Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Sinar Mas Group dituding berhutan untuk perubahan iklim sebesar Rp 48,5 triliun setahun. Hal itu dampak dari pembabatan hutan di Sumatera.
Riauterkini-JAKARTA-Greenpeace hari ini meluncurkan laporan penelitian yang mengestimasi bahwa kegiatan perusakan lahan gambut oleh Sinar Mas Grup di Sumatera saja, melepaskan hingga 113 juta ton karbon dioksida, atau sama dengan total emisi CO2 Belgia pada 2005.
Tiap tahun, Perusahaan itu berhutang 3,4 miliar Euro atau 48,5 triliun Rupiah, jika mengacu pada rata-rata harga 30 Euro per ton karbon (berdasarkan perhitungan Kyoto Phase II oleh lembaga riset pasar karbon terkemuka).
Berdasarkan perhitungan Greenpeace, jika tidak ada tindakan segera, Konsesi Minyak Kelapa Sawit dan Kertas Sinar Mas Grup pada lahan gambut di Riau akan melepaskan emisi karbon dioksida sampai 2,26 miliar ton, setara dengan hutang perubahan iklim global hingga 97,4 triliun Rupiah.
Di Provinsi Riau, Sinar Mas menguasai lebih dari 780.000 hektar perkebunan minyak kelapa sawit dan kertas. The World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan sejak 2001, 450.000 hektar hutan atau setara dengan luas pulau Lombok, telah dirusak oleh perusahaan Asia Pulp and Paper (APP) milik Sinar Mas Grup.
"Berdasarkan analisa peta satelit, 52% perkebunan milik Sinar Mas Grup berada di lahan gambut. Berada di bawah hutan tropis, lahan gambut ini mengandung sekitar 35 miliar ton karbon. Penebangan hutan dan pembakaran hutan gambut ini melepaskan emisi gas rumah kaca dalam jumlah yang sangat banyak, merupakan bom waktu bagi persoalan perubahan iklim," ujar Bustar Maitar, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.
Selain di Riau, kegiatan penebangan dan pembakaran hutan serta ekspansi perkebunan minyak kelapa sawit Sinar Mas Grup juga menjadi ancaman serius bagi hutan dan masyarakat adat di Provinsi Lereh, Papua. Kegiatan Grup ini juga mengancam ekosistem di Taman Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat, yang masuk daftar Convention on Wetlands of International Importance (RAMSAR).
"Yang lebih mengkhawatirkan adalah rencana ekspansi Sinar Mas," imbuh Bustar "Kepada publik perusahaan ini telah menyatakan akan melakukan ekspansi hingga 1,3 juta hektar di Papua dan Kalimantan untuk perkebunan minyak kelapa sawit baru. Tetapi yang publik tidak ketahui adalah Sinar Mas telah berencana membangun 2,8 miliar hektar perkebunan sawit di Papua, yang menurut temuan Greenpeace lebih dari dua kali lipat kepemilikan tanah Sinar Mas saat ini."
"Perubahan iklim telah menjadi ancaman terbesar masa depan bumi. Jika kita tidak menghentikan penebangan hutan yang tidak bertanggung jawab ini, maka kemajuan yang dicapai dalam perang mengatasi perubahan iklim menjadi kurang berarti. China, sebagai salah satu negara yang paling terkena dampak perubahan iklim, juga akan ikut menderita. Greenpeace menuntut Sinar Mas Grup untuk segera menghentikan kejahatan iklim mereka yakni merusak lahan gambut dan hutan untuk perkebunan minyak kelapa sawit mereka," Liu Shangwen, Jurukampanye Hutan Greenpeace China, menyimpulkan.
Sebagai catatan, analisa berdasarkan beberapa set data. Batas Konsesi Minyak Kelapa Sawit berdasarkan FWI (2006; peatland distribution maps based on Wahyunto et al (2006); Data Konsesi Hutan Pulp APP and APRIL yang didapat Greenpeace. Annual emissions for palm oil development on peatland (170t CO2e/ha) and for pulpwood development on peatland (280t CO2e/ha) are based on figures provided by Rieley et al (2008).Belgiums total national CO2 emissions in 2005 is 184 million tons. Source: WRI 2008.***(rls)
Sumber: Riau Terkini (Senin, 25 Mei 2009 17:15)