2009-06-05

Dalam Sebulan, Lima Gajah di Riau Mati

PEKANBARU, KOMPAS.com — Dalam masa sebulan, sepanjang Mei 2009, terdapat lima ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Riau mati mengenaskan, baik karena diracun, akibat perburuan gading, maupun konflik dengan masyarakat.

Kepala Bidang Teknis Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Sahimin, Kamis (4/6) di Pekanbaru, mengatakan, kasus pertama terjadi pada 7 Mei. Saat itu dua ekor gajah jinak mati tanpa gading di lokasi Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas, Kabupaten Siak.

Pada 28 Mei ditemukan tiga ekor gajah mati di areal PT Rimba Peranap Indah (RPI) di perbatasan Kabupaten Pelalawan-Indragiri Hulu. "Dalam tahun ini, terdapat lima ekor gajah mati, semuanya terjadi dalam bulan Mei," kata Sahimin.

Menurutnya, gajah-gajah itu mati karena diracun, seperti dalam kasus matinya gajah jantan jinak yang merupakan peliharaan BBKSDA di PLG Minas. Dua ekor gajah pejantan itu diberi makanan yang telah dicampur racun dan gadingnya diambil.


Namun, lanjut dia, gading yang telah ditanggalkan dari hewan itu tidak jadi dibawa keluar dari lokasi PLG oleh pelaku, tetapi ditinggalkan dekat jalan masuk PLG.


Adapun dalam kasus matinya tiga ekor gajah di lokasi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RPI diduga akibat konflik dengan masyarakat. Sebab, gajah yang mati merupakan dua ekor gajah betina dan satu ekor anaknya. Ketiganya tidak memiliki gading.


Lokasi gajah mati itu berada di areal tanaman akasia yang masih muda. Tidak jauh dari bangkai gajah tersebut terdapat areal perkebunan sawit yang baru ditanam.


"Kedua kasus kematian gajah ini sedang dalam proses penyelidikan dan hasil autopsi jenis racun yang membunuh hewan ini belum diketahui," katanya.


Sementara itu, informasi yang diterima dari ahli forensik hewan liar, drh Wisnu Wardana, jenis racun yang membunuh hewan langka itu, yakni "organoclor" dan "organofosfor". Kedua racun ini merupakan racun pestisida yang amat mudah didapat dan kerap dijadikan bahan peracun gajah.


"Jenis racus pestisida ini diketahui dari pemeriksaan sampel isi perut gajah," kata Wisnu yang juga melakukan autopsi terhadap bangkai gajah tersebut.


Ketua I Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia ini selalu melakukan autopsi terhadap gajah-gajah liar dan jinak yang ditemukan mati di Riau.


Ia menyayangkan tidak adanya perlindungan terhadap gajah di Riau. Hewan langka itu tidak hanya mati di alam bebas, tetapi juga di lokasi tempat pemeliharaannya, seperti di PLG Minas.


Menurut dia, kematian hewan tersebut di alam bebas terjadi karena konflik akibat perubahan fungsi hutan menjadi kebun sawit dan permukiman sehingga hewan berbelalai itu dianggap sebagai hama tanaman. Sementara itu, kematian di lokasi tempat pemeliharaannya karena adanya mafia gading gajah.


"Pembunuhan gajah di Riau terus berlanjut, tapi tidak pernah tersangka pembunuh hewan yang menjadi aset dunia ini ditangkap, padahal di depan "hidung" KSDA hewan ini mati," katanya.


Sumber: Kompas
(Kamis, 4 Juni 2009 | 15:24 WIB)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org