2009-06-24

Jangan seperti Menggantang Asap


Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu telah ditetapkan dalam sidang MAB UNESCO, di Jeju, Korea 26 Mei 2009 lalu. Cagar biosfer merupakan ekosistem daratan, laut/pesisir atau kombinasi lebih dari satu ekosistem, yang secara internasional diakui keberadaannya sebagai bagian dari program Man and Biosphere (MAB) untuk mempromosikan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam.

Masyarakat Riau atau bahkan masyarakat Kabupaten Bengkalis, Siak maupun Kota Dumai dimana kawasan ini berada tidak mengetahui jika kawasan Giam Siak Kecil-Bukit Batu telah ditetapkan sebagai kawasan cagar biosfer. Dengan penetapan ini diharapakan kelestarian kawasan itu bisa terjaga dan bisa menyelamatkan muka bumi ini.

Semestinyalah ditetapkan kawasan ini sebagai cagar biosfer harus disambut suka cita oleh seluruh lapisan masyarakat, di Indonesia sendiri sebelum ditetapkannya kawasan ini sebagai kawasan cagar biosfer telah ada enam kawasan lainnya masing-masing Cagar Biosfer Cibodas, Cagar Biosfer Siberut, Cagar Biosfer Leuser, Cagar Biosfer Tanjung Puting, Cagar Biosfer Lore Lindu dan Cagar Biosfer Pulau Komodo. Dengan ditetapkannya kawasan Giam Siak Kecil-Bukit Batu sebagai kawasan cagar biosfer saat ini Indonesia memiliki tujuh cagar biosfer.

Upaya penyelamatan kawasan ini dari kehancuran harus dilakukan semua pihak, upaya penyelamatan kawasan ini dari kehancuran haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya secara terintegrasi, pembinaan terhadap masyarakat tempatan yang bermastautin (bermukim) di kawasan itu harus dilakukan, sehingga masyarakat tidak lagi mengambil kayu-kayu alam yang terdapat di kawasan itu, dengan sendirinya kesinambungan kawasan itu tetap terjaga dengan baik.

Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Riau Zulkifli Yusuf mengatakan, ditetapkannya kawasan ini sebagai kawasan cagar biosfer harus disambut baik, akan tetapi dengan ditetapkannya kawasan ini upaya penyelamatan terhadap masyarakat harus dilakukan.

‘’Jangan kita menerima penghargaan di atas penderitaan masyarakat tempatan. Karenanya harus ditetapkan dulu status lahannya, penetapan status lahan ini tidak di provinsi akan tetapi di Departemen Kehutanan (Dephut),’’ ujarnya.

Ini penting dilakukan, agar dalam pengelolaan selanjutnya tidak salah kaprah dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, hal lain yang perlu dilakukan adalah siapa yang akan mengelola kawasan itu. Pemerintah provinsi tentu tidak bisa ikut campur dalam mengelola kawasan itu karena bukan kewenangannya. Jika tetap dipaksakan dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Ia menuturkan, jangan sampai upaya penyelamatan yang dilakukan saat hanya hangat dibicarakan sesaat, namun sampai pada tahap implementasinya tidak ada kenyataannya. ‘’Atau dalam kata orang dulu hangat-hangat tahi ayam. Dari yang paling penting itu dudukkan dulu status lahan yang ada, jika status ini tidak duduk upaya penyelamatan itu akan sia-sia,’’ ujarnya.

Atau jangan sampai seperti menggantang asap, jika itu terjadi upaya penyelamatan itu akan sia-sia. "Satu hal lagi, yang perlu disepakati adalah dari mana kita memulai, apalagi di dalam kawasan itu ada tiga domain pertama pemerintah, kedua perusahaan dan ketiga masyarakat. Itu tadi yang saya katakan upaya penyelamatan terhadap masyarakat harus dilakukan, jangan sampai kita meraih penghargaan atas penderitaan rakyat,’’ ujarnya.

Lebih baik, kita berbicara pahit-pahit dulu, jika nantinya akan berhasil dengan manis bukan sebaliknya berbicara manis saat ini namun hasilnya akan menjadi pahit. ‘’Satu hal lagi yang paling penting soal dana. Tanpa dana upaya ini akan sia-sia, Pemprov tidak memiliki domain dalam hal ini karena kewenangannya berada di Dephut. Selesaikan ini secara kholistik bukan parsial,’’ ujarnya.

Dalam pada itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau Ir H Fadrizal Labay menuturkan hal yang sama. Menurutnya masing-masing stakeholder harus bersatu padu dalam hal ini, sebab masing-masing kerja stakeholder itu berbeda-beda namun dengan tujuan yang sama. ‘’Apalagi di kawasan itu ada tiga zona, makanya harus didudukkan dengan betul kerja masing-masing stakeholder supaya tidak salah dalam implementasinya kelak,’’ ujarnya.

Jangan Seperti Menaburkan Garam di Lautan
Pemerintah Kabupaten Bengkalis sendiri menyatakan siap membantu program penyelamatan kawasan ini. Terutama sekali memberikan bantuan kepada masyarakat tempatan yang berada di kawasan itu. Akan tetapi bentuk bantuan yang diberikan harus jelas seperti apa, ini penting dilakukan agar bantuan yang diberikan itu tepat sasaran dan betul-betul bermanfaat bagi masyarakat.

‘’Jangan nanti terjadi seperti kita menabur garam di lautan, garam habis pekerjaan itu menjadi sia-sia. Artinya, kita telah mengeluarkan dana yang cukup besar namun hal itu tidak dirasakan masyarakat, padahal peran masyarakat dalam menjaga kawasan ini sangat vital sekali,’’ tutur Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bengkalis Darmawi.

Karena itu, lanjutnya lagi Pemkab Bengkalis mengharapkan pola yang bagaimana bisa dilakukan, karena itu masukan-masukan dari berbagai pihak dalam upaya penyelamatan kawasan itu bisa dilakukan dengan baik dan masyarakat tempatan pun bisa menikmatinya dan turut serta menjaga kawasan itu dari tindakan-tindakan orang tidak bertanggung jawab.

Ia kembali menegaskan, Pemkab Bengkalis siap mencurahkan anggaran untuk itu. Akan tetapi pihaknya menginginkan program yang jelas, sehingga nanti Pemkab Bengkalis tidak salah dalam perencanaannya. ‘’Sekali lagi kami tegaskan jangan sampai kita seperti menabur garam ke laut, program tidak berjalan uang habis tanpa hasil yang diharapkan,’’ ujarnya.

Kawasan cagar biosfer ini hampir 67 persen masuk ke wilayah territorial Kabupaten Bengkalis, 29 persen masuk ke dalam kawasan Kabupaten Siak dan sekitar empat persen lainnya masuk ke wilayah Kota Dumai.

Sisi lain Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak Teten Effendi menuturkan Pemkab Siak memberikan apresiasi yang tinggi terhadap penetapan kawasan ini sebagai kawasan cagar biosfer ke tujuh di Indonesia. Diharapkan dengan penetapan kawasan ini akan bisa mengangkat berbagai potensi-potensi yang dimiliki yang selama ini belum tergali.

Satu hal yang paling panting dari penetapan kawasan ini adalah bagaimana masyarakat mendapatkan manfaat yang berarti, jangan sebaliknya setelah kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan cagar biosfer malah menimbulkan berbagai persoalan lainnya pada masyarakat dan pada akhirnya bisa menyengsarakan rakyat.

‘’Ini sangat membanggakan kita sekaligus tantangan apakah kita akan sanggup menjaga kawasan ini dengan baik. Dalam arti kata kawasan hutan terjaga masyarakat yang berada di dalam kawasan itu tetap dapat hidup dengan layak dan baik. Sekali lagi, penetapan ini harus bisa memberikan manfaat kepada masyarakat tempatan dan mereka bisa hidup dengan layak,’’ ujarnya.(gem)


Sumber: Harian Pagi Riau Pos (Minggu, 21 Juni 2009 , 10:07:00)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org