2009-06-18

DKI Harus Jamin Sampah di Ciangir Tak Mencemari

Laporan wartawan KOMPAS Pingkan E Dundu
TANGERANG, KOMPAS.com
— Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang tengah mengkaji rencana menjadikan Desa Legok, Ciangir, Kabupaten Tangerang, sebagai tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) warga Jakarta sebelum menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kendati setuju dengan proyek tersebut, tetapi sejumlah persyaratan diajukan dan harus dipenuhi Pemprov DKI.

"Yang paling utama adalah DKI harus menggunakan teknologi yang mampu mengolah sampah hingga benar-benar habis. Tidak ada lagi residu yang tertinggal atau tersisa dari sampah tersebut," papar Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Hermansyah seusai Peletakan Batu Pertama Pembangunan Instalasi Air Bersih dari swasta PT Aetra Air Tangerang, Selasa (16/6).

Mantan Asisten II Pemkab Tangerang itu mengatakan, Pemprov DKI harus menjamin teknologi yang digunakan tidak menimbulkan pencemaran di sekitar kawasan TPST tersebut.

"Kami tidak mau kasus seperti TPA sampah di Bantar Gebang terulang di daerah ini. Pemprov DKI harus menjamin bahwa Ciangir tidak akan dijadikan seperti Bantar Gebang," papar Hermansyah.

Hermansyah sangat setuju jika Pemprov DKI memberlakukan teknologi pengolahan sampah yang sudah diterapkan di Provinsi Bali, yakni teknik terpadu pengolahan sampah yang melibatkan gasifikasi (gasification), gas timbunan sampah (landfill), dan pengolahan anaerobik (anaerobic digestion).

Hal lain yang disyaratkan, kata Hermansyah, adalah DKI harus menjamin proses pengangkutan sampah dari Jakarta hingga ke TPST Ciangir melewati Karawaci dan Legok harus bersih. Tidak ada sampah dan lindi (air dari sampah) yang berceceran dan berserakan di sepanjang jalan tersebut.

"Sampah yang diangkut harus berada adalam kemasan atau tertutup sehingga sampah dan air sampah tidak jatuh di jalan. Selain kotor, sampah dan air sampah dapat membuat bau tidak sedap di sepanjang jalan itu," ujar Hermansyah.

Hal ketiga yang mendasar adalah Pemprov DKI harus membangun kembali jalan di sekitar kawasan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, dan memperlebar jalan-jalan belkan di sekitar kawasan menuju TPST Ciangir.

TPST Ciangir memiliki lahan seluas 98 hektar. Pada tahap awal, lahan yang akan dijadikan penampungan sampah dan pabrik pengolahan sampah adalah seluas 50 hektar. Sisanya 48 hektar akan dijadikan tempat penghijauan, sambil menunggu perkembangan selanjutnya.

TPST Ciangir memiliki daya tampung 2.500 ton sampah tiap hari. Sebanyak 1.500 ton didatangkan dari Jakarta Barat, sebagian Jakarta Selatan, dan 1.000 ton dari Kabupaten Tangerang.

Lubang-lubang
Seperti diberitakan, Pemprov DKI Jakarta akan mengembangkan teknologi pengolahan sampah dengan sistem penyimpanan di dalam lubang-lubang bawah tanah atau bunker. Sistem ini akan diterapkan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu atau TPST Ciangir, Tangerang (Kompas,16/5).

Pemorv DKI berjanji sampah di TPST Ciangir tidak akan ditimbun sampai menggunung, seperti yang dilakukan di TPST Bantar Gebang.

Penyimpanan sampah di dalam tanah dilakukan agar pengelola dapat mengambil gas metana yang terbentuk guna diolah menjadi listrik.

Pemprov DKI juga menjamin, masyarakat sekitar TPST Ciangir tidak perlu khawatir dengan bau dan lalat karena sistem penimbunan sampah yang baru tidak akan mengganggu warga sekitarnya. Bungker itu akan dibangun dengan beton sehingga sampah yang dimasukkan tidak mencemari tanah.

Selain memproduksi gas untuk membangkitkan listrik sebesar 25 megawatt, TPST Ciangir juga didesain untuk menghasilkan kompos dan briket. Briket dijual sebagai bahan bakar dan kompos untuk keperluan pertanian. Dengan demikian, semua sampah yang dikirim ke TPST itu akan habis diproses dan tidak menjadi timbunan.

Hermansyah membenarkan, Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Kabupaten Tangerang sedang menyusun nota kesepahaman. Proses studi kelayakan dan penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) juga sedang dilakukan dan diperkirakan selesai Juni.

Saat ditanya kapan kesepahaman akan dilakukan, Herman mengatakan dirinya tidak tahu. "Cepat lambatnya kesepahaman bersama itu tergantung bagaimana hasil kajian. Kita tunggu dulu kajiannya seperti apa," papar Hermansyah.


Sumber: Kompas (Selasa, 16 Juni 2009 17:54 WIB)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org