2009-06-08

Hijaukan Sungai Siak

SUNGAI Siak kini menghadapi beragam permasalahan. Baik itu pencemaran dari limbah cair, rusaknya vegetasi alami, pendangkalan sungai, dan sungai menjadi penyebab banjir yang terjadi di Kota Pekanbaru. Sebuah pembahasan yang kompleks dan berlangsung dari tahun ke tahun.

Ironis memang, karena sungai tua dan yang bisa menjadi ikon ini semakin waktu semakin memprihatinkan kondisinya. Memang berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sepanjang Sungai Siak, sejak tahun 1996 sampai sekarang, tingkat kematian ikan tidak mengalami peningkatan.

Dalam jangka waktu sekitar 13 tahun, frekuensi kematian ikan menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Yakni mencapai 5,2 ton termasuk saat masa-masa kritis dua kali. Yang pertama pada tanggal 1 Oktober 1998 dan kedua pada 8 Juli 2004. Namun penurunan frekuensi kematian ikan ini belum mencerminkan kondisi Sungai Siak sudah membaik.

Selain itu juga ada masa kritis setiap tahun saat musim kemarau pada bulan Mei sampai Agustus. Musim ini menyebabkan debit air menurun dan menyebabkan kandungan oksigen terlarut (DO) berkurang hingga berakibat kematian biota air. Sejak tahun 2005 sampai 2007, rata-rata 200 hingga 300 kg biota laut mati karena iklim panas ini.


Belum lagi dengan 'sumbangan' pencemaran limbah cair domestik maupun industri yang masuk ke Sungai Siak. Tak dipungkiri bahwa Pekanbaru memberikan kontribusi besar dalam 'menyumbang' limbah cair ini. Seperti limbah industri yang berada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun limbah domestik seperti sampah rumah tangga, rumah sakit, rumah makan, dan pasar.


Masih ditambah dengan pengaruh aktivitas transportasi atau dermaga yang lama-kelamaan menyebabkan pendangkalan di Sungai Siak. Dalam 10 tahun terakhir, sktivitas transportasi telah menyebabkan pendangkalan atau sedimentasi sedalam 7 meter. Jadi setiap tahun terjadi pendangkalan 70 centimeter.


Dan untuk menanganinya, diperlukan dukungan dari seluruh stake holder yang ada. Sungai Siak sepanjang 300 kilometer yang berhulu di Sungai Tapung Kanan dan Tapung Kiri melintasi lima kabupaten dan kota di Riau yakni Kabupaten Rokan Hulu, Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Bengkalis, sehingga untuk penanganannya perlu kebijakan dari Pemprov Riau.


Memang berat dan komplek jika bicara tentang penanganan dan pemulihan kembali sungai ini. Apalagi melihat kondisi vegetasi yang tersisa di kawasan hulu Sungai Siak hanya tinggal 5 persen dari luas daerah aliran Sungai Siak. Itu artinya 95 persen sudah hilang atau rusak.


Namun sebagai warga Kota Pekanbaru yang ikut dilalui sungai ini, kita masih bisa ikut andil dalam melakukan penyelamatan. Di antaranya adalah menggalakkan budaya penghijauan. Sebuah gerakan yang menjadi budaya. Sebuah reformasi perilaku dari masyarakat Pekanbaru.


Sejalan dengan tema peringatan hari Lingkungan Hidup yakni "Bersama Kita Menyelalamatkan Bumi dan Perubahan Iklim", Kota Pekanbaru harus bisa melakukannya. Mengikuti kabupaten tetangga, Siak yang sudah proaktif menyelamatkan DAS di wilayah mereka.


Selain itu juga diperlukan kesadaran yang tinggi untuk tidak membuang sampah sembarangan bahkan jangan sampai di badan sungai. Semua itu tak hanya bisa menyelamatkan Sungai Siak saja melainkan juga mengatasi ancaman pemanasan global. (ans)


Sumber: Tribun Pekanbaru
(Sabtu, 6 Juni 2009 | 01:01 WIB)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org