setelah melihat tidak tercapainya kesepakatan yang "legally binding" di KTT ke-15 Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, kemarin.
"Itu berarti masih banyak pekerjaan yang menunggu di Meksiko. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengubah komitmen (dari semua negara para pihak) itu menjadi sesuatu yang bisa diukur dan realistis di Meksiko," kata Yvo dalam jumpa pers di Kopenhagen, Sabtu.
Dia melihat "Copenhagen Accord" bukan merupakan kesepakatan yang mengikat secara hukum.
"Sebuah kesepakatan yang mengesankan, tetapi bukan kesepakatan yang mengikat secara hukum (legally binding accord), bukan kesepakatan yang memaksa negara industri menetapkan target masing-masing negara, bukan sebuah kesepakatan yang menjelaskan bagi negara berkembang utama apa yang harus dilakukan, bukan kesepakatan yang jelas bagaimana dana 30 miliar dolar AS bisa disediakan oleh negara-negara yang seharusnya," kata Yvo.
Tetapi sisi positifnya, bahwa Copenhagen Accord dirumuskan, dibuat dan disetujui oleh dari representasi semua negara yaitu dari negara maju, negara berkembang, negara besar,dan negara kecil.
"Perdana Menteri Leshoto (sebuah negara kecil) dan Presiden Obama duduk bersama dalam sebuah meja membahas kesepakatan. Ini menunjukkan kemauan bersama untuk maju ke depan, membuat skema pembiayaan jangka panjang, meski bukan pada kesepakatan yang mengikat," katanya.
Ada beberapa kemajuan pada "Copenhagen Accord" dibandingkan "Bali Action Plan" sebagai hasil COP-13 yaitu sudah ada angka yang tercantum pada kesepakatan.
"Kita mempunyai komitmen dari semua negara-negara industri. Negara berkembang utama punya garis besar rencana aksi nasional masing-masing yang akan menurunkan emisi GRK pada 28 persen dibawah BAU," katanya.
Akan tetapi negara berkembang berjanji menurunkan emisi lebih besar dibandingkan negara maju yaitu pada kisaran 15-30 persen pada 2020 dari BAU (business as usual), sedangkan negara maju hanya berkisar pada29 persen pada 2020 sesuai BAU.
"Dengan kata lain negara berkembang lebih punya tanggung jawab untuk menurunkan emisi GRK dibandingkan negara maju," terang Yvo.
Sayangnya angka target penurunan emisi GRK tersebut tidak dicantumkan pada "Copenhagen Accord".
Pada kesepakatan Kopenhagen tersebut juga dicantumkan janji disediakannya dana 30 miliar dolar AS untuk pembiayaan perubahan iklim jangka pendek dan 100 miliar AS untuk jangka panjang.
"Kita menerima janji pembiayaan 23 miliar dolar AS sebagai dana pembiayaan jangka pendek. Kita tidak sukses untuk menyatakan pembiayaan jangka pendek akan disediakan oleh negara mana saja pada kesepakatan," katanya.
COP-15 yang dihadiri oleh 115 kepala negara/pemerintahan berakhir satu hari lebih lama yaitu pada Sabtu (19/12) dengan menghasilkan kesepakatan "Copenhagen Accord".
Sember: ANTARA News (Minggu, 20 Desember 2009 19:30 WIB)
Yvo mengatakan hal tersebut setelah melihat tidak tercapainya kesepakatan yang "legally binding" di KTT ke-15 Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, kemarin.
"Itu berarti masih banyak pekerjaan yang menunggu di Meksiko. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengubah komitmen (dari semua negara para pihak) itu menjadi sesuatu yang bisa diukur dan realistis di Meksiko," kata Yvo dalam jumpa pers di Kopenhagen, Sabtu.
Dia melihat "Copenhagen Accord" bukan merupakan kesepakatan yang mengikat secara hukum.
"Sebuah kesepakatan yang mengesankan, tetapi bukan kesepakatan yang mengikat secara hukum (legally binding accord), bukan kesepakatan yang memaksa negara industri menetapkan target masing-masing negara, bukan sebuah kesepakatan yang menjelaskan bagi negara berkembang utama apa yang harus dilakukan, bukan kesepakatan yang jelas bagaimana dana 30 miliar dolar AS bisa disediakan oleh negara-negara yang seharusnya," kata Yvo.
Tetapi sisi positifnya, bahwa Copenhagen Accord dirumuskan, dibuat dan disetujui oleh dari representasi semua negara yaitu dari negara maju, negara berkembang, negara besar,dan negara kecil.
"Perdana Menteri Leshoto (sebuah negara kecil) dan Presiden Obama duduk bersama dalam sebuah meja membahas kesepakatan. Ini menunjukkan kemauan bersama untuk maju ke depan, membuat skema pembiayaan jangka panjang, meski bukan pada kesepakatan yang mengikat," katanya.
Ada beberapa kemajuan pada "Copenhagen Accord" dibandingkan "Bali Action Plan" sebagai hasil COP-13 yaitu sudah ada angka yang tercantum pada kesepakatan.
"Kita mempunyai komitmen dari semua negara-negara industri. Negara berkembang utama punya garis besar rencana aksi nasional masing-masing yang akan menurunkan emisi GRK pada 28 persen dibawah BAU," katanya.
Akan tetapi negara berkembang berjanji menurunkan emisi lebih besar dibandingkan negara maju yaitu pada kisaran 15-30 persen pada 2020 dari BAU (business as usual), sedangkan negara maju hanya berkisar pada29 persen pada 2020 sesuai BAU.
"Dengan kata lain negara berkembang lebih punya tanggung jawab untuk menurunkan emisi GRK dibandingkan negara maju," terang Yvo.
Sayangnya angka target penurunan emisi GRK tersebut tidak dicantumkan pada "Copenhagen Accord".
Pada kesepakatan Kopenhagen tersebut juga dicantumkan janji disediakannya dana 30 miliar dolar AS untuk pembiayaan perubahan iklim jangka pendek dan 100 miliar AS untuk jangka panjang.
"Kita menerima janji pembiayaan 23 miliar dolar AS sebagai dana pembiayaan jangka pendek. Kita tidak sukses untuk menyatakan pembiayaan jangka pendek akan disediakan oleh negara mana saja pada kesepakatan," katanya.
COP-15 yang dihadiri oleh 115 kepala negara/pemerintahan berakhir satu hari lebih lama yaitu pada Sabtu (19/12) dengan menghasilkan kesepakatan "Copenhagen Accord".
Sember: ANTARA News (Minggu, 20 Desember 2009 19:30 WIB)