Pemanfaatan Limbah Ternak Untuk LNG
AKHIR-akhir ini pemerintah sedang giat melakukan program konversi minyak tanah ke gas alam atau Liquid Natural Gas (LNG). Dalam banyak segi penggunaan LNG memang lebih baik dibandingkan dengan minyak tanah. Namun LNG adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga suatu saat nanti cadangannya akan menipis dan bahkan habis sama sekali.
Salah satu cara mendapatkan sumber daya alam yang bisa diperbaharui adalah menggunakan biogas (gas metan). Penggunaan biogas sangatlah mudah. Sudah ada peternakan-peternakan di Indonesia yang memasang instalasi biogas, untuk mengolah faeces ternak menjadi sumber energi.
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, serta limbah domestik (rumah tangga). Kandungan utama dalam biogas adalah metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
Biogas dapat digunakan sebagai sumber energi untuk memasak dan bahan warna. Alat pengolah biogas disebut reaktor biogas yang mempunyai tipe bermacam-macam, mulai dari konstruksi beton hingga menggunakan drum bekas.
Prinsip kerja dari kedua tipe reaktor tersebut sebenarnya sama, bedanya adalah bahan yang digunakan, konstruksi, dan sudah pasti cara pembuatannya. Reaktor biogas tipe sederhana adalah yang paling cocok dikembangkan dan mudah diadopsi oleh masyarakat (skala rumah tangga tani). Pemanfaatan Biogas di Kalimantan Selatan yang diilaksanakan sejak tahun 2007 lalu masih bersumber dari pemanfaatan sumber limbah dari kotoran sapi.
Pembangunan unit biogas harus memenuhi beberapa syarat diantaranya; harus memiliki binatang ternak minimal 3 (tiga) ekor sapi, bangunan yang nantinya akan menggunakan produk biogas, letaknya tidak boleh lebih dari 20 m dari lokasi unit biogas. Binatang ternak minimal harus ada selama 12 jam dikandang per hari serta harus ada saluran air yang langsung berhubungan dengan unit biogas.
Kapasitas terpasang pemanfaatan biogas adalah kurang dari satu persen dari potensi biogas yang ada (685 MW). Dari ternak sapi perah dengan populasi 13.680.000 ekor dapat menghasilkan kotoran segar rata-rata 12 kg/ekor/hari atau 164.160.000 ton per hari (setara dengan 8,2 juta liter minyak tanah/hari).
Berdasarkan pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas yang cukup dikenal dan pernah diberitakan di media massa adalah reaktor biogas milik Iskak, warga Jalan Pondok Empat, Kelurahan Loktabat Utara, Banjarbaru, Kal-Sel.
Kompor yang dimiliki keluarga Iskak bukan kompor minyak tanah atau gas, walaupun bentuknya hampir sama, tetapi yang membedakan adalah bahan bakarnya, yaitu gas yang dihasilkan kotoran sapi atau disebut juga kompor biogas. Keluarga Iskak dan belasan tetangganya memanfaatkan kotoran sapi yang sebelumnya terbuang percuma di desanya itu.
Berkat kompor itu, mereka tak perlu direpotkan dengan kenaikan harga BBM dan elpiji. Kompor biogas milik Iskak adalah bagian dari proyek Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ESDM membangun 50 instalasi biogas lengkap dengan kompor biogasnya.
Sepuluh unit diberikan kepada peternak sapi di Banjarbaru dan 40 lainnya disebar bagi peternak di Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan (Kal-Sel).
Peternak sapi memang menjadi sasaran proyek ini karena selama ini kotoran sapi belum banyak dimanfaatkan kecuali sebagai pupuk kandang. Iskak dipilih karena memiliki sapi lebih dari lima ekor sehingga ternaknya memenuhi syarat jumlah pasokan kotoran untuk pembuatan biogas. Reaktor yang dibangun di samping rumah Iskak, terbuat dari dua tabung besar dari plastik yang dikencangkan seperti balon.
Tabung balon pertama sepanjang 4 m diberi pipa besar untuk memasukkan kotoran sapi pada bagian depannya. Di bagian atas tabung pertama diberi selang yang dihubungkan ke tabung balon kedua dengan panjang 2 m. Tabung kedua digunakan untuk menampung gas dari kotoran tersebut.
Dibagian belakang juga diberi pipa saluran untuk keluarnya kotoran sapi yang telah terpakai. Untuk menyalurkan gas ke kompor diberi selang yang dilengkapi alat mengontrol tekanan gas, sehingga apabila kelebihan, gas akan keluar sendiri.
Salah satu cara mendapatkan sumber daya alam yang bisa diperbaharui adalah menggunakan biogas (gas metan). Penggunaan biogas sangatlah mudah. Sudah ada peternakan-peternakan di Indonesia yang memasang instalasi biogas, untuk mengolah faeces ternak menjadi sumber energi.
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, serta limbah domestik (rumah tangga). Kandungan utama dalam biogas adalah metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
Biogas dapat digunakan sebagai sumber energi untuk memasak dan bahan warna. Alat pengolah biogas disebut reaktor biogas yang mempunyai tipