Beberapa petugas dari Polda Kepri,Dinas Kehutanan,dan Bepdalda melihat secara langsung kerusakan hutan(26/04/07). (ANTARA/Andika Bayu)
Jakarta (ANTARA News) - Institut Hijau meminta Komisi VII DPR-RI agar merevisi pasal 65 UU No.23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan menggantinya dengan ketentuan Komisi Independen sebagai lembaga berwenang untuk membuktikan sebuah perusahaan bebas atau tidak dari tuduhan perusakan lingkungan.
"Pasal 65 UU pengelolaan LH itu perlu direvisi dengan pembentukan Komisi Independen karena semula pasal 65 melahirkan kebijakan bahwa pelaku usaha diberikan kewenangan sendiri untuk membuktikan usahanya tidak merusak lingkungan," kata Chalid Muhammad dari Institut Hijau di Gedung DPR RI Jakarta, Senin.
Permintaan tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat 10 organisasi nonpemerintah (ornop) peduli lingkungan dengan anggota Komisi VII DPR-RI di gedung DPR RI di Jakarta, Senin.
Kesepuluh ornop yang turut mendesak agar legislatif memberikan masukan revisi UU No 23 tahun 2007 --hingga justru muncul gagasan untuk membuat RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup yang baru-- itu adalah LSM HUMA, WALHI, ICEL, KEHATI, Institut Hijau, Kiara, Green Peace Indonesia, Sawit Wacht dan Perwatu.
Menurut Chalid, pasal 65 dalam UU No 23 tahun 2007 tersebut sangat mengganjal karena perusahaan akan tetap bebas dari kegiatan ganti rugi, jika pelaku usaha membuktikan sendiri bahwa kerusakan lingkungan tersebut akibat bencana alam dan bukan akibat aktivitas usaha mereka.
"Kami berharap Komisi VII DPR-RI merevisi pasal tersebut, karena pasal itu bisa dimanipulasi oleh pelaku usaha sebab hanya berupa pembuktian sepihak oleh mereka sendiri," katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, jika sebuah perusahaan yang telah melakukan perusakan lingkungan, maka untuk membuktikan perusahaan itu telah melakukan perusakan atau hanya karena bencana alam maka pembuktian itu harus berdasarkan rekomendasi independen Komisi LH.
Keberadaan Komisi Independen ini sangat memungkinkan jika dibuat dalam KEPRES atau PERPRES.
Sehubungan dengan adanya pertanyaan ke Komisi VII yang terkesan bahwa Dewan mengabaikan pasal 65 itu, menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf, mereka tidak punya niat untuk melindungi perusahaan pelaku perusak lingkungan seperti Lapindo.
"Tidak ada niat kami apapun di belakang itu untuk melindungi Lapindo, namun pembuktian itu hanya karena pesan UU. Justru sebaliknya dewan memiliki niat baik hingga menunda `reses` dan menggelar rapat dengar pendapat dengan sepuluh LSM," katanya.
Rapat tersebut, katanya lagi, dilaksanakan untuk merevisi UU No 23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, karena UU itu tidak bisa menangani masalah lingkungan dengan baik.
Anggota Komisi VII Catur Sapto Edi dari Fraksi PAN, mengatakan sekarang bangsa ini memiliki banyak model permasalahan dan diyakini akan lebih banyak lagi pada masa datang.
Ornop perlu bersama-sama dewan untuk memberikan pemikiran khususnya dalam membuat peraturan.
"Kerja sama itu diperlukan sebab tidak banyak orang yang peduli dengan persoalan lingkungan, dan pemegang kekuasaan pun punya pekerjaan jangka pendek dan tidak peduli terhadap masalah lingkungan. Masalah lingkungan kepentingannya bukan untuk hari ini saja melainkan juga untuk jangka panjang," katanya.(*)
Sumber: ANTARA News (Selasa, 14 Juli 2009 06:12 WIB)