HUTAN BAKAU: Darwis Saleh bersama tim penilai Setia Lestari Bumi berada di pondok di tengah-tengah hutan bakau yang ditanamnya.(istimewa)
Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaruandinoviriyanti@riaupos.com
Buah bakau adalah ikon dari legenda Putri Tujuh di Kota Dumai. Melestarikan tanaman bakau di bibir pantai Kota Dumai sama halnya dengan melestarikan legenda Putri Tujuh. Itulah yang dilakukan oleh Darwin Saleh, penerima Setia Lestari Bumi dari Gubernur Riau HM Rusli Zainal pada 17 Juni lalu, bertepatan dengan Puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tingkat Provinsi Riau.
Bagi sebagian orang, legenda mungkin hanya tinggal legenda. Tetapi tidak bagi Darwis Saleh. Pria yang aktif sebagai seniman teater dan penulis sastra ini selalu punya keinginan untuk melestarikan cerita legenda yang ada di negerinya. Tepatnya di Kota Dumai.
Siapa yang tak pernah mendengar kisah Putri Tujuh, legenda turun menurun yang berada di Kota Dumai? Saking kuatnya kisah itu dalam benak dan ingatan masyarakat Dumai, nama Putri Tujuh melekat abadi di Kilang Pertamina. Makam Putri Tujuh bermastautin di kilang tersebut.
Kerisauan melihat makan Putri Tujuh hanya terbiar dan hilangnya hutan bakau yang melindungi bibir pantai Kota Dumai tempat makan Putri Tujuh, membuat Darwis Saleh memutar haluan. Didukung dengan keikhlasan istrinya, Darwis pun meninggalkan pekerjaan di Kilang Pertamina dan berkonsentrasi menyelamatkan bakau yang masih tersisa. Pria tamatan SMEA ini, menyatakan, keberadaan bakau di kawasan itu memiliki arti penting bagi kelestarian legenda Putri Tujuh.
Di mana dikisahkan bahwa keberadaan hutan bakaulah yang menyelamatkan sebuah kerajaan di Dumai bernama Seri Bunga Tanjung dari serangan musuh. Alkisah ada seorang pangeran bernama Empang Kuala yang terpesona dengan kecantikan si bungsu dari tujuh putri Cik Sima, ratu di kerajaan tersebut. Namun Cik Sima tidak menerima lamaran itu karena harusnya putri tertualah yang harus dulu dilamar. Penolakan itu membuat Pangeran Empang Kuala naik pitam dan merasa dipermalukan. Akhirnya diserangnyalah Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Kerajaan Seri Bunga Tanjung pun mengalami kekalahan, namun di tengah-tengah cerita legenda itu diceritakan Ratu Cik Sima meminta bantuan jin yang sedang bertapa di Bukit Hulu Sungai Umai (Umai menjadi asal muasal nama Kota Dumai,red). Lalu pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai tepatnya berlindung di bawah pohon bakau. Menjelang malam tiba-tiba pasukan itu tertimpa beribu-ribu buah bakau yang bentuknya runcing dan memanjang itu menusuk badan pasukan Pangeran Empang Kuala. Lumpuhnya kekuatan pasukan Pangeran Empang Kuala membuat berakhirlah perang antara mereka.
Buah bakau sebagai penyelamat bagi Kota Dumai dari peperangan itulah yang menurut Darwis, membuatnya ingin melestarikan keberadaan hutan bakau di Sungai Dumai. Apalagi dia melihat wilayah tempat legenda itu bermaustatin tepatnya di Sungai Dumai tersebut terus terkikis karena abrasi. Bersama LSM Pecinta Alam Bahari yang dibangunnya sejak tahun 1999, putra daerah ini aktif melakukan penyelamatan hutan bakau. Mereka melakukan pembibitan, penanaman, dan juga memelihara hutan bakau yang masih tersisa.
Pria kelahiran Kota Dumai, 7 Maret 1968 ini bersama anggota LSM Pecinta Alam Bahari dan masyarakat yang mendukungnya telah melakukan penaman sekitar 150 ribu batang bakau atau seluas 5,6 hektare. Mereka juga melakukan penghijauan di Desa Guntung, wilayah kebun masyarakat yang terancam abrasi besar-besaran karena tidak ada hutan bakaunya lagi. Mereka menargetkan pula penyelamatan tujuh pulau-pulau kecil yang berada di depan Kota Dumai.
