Jakarta, (ANTARA News) - Pulau Jawa sudah mulai memasuki masa krisis air karena setiap penduduk hanya memperoleh rata-rata 1.750 meter kubik (m3) air per tahun.
Sementara suatu wilayah dikategorikan krisis apabila pemenuhan kebutuhan airnya sudah menurun hingga memasuki 2.000 m3 per kapita per tahun, kata Staf Ahli bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur dan Kawasan Tertinggal Bappenas M Ikhwanuddin Mawardi yang dikukuhkan sebagai Profesor Riset di kantor BPPT di Jakarta, Rabu.
"Bahkan pada 2025 Pulau Jawa hanya dapat menyediakan air sekitar 320 m3 per kapita per tahun atau separuh saja dari yang dibutuhkan penduduknya," ia menjelaskan.
Pakar Agrometeorologi itu menjelaskan, pada 2025 penduduk Pulau Jawa sebanyak 181,5 juta jiwa, jika setiap penduduk membutuhkan 1.100 m3 air per tahun sesuai standar PBB, maka jumlah air yang dibutuhkan mencapai 199,6 miliar m3, sementara yang tersedia saat itu hanya 50,09 miliar m3.
Pada 1930, ujar dia, Pulau Jawa masih mampu memasok 4.700 m3 per kapita per tahun, namun karena penduduknya meningkat pesat sementara daya dukung alam terus menurun saat ini potensinya tersisa hampir sepertiganya.
"Kondisi ini memprihatinkan khususnya karena kelayakan ekonomi air hanya 35 persennya saja atau hanya 400 m3 per kapita saja per tahunnya, jauh di bawah standar PBB yakni 1.100 m3 per kapita per tahun," kata dia.
Dari total potensi air yang tersedia itu 75 persen di antaranya dipergunakan untuk keperluan irigasi, berhubung 60 persen produksi beras nasional dihasilkan di Pulau Jawa, baru kemudian air untuk rumah tangga dan kemudian air untuk kebutuhan industri.
Pasokan air yang terus berkurang ini, lanjut dia, sangat dipengaruhi oleh terus berkurangnya hutan alam di Pulau Jawa yang pada 2005 tinggal 400 ribu ha akibat perubahan alih fungsi lahan.
Penggundulan hutan yang semakin lama semakin ke arah hulu sungai membuat kemampuan Daerah Aliran Sungai (DAS) menahan dan meresapkan air sangat berkurang dan membuat volume air permukaan yang mengalir langsung ke laut menjadi lebih banyak.
Kondisi DAS rusak sebenarnya bisa dikendalikan dengan pembangunan saluran irigasi, namun kondisi waduk dan saluran irigasi juga banyak yang rusak, ujarnya.
"Dari total jaringan irigasi di Pulau Jawa seluas 3,28 juta ha sebanyak 379,761 ribu ha di antaranya rusak," kata Ikhwan.
Karena itu, ujar dia, perlu dilakukan penanganan atas permasalahan krisis sumber daya air di Pulau Jawa secara komprehensif seperti kebijakan yang efektif, pengaturan tata ruang wilayah, pengaturan distribusi jumlah penduduk, rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian kawasan psisir hingga pengaturan kelembagaan.
Selain Ikhwan, juga dikukuhkan Kardono, Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT sebagai Profesor Riset, juga Netty Widyastuti dari Pusat Teknologi Bioindustri BPPT.
Sumber: ANTARA News (Rabu, 2 Desember 2009 15:20 WIB)
Sementara suatu wilayah dikategorikan krisis apabila pemenuhan kebutuhan airnya sudah menurun hingga memasuki 2.000 m3 per kapita per tahun, kata Staf Ahli bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur dan Kawasan Tertinggal Bappenas M Ikhwanuddin Mawardi yang dikukuhkan sebagai Profesor Riset di kantor BPPT di Jakarta, Rabu.
"Bahkan pada 2025 Pulau Jawa hanya dapat menyediakan air sekitar 320 m3 per kapita per tahun atau separuh saja dari yang dibutuhkan penduduknya," ia menjelaskan.
Pakar Agrometeorologi itu menjelaskan, pada 2025 penduduk Pulau Jawa sebanyak 181,5 juta jiwa, jika setiap penduduk membutuhkan 1.100 m3 air per tahun sesuai standar PBB, maka jumlah air yang dibutuhkan mencapai 199,6 miliar m3, sementara yang tersedia saat itu hanya 50,09 miliar m3.
Pada 1930, ujar dia, Pulau Jawa masih mampu memasok 4.700 m3 per kapita per tahun, namun karena penduduknya meningkat pesat sementara daya dukung alam terus menurun saat ini potensinya tersisa hampir sepertiganya.
"Kondisi ini memprihatinkan khususnya karena kelayakan ekonomi air hanya 35 persennya saja atau hanya 400 m3 per kapita saja per tahunnya, jauh di bawah standar PBB yakni 1.100 m3 per kapita per tahun," kata dia.
Dari total potensi air yang tersedia itu 75 persen di antaranya dipergunakan untuk keperluan irigasi, berhubung 60 persen produksi beras nasional dihasilkan di Pulau Jawa, baru kemudian air untuk rumah tangga dan kemudian air untuk kebutuhan industri.
Pasokan air yang terus berkurang ini, lanjut dia, sangat dipengaruhi oleh terus berkurangnya hutan alam di Pulau Jawa yang pada 2005 tinggal 400 ribu ha akibat perubahan alih fungsi lahan.
Penggundulan hutan yang semakin lama semakin ke arah hulu sungai membuat kemampuan Daerah Aliran Sungai (DAS) menahan dan meresapkan air sangat berkurang dan membuat volume air permukaan yang mengalir langsung ke laut menjadi lebih banyak.
Kondisi DAS rusak sebenarnya bisa dikendalikan dengan pembangunan saluran irigasi, namun kondisi waduk dan saluran irigasi juga banyak yang rusak, ujarnya.
"Dari total jaringan irigasi di Pulau Jawa seluas 3,28 juta ha sebanyak 379,761 ribu ha di antaranya rusak," kata Ikhwan.
Karena itu, ujar dia, perlu dilakukan penanganan atas permasalahan krisis sumber daya air di Pulau Jawa secara komprehensif seperti kebijakan yang efektif, pengaturan tata ruang wilayah, pengaturan distribusi jumlah penduduk, rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian kawasan psisir hingga pengaturan kelembagaan.
Selain Ikhwan, juga dikukuhkan Kardono, Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT sebagai Profesor Riset, juga Netty Widyastuti dari Pusat Teknologi Bioindustri BPPT.
Sumber: ANTARA News (Rabu, 2 Desember 2009 15:20 WIB)