Laporan BUNYAMIN, Pangkalankerinci bunyamin@riaupos.com
Ketebalan kabut asap di seluruh kabupaten/kota di Riau semakin meningkat dua pekan terakhir. Di Pangkalankerinci, peningkatan cukup drastis selama sepakan terakhir. Bahkan pada Ahad (4/7), jarak pandang di kota ini merosot cukup jauh.
Dari pantauan Riau Pos, sepanjang hari jarak pandang terjauh hanya sekitar 700 meter, yang berlangsung pada kisaran tengah hari. Jarak pandang di pagi hari diperkirakan tak lebih dari 200 meter saja. Membaik sedikit pada siang hari, namun pada petangnya jarak pandang kembali melorot menjadi sekitar 500 meter.
Seorang warga bernama Hendri (29) saat ditemui di kawasan perkantoran Bhakti Praja Pangkalankerinci mengaku merasakan kecenderungan penebalan kabut asap. Bahkan dia memperkirakan jarak pandang pada pagi hari kurang dari 100 meter. ‘’Kalau kita perhatikan, tadi pagi gedung kantor tak nampak dari jalan. Berarti jarak pandang tak sampai 100 meter,’’ ucapnya.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran warga masyarakat Pangkalankerinci dan sekitarnya. Sejumlah kaum ibu yang ditemui mengaku telah melarang anak-anak keluar rumah untuk menghindari penyebaran penyakit akibat buruknya kualitas udara. Untungnya, saat ini musim liburan sekolah masih berlangsung, sehingga aktivitas anak-anak dalam pengawasan penuh para orang tua.
‘’Nasihat gurunya jangan banyak main di luar, kamipun mengawasi jangan sampai terlalu banyak keluar rumah supaya tidak terserang penyakit,’’ ujar Susi (38), warga Jalan Akasia Pangkalankerinci. Dampak yang dirasakan langsung oleh warga adalah resiko gangguan pada mata. Menurut Susi, gangguan yang paling cepat muncul adalah mata perih. Berkendara hanya beberapa kilometer saja menurutnya perubahan pada mata sudah dirasakan. ‘’Sudah pakai kacamata masih perih, apalagi tidak pakai,’’ imbuhnya.
Namun uniknya jarang sekali pengguna jalan yang mengenakan masker pelindung. Padahal risiko serangan pada pernafasan juga tidak kalah tinggi dibanding keluhan mata. Selain belum adanya kegiatan pembagian masker gratis dari lembaga tertentu, alat sederhana ini tidak banyak tersedia di pasar. Beberapa toko pakaian di Jalan Maharaja Indera Pangkalankerinci mengaku tidak pernah menjual masker. ‘’Tak ada yang memasok Pak, apa tak ada dari pemerintah?’’ tutur seorang penjaga toko balik bertanya.
Badan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa eskalasi kabut asap ini jelas akibat langsung dari aktivitas kebakaran lahan. Dari data BLH, jumlah hot spot di Kabupaten Pelalawan masih berfluktuasi. Dua pekan lalu, data yang dirilis oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Pekanbaru ke Pelalawan, didasarkan pada hasil temuan satelit NOAA 18 menyebut ada 34 titik api dalam wilayah Pelalawan. Sedangkan awal pekan lalu turun menjadi 22 titik dan naik lagi setiap hari hingga Sabtu lalu. Titik api masih fluktuatif, tapi BLH telah melaksanakan segala upaya mengurangi aktivitas pembakaran lahan.(fas)
Sumber: Harian Pagi Riau Pos (Senin, 06 Juli 2009 , 08:18:00)
Ketebalan kabut asap di seluruh kabupaten/kota di Riau semakin meningkat dua pekan terakhir. Di Pangkalankerinci, peningkatan cukup drastis selama sepakan terakhir. Bahkan pada Ahad (4/7), jarak pandang di kota ini merosot cukup jauh.
Dari pantauan Riau Pos, sepanjang hari jarak pandang terjauh hanya sekitar 700 meter, yang berlangsung pada kisaran tengah hari. Jarak pandang di pagi hari diperkirakan tak lebih dari 200 meter saja. Membaik sedikit pada siang hari, namun pada petangnya jarak pandang kembali melorot menjadi sekitar 500 meter.
Seorang warga bernama Hendri (29) saat ditemui di kawasan perkantoran Bhakti Praja Pangkalankerinci mengaku merasakan kecenderungan penebalan kabut asap. Bahkan dia memperkirakan jarak pandang pada pagi hari kurang dari 100 meter. ‘’Kalau kita perhatikan, tadi pagi gedung kantor tak nampak dari jalan. Berarti jarak pandang tak sampai 100 meter,’’ ucapnya.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran warga masyarakat Pangkalankerinci dan sekitarnya. Sejumlah kaum ibu yang ditemui mengaku telah melarang anak-anak keluar rumah untuk menghindari penyebaran penyakit akibat buruknya kualitas udara. Untungnya, saat ini musim liburan sekolah masih berlangsung, sehingga aktivitas anak-anak dalam pengawasan penuh para orang tua.
‘’Nasihat gurunya jangan banyak main di luar, kamipun mengawasi jangan sampai terlalu banyak keluar rumah supaya tidak terserang penyakit,’’ ujar Susi (38), warga Jalan Akasia Pangkalankerinci. Dampak yang dirasakan langsung oleh warga adalah resiko gangguan pada mata. Menurut Susi, gangguan yang paling cepat muncul adalah mata perih. Berkendara hanya beberapa kilometer saja menurutnya perubahan pada mata sudah dirasakan. ‘’Sudah pakai kacamata masih perih, apalagi tidak pakai,’’ imbuhnya.
Namun uniknya jarang sekali pengguna jalan yang mengenakan masker pelindung. Padahal risiko serangan pada pernafasan juga tidak kalah tinggi dibanding keluhan mata. Selain belum adanya kegiatan pembagian masker gratis dari lembaga tertentu, alat sederhana ini tidak banyak tersedia di pasar. Beberapa toko pakaian di Jalan Maharaja Indera Pangkalankerinci mengaku tidak pernah menjual masker. ‘’Tak ada yang memasok Pak, apa tak ada dari pemerintah?’’ tutur seorang penjaga toko balik bertanya.
Badan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa eskalasi kabut asap ini jelas akibat langsung dari aktivitas kebakaran lahan. Dari data BLH, jumlah hot spot di Kabupaten Pelalawan masih berfluktuasi. Dua pekan lalu, data yang dirilis oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Pekanbaru ke Pelalawan, didasarkan pada hasil temuan satelit NOAA 18 menyebut ada 34 titik api dalam wilayah Pelalawan. Sedangkan awal pekan lalu turun menjadi 22 titik dan naik lagi setiap hari hingga Sabtu lalu. Titik api masih fluktuatif, tapi BLH telah melaksanakan segala upaya mengurangi aktivitas pembakaran lahan.(fas)
Sumber: Harian Pagi Riau Pos (Senin, 06 Juli 2009 , 08:18:00)