2009-06-23

Menjadikan Riau Pusat Riset Gambut


Laporan Muhammad Amin, Pekanbaru amin@riaupos.com
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu (GSK-BB), sebuah kawasan hutan tropis di Bengkalis-Siak yang eksotik, tentunya memiliki keanekaragaman hayati yang unik. Selain jenis tumbuhan yang beragam, jenis hewan langka dan unik juga ada di sini. Sayangnya, penelitian yang mendalam pada flora dan fauna di kawasan ini belum memadai.

Dengan dijadikannya kawasan Giam Siak Kecil – Bukit Batu dalam konsep biosfer, tentunya penelitian yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup manusia bisa terjadi dari sini. Apalagi, salah satu fungsi dari konsep cagar biosfer yang diterapkan pada kawasan hutan adalah untuk kawasan pendukung logistik, misalnya penelitian. Cukup banyak yang masih belum tersentuh penelitian di CB GSK-BB yang baru diresmikan beberapa waktu yang lalu ini.

Ketua Jurusan Biologi Universitas Riau, Muhibuddin menyebutkan, langkah menjadikan Giam Siak Kecil – Bukit Batu menjadi cagar biosfer merupakan sesuatu yang konstruktif, khususnya lagi bagi dunia akademis. Banyak yang perlu diteliti dari alam Riau, terutama di kawasan-kawasan hutan yang memiliki keunikan seperti Giam Siak Kecil – Bukit Batu ini. Ini merupakan anugerah yang menjadi kawasan penelitian terbesar. Ia merupakan kawasan riset raksasa yang potensial.

‘’Makanya langkah menjadikan cagar biosfer harus ditindaklanjuti dengan sesuatu yang konkret,’’ ujar Muhibudin kepada Riau Pos.

Dengan rencana Universitas Riau yang akan menjadi universitas riset, tentunya diperlukan banyak sekali penelitian untuk menuju rencana besar itu. Menurutnya, alam Riau memiliki kekayaan yang luar biasa untuk dapat diteliti lebih jauh. Jurusan biologi sendiri, ujarnya, sangat erat kaitannya dengan makhluk hidup, yang tentunya merupakan peluang terbuka untuk riset di kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati ini.

‘’Kita bahkan sudah menyiapkan sebelas topik penelitian di Giam Siak kecil bulan depan,’’ ujarnya.

Beberapa penelitian yang diharapkan dapat memiliki manfaat bagi masyarakat ke depan adalah mengenai berbagai jenis ikan di tasik yang ada di kawasan ini. Juga tentang biota air, flora dan fauna di kawasan perairan yang banyak di Giam Siak Kecil. Dia menyebut, secara ekologis, dan mikro biologi, tanah di sana sangat khas sehingga flora dan fauna hingga hewan kecilnya pun akan berbeda. Tentunya ini merupakan sebuah keunikan.

‘’Kita akan ke sana untuk melakukan penelitian yang akan dilakukan mulai bulan depan. Kita harapkan nanti kontinyu,’’ sebutnya.

Dalam konsepnya, terdapat dua stasiun penelitan yang dapat dipergunakan di sekitar Biosfer Giam Siak Kecil. Pihaknya mendukung jika pengelola kawasan ini memang menjadikan kawasan ini nyaman untuk penelitian. Pihaknya memang belum melihatnya secara konkret namun yakin mengarah ke sana dan mendukungnya.

Dia mengharapkan, dengan menjadi kawasan yang memungkinkan untuk riset, maka kelestarian dan kemanfaatan Biosfer Giam Siak Kecil akan lebih baik lagi ke depannya. Ini menurutnya program bersama yang perlu didukung. Dalam konteks ini, UR masuk di sisi riset saja.

‘’Nanti dalam hal riset ini, dari Fakultas Perikanan dan juga Jurusan Kimia akan ikut. Tentunya mereka ingin tahu tanaman obat yang khas dan bisa dikembangkan dari sini,’’ ujarnya.

Dari segi biologi memang ada yang khas akan diteliti di Giam Siak Kecil ini. Sebutlah ikan tapah, selais dan yang khas rawa gambut lainya. Berkemungkinan ada jenis tertentu yang belum diketahui dan perlu diteliti.

‘’Berdasarkan keunikan tasiknya, ada keunikan besar biologi yang dihidup di sana,’’ ujarnya menggambarkan.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Rahman Sidik menyebutkan, keberadaan Biosfer Giam Siak Kecil sebagai kawasan penelitian merupakan hal yang baik. Namun menurutnya yang paling penting adalah menjaga harmonisasi antara alam dan manusia, juga lingkungan sosial di kawasan ini.
‘’Dalam semboyan apapun, memberdayakan masyarakat sekitar sangat penting,’’ sebutnya.

Memang dalam praktiknya, konsep Biosfer Giam Siak Kecil ini belum jelas, seperti apa bentuk penelitian, konservasi dan pemberdayaan masyarakatnya di sana. Sekarang memang ada rencana-rencana ke depan yang perlu dikonkretkan lagi. Untuk itu manajemen akan dan harus lebih transparan nantinya, sehingga kondisi alam dari Giam Siak Kecil ini tidak terganggu.

Kepada pengelola nantinya, ia menyebutkan bahwa untuk itu kerja sama bentuk apapun, termasuk penelitian, dengan pihak mana pun boleh saja. Namun tentu ada syaratnya yakni kerja sama itu. Pertama, jangan mengubah fungsi kawasan misalnya dengan dibuat mal agar masyarakat ramai yang datang, pengelolanya tetap Dephut dan peraturan konservasi yang berlaku di sana.

‘’Kalau syarat itu dipenuhi tentunya kita dukung pihak-pihak yang mengelola kawasan ini bersama. Kita juga hendaknya tidak apriori dulu,’’ sebutnya.

Universitas Riset
Akademisi Universitas Riau Ahmad Muhammad mengatakan, dari segi penelitian menuju visinya sebagai universitas riset, Universitas Riau ingin menjadi center of excellent. Dan itu tak akan bisa ditembus kecuali dengan penelitian sumber daya alam (SDA) yang ada. Riau sebenarnya memiliki kekayaan itu dan salah satunya terdapat di Giam Siak Kecil yang kini menjadi salah satu kawasan cagar biosfer bersama enam kawasan lainnya di dunia.

Untuk itu memang diperlukan gerakan yang sistematis dari universitas untuk menuju universitas riset ini. Yang perlu dibenahi adalah konsep dan jalinan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menunjang berbagai penelitian yang dilakukan. Untuk itulah, maka rencana kerja sama penelitian di kawasan Biosfer Giam Siak Kecil ini menemukan momentum terbaiknya.

‘’Dalam rangka penelitan di CB GSK-BB ini juga ada kerja sama dengan Universitas Kyoto, yang dikenalkan oleh LIPI,’’ ujarnya.

Ke depan, UR memang akan berusaha menjadi center of excellent dalam hal penelitian ini. Memang predikat itu lebih dulu dipegang Universitas Palangkaraya. Namun itu bukan berarti mereka lebih hebat namun karena menampung peneliti universitas internasional, dengan host dari Universitas Palangkaraya.

‘’Kalau kita tak ingin hanya host, melainkan kita yang menjadi penelitinya,’’ katanya.

Khawatir
Sebagai akademisi, Ahmad Muhammad mengaku khawatir dan apa yang dibicarakan dan diwacanakan sebagai kawasan Giam Siak Kecil sekarang sebagai cagar biosfer akan pudar. Soal ini ini merupakan pekerjaan yang besar dan menuntut konsistensi. Bisa saja ia ibarat asap yang makin lama makin pudar.

‘’Seperti Bukit Tiga Puluh, jangankan dijaga, malah semakin dibiarkan dan tambah rusak. Tentunya kita sangat prihatin. Padahal dulu kawasan ini diharapkan benar-benar menjadi kawasan yang terjaga,’’ ujarnya.

Ahmad Muhammad juga menyebutkan bahwa rencana pemeliharaan kawasan hutan ini menjadi konsep yang berbeda, baik dan berkesinambungan ke depan itu merupakan hal yang baik. Namun kebanyakan itu terjadi dari eksternal, ketika dunia sudah menyorakinya, mengadakan pertemuan internasional dengan isu lebih besar seperti global warming. Padahal menurutnya Riau memiliki kearifan lokal untuk menjaga alam dan lingkungannya.

‘’Inisiatif seharusnya tak datang dari luar tapi dari dinamika internal,’’ ujarnya.

Endang Sukarya menyatakan bahwa Indonesia dengan hutan tropisnya merupakan tempat mencari farmasi dan pangan yang baru. Makanya diperlukan penelitian-penelitian yang komprehensif terkait dengan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil ini. Sebagai kawasan konservasi, tentunya harus terus dijaga dan selain itu harus ada konsep ekonomi dan sosial dari kawasan konservasi.

‘’Namun juga perlu riset di sana, baik dari Universitas Riau dan LIPI. Para peneliti perlu untuk terjun ke sana,’’ ujarnya.

Dari segi ekosistemnya, Giam Siak Kecil di Bukit Batu, Riau berbeda dari cagar biosfer lainnya yang ada. Kawasan hutan ini dikelilingi HTI dari Sinar Mas Grup yang sudah berkomitmen dan berjanji akan melindungi kawasan cagar alam di sana. Di kawasan luar dari cagar biosfer inilah terdapat hutan yang difungsikan sebagai zona penyangga, yang fungsinya lebih banyak dari pada sekadar konservasi.

Di antaranya yang terpenting juga adalah sebagai tempat penelitian. Disebutkan Endang, di zona penyangga inilah nantinya akan dibangun kawasan penelitian, misalnya penelitian tentang gambut. Saat ini sedang dicari lokasi di mana tempat di kawasan ini, yang berpotensi untuk kawasan penelitian.
‘’Ini pernah dibahas di Jeju Korsel,’’ ujarnya.

Biosfer sendiri merupakan konsep memadukan konservasi dan pembangunan ekonomi dan sosial. Fungsi biosfer selain, untuk konservasi, juga untuk pembangunan serta riset dan monitoring. Untuk fungsi riset ini diharapkan Biosfer Giam Siak Kecil menjadi kawasan penelitian yang baik.

‘’Masih banyak farmasi dan pangan masa depan yang potensinya sangat besar di Giam Siak Kecil. Tentu perlu penelitian lebih jauh,’’ ujarnya.(ndi)


Sumber: Harian Pagi Riau Pos (Minggu, 21 Juni 2009 , 10:09:00)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org