Pangkalpinang (ANTARA) - Potensi dan kekayaan laut di perairan Bangka Belitung (Babel) terancam punah akibat aktivitas tambang inkonvensional (TI) apung yang beroperasi di perairan itu.
Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Babel, Yudho H Marhoed, di Pangkalpinang, Minggu, mengatakan, aktivitas tambang timah apung yang berkelanjutan mengakibatkan kerusakan parah pada terumbu karang, abrasi, pencemaran kelestarian alam laut yang akhirnya punah.
"Penambangan TI apung itu akan berdampak langsung kesejahteraan dan kelangsungan hidup para nelayan di Babel yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan," ujarnya.
Ia menjelaskan, penambangan bijih timah apung dan pengerukan timah dilepas pantai, terjadi perubahan topografi pantai dari yang sebelumnya landai menjadi curam.
Hal ini akan menyebabkan daya abrasi pantai semakin kuat dan terjadi perubahan garis pantai yang semakin mengarah ke daratan.
Selain itu, aktivitas penambangan dan pengerukan dan pembuangan sendimen akan menyebabkan perairan sekitar penambangan mengalami kekeruhan yang luar biasa tinggi.
"Meski penambangan dan pengerukan tidak dilakukan disekitar daerah terumbu karang, namun sendimen akan terbawa arus bisa mencapai daerah terumbu karang yang bersifat foto sintetik yang mengakibatkan penurunan populasi ikan di perairan Babel," ujarnya.
Ia mengatakan, biasanya aktivitas penambanganya dilakukan malam hari, menjelang siang kapal tersebut tidak melakukan aktivitas untuk menghindari aparat kepolisian.
"Untuk menghindari pengawasan dan penertiban aparat, para penambang melakukan penambangan diam-diam pada malam hari sehingga pencemaran dan kerusakan terumbu karang di perairan Babel terus berlangsung," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, diperlukan kerja keras aparat kepolisian untuk selalu menjaga dan mengawasi aktivitas penambangan apung itu.
Selain itu, diperlukan kebijakan yang tegas pemerintah daerah agar masyarakat nelayan tidak
frustrasi, terkatung-katung dalam ketidakjelasan sikap yang akhirnya para nelayan terpaksa untuk pasrah.
"Pemerintah dan aparat keamanan biasanya mengulur-ngulur penyelesaian dan dalam posisi yang seolah-olah netral, untuk itu, diperlukan tindakan tegas dan jelas untuk menghindari tindakan anarkis dan kriminal dari para nelayan," ujarnya.
Sumber: ANTARA News (Senin, 7 Desember 2009 04:38 WIB)
Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Babel, Yudho H Marhoed, di Pangkalpinang, Minggu, mengatakan, aktivitas tambang timah apung yang berkelanjutan mengakibatkan kerusakan parah pada terumbu karang, abrasi, pencemaran kelestarian alam laut yang akhirnya punah.
"Penambangan TI apung itu akan berdampak langsung kesejahteraan dan kelangsungan hidup para nelayan di Babel yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan," ujarnya.
Ia menjelaskan, penambangan bijih timah apung dan pengerukan timah dilepas pantai, terjadi perubahan topografi pantai dari yang sebelumnya landai menjadi curam.
Hal ini akan menyebabkan daya abrasi pantai semakin kuat dan terjadi perubahan garis pantai yang semakin mengarah ke daratan.
Selain itu, aktivitas penambangan dan pengerukan dan pembuangan sendimen akan menyebabkan perairan sekitar penambangan mengalami kekeruhan yang luar biasa tinggi.
"Meski penambangan dan pengerukan tidak dilakukan disekitar daerah terumbu karang, namun sendimen akan terbawa arus bisa mencapai daerah terumbu karang yang bersifat foto sintetik yang mengakibatkan penurunan populasi ikan di perairan Babel," ujarnya.
Ia mengatakan, biasanya aktivitas penambanganya dilakukan malam hari, menjelang siang kapal tersebut tidak melakukan aktivitas untuk menghindari aparat kepolisian.
"Untuk menghindari pengawasan dan penertiban aparat, para penambang melakukan penambangan diam-diam pada malam hari sehingga pencemaran dan kerusakan terumbu karang di perairan Babel terus berlangsung," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, diperlukan kerja keras aparat kepolisian untuk selalu menjaga dan mengawasi aktivitas penambangan apung itu.
Selain itu, diperlukan kebijakan yang tegas pemerintah daerah agar masyarakat nelayan tidak
frustrasi, terkatung-katung dalam ketidakjelasan sikap yang akhirnya para nelayan terpaksa untuk pasrah.
"Pemerintah dan aparat keamanan biasanya mengulur-ngulur penyelesaian dan dalam posisi yang seolah-olah netral, untuk itu, diperlukan tindakan tegas dan jelas untuk menghindari tindakan anarkis dan kriminal dari para nelayan," ujarnya.
Sumber: ANTARA News (Senin, 7 Desember 2009 04:38 WIB)