“Pulau-pulau itu sebenarnya masuk wilayah Bengkalis. Namun tak tersentuh oleh Bengkalis. Mengingat potensi wisata bahari sangat indah di pulau-pulau tersebut, maka kami berinisiatif untuk menyelamatkannya,” ungkap Darwis Saleh, Jumat (19/6) kepada Riau Pos tentang target kegiatan yang akan dilakukannya usai menerima Penghargaan Setia Lestari Bumi kategori Penyelamat Lingkungan dari Gubernur Riau HM Rusli Zainal.
Anugerah Setia Lestari Bumi adalah penghargaan yang memiliki tujuan dan fungsi yang sama dengan Penghargaan Kalpataru yang diberikan setiap tahun bagi pahlawan-pahlawan lingkungan di Indonesia pada Peringatan Hari Lingkungan Sedunia yang diberikan langsung oleh Presiden di Istana Negera. Bedanya Setia Lestari Bumi pada level daerah, Kalpataru pada level nasional.
Lebih lanjut tentang harapannya, Darwis menginginkan bagaimana pemerintah mau memfasilitasi pembuatan fasilitas untuk pembelanjaran bakau di daerahnya. Sehingga tempat hutan bakau yang ditanamnya menjadi tempat pelatihan dan belajar. “Sudah ada empat orang yang tesisnya berasal dari penelitian bakau di daerah kami ini,” ungkap ayah empat anak ini.
Harapan lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah agar wacana Pemerintah Kota Dumai yang hendak memperluas kawasan pelabuhan jangan sampai mengorbankan hutan bakau yang tersisa saat ini. “Saya berharap Pemda Dumai dan anggota dewan, benar-benar memikirkan kelestarian bakau ini. Jangan sampai karena karena perluasan pelabuhan mengorbankan hutan bakau,” tutur pria yang menjadi pembina Dewan Kesenian Dumai ini.***
Sumber: Harian Pagi Riau Pos (Minggu, 21 Juni 2009 , 10:00:00)
Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaruandinoviriyanti@riaupos.com
Buah bakau adalah ikon dari legenda Putri Tujuh di Kota Dumai. Melestarikan tanaman bakau di bibir pantai Kota Dumai sama halnya dengan melestarikan legenda Putri Tujuh. Itulah yang dilakukan oleh Darwin Saleh, penerima Setia Lestari Bumi dari Gubernur Riau HM Rusli Zainal pada 17 Juni lalu, bertepatan dengan Puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tingkat Provinsi Riau.
Bagi sebagian orang, legenda mungkin hanya tinggal legenda. Tetapi tidak bagi Darwis Saleh. Pria yang aktif sebagai seniman teater dan penulis sastra ini selalu punya keinginan untuk melestarikan cerita legenda yang ada di negerinya. Tepatnya di Kota Dumai.
Siapa yang tak pernah mendengar kisah Putri Tujuh, legenda turun menurun yang berada di Kota Dumai? Saking kuatnya kisah itu dalam benak dan ingatan masyarakat Dumai, nama Putri Tujuh melekat abadi di Kilang Pertamina. Makam Putri Tujuh bermastautin di kilang tersebut.
Kerisauan melihat makan Putri Tujuh hanya terbiar dan hilangnya hutan bakau yang melindungi bibir pantai Kota Dumai tempat makan Putri Tujuh, membuat Darwis Saleh memutar haluan. Didukung dengan keikhlasan istrinya, Darwis pun meninggalkan pekerjaan di Kilang Pertamina dan berkonsentrasi menyelamatkan bakau yang masih tersisa. Pria tamatan SMEA ini, menyatakan, keberadaan bakau di kawasan itu memiliki arti penting bagi kelestarian legenda Putri Tujuh.
Di mana dikisahkan bahwa keberadaan hutan bakaulah yang menyelamatkan sebuah kerajaan di Dumai bernama Seri Bunga Tanjung dari serangan musuh. Alkisah ada seorang pangeran bernama Empang Kuala yang terpesona dengan kecantikan si bungsu dari tujuh putri Cik Sima, ratu di kerajaan tersebut. Namun Cik Sima tidak menerima lamaran itu karena harusnya putri tertualah yang harus dulu dilamar. Penolakan itu membuat Pangeran Empang Kuala naik pitam dan merasa dipermalukan. Akhirnya diserangnyalah Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Kerajaan Seri Bunga Tanjung pun mengalami kekalahan, namun di tengah-tengah cerita legenda itu diceritakan Ratu Cik Sima meminta bantuan jin yang sedang bertapa di Bukit Hulu Sungai Umai (Umai menjadi asal muasal nama Kota Dumai,red). Lalu pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai tepatnya berlindung di bawah pohon bakau. Menjelang malam tiba-tiba pasukan itu tertimpa beribu-ribu buah bakau yang bentuknya runcing dan memanjang itu menusuk badan pasukan Pangeran Empang Kuala. Lumpuhnya kekuatan pasukan Pangeran Empang Kuala membuat berakhirlah perang antara mereka.
Buah bakau sebagai penyelamat bagi Kota Dumai dari peperangan itulah yang menurut Darwis, membuatnya ingin melestarikan keberadaan hutan bakau di Sungai Dumai. Apalagi dia melihat wilayah tempat legenda itu bermaustatin tepatnya di Sungai Dumai tersebut terus terkikis karena abrasi. Bersama LSM Pecinta Alam Bahari yang dibangunnya sejak tahun 1999, putra daerah ini aktif melakukan penyelamatan hutan bakau. Mereka melakukan pembibitan, penanaman, dan juga memelihara hutan bakau yang masih tersisa.
Pria kelahiran Kota Dumai, 7 Maret 1968 ini bersama anggota LSM Pecinta Alam Bahari dan masyarakat yang mendukungnya telah melakukan penaman sekitar 150 ribu batang bakau atau seluas 5,6 hektare. Mereka juga melakukan penghijauan di Desa Guntung, wilayah kebun masyarakat yang terancam abrasi besar-besaran karena tidak ada hutan bakaunya lagi. Mereka menargetkan pula penyelamatan tujuh pulau-pulau kecil yang berada di depan Kota Dumai.
“Pulau-pulau itu sebenarnya masuk wilayah Bengkalis. Namun tak tersentuh oleh Bengkalis. Mengingat potensi wisata bahari sangat indah di pulau-pulau tersebut, maka kami berinisiatif untuk menyelamatkannya,” ungkap Darwis Saleh, Jumat (19/6) kepada Riau Pos tentang target kegiatan yang akan dilakukannya usai menerima Penghargaan Setia Lestari Bumi kategori Penyelamat Lingkungan dari Gubernur Riau HM Rusli Zainal.
Anugerah Setia Lestari Bumi adalah penghargaan yang memiliki tujuan dan fungsi yang sama dengan Penghargaan Kalpataru yang diberikan setiap tahun bagi pahlawan-pahlawan lingkungan di Indonesia pada Peringatan Hari Lingkungan Sedunia yang diberikan langsung oleh Presiden di Istana Negera. Bedanya Setia Lestari Bumi pada level daerah, Kalpataru pada level nasional.
Lebih lanjut tentang harapannya, Darwis menginginkan bagaimana pemerintah mau memfasilitasi pembuatan fasilitas untuk pembelanjaran bakau di daerahnya. Sehingga tempat hutan bakau yang ditanamnya menjadi tempat pelatihan dan belajar. “Sudah ada empat orang yang tesisnya berasal dari penelitian bakau di daerah kami ini,” ungkap ayah empat anak ini.
Harapan lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah agar wacana Pemerintah Kota Dumai yang hendak memperluas kawasan pelabuhan jangan sampai mengorbankan hutan bakau yang tersisa saat ini. “Saya berharap Pemda Dumai dan anggota dewan, benar-benar memikirkan kelestarian bakau ini. Jangan sampai karena karena perluasan pelabuhan mengorbankan hutan bakau,” tutur pria yang menjadi pembina Dewan Kesenian Dumai ini.***
Sumber: Harian Pagi Riau Pos (Minggu, 21 Juni 2009 , 10:00:00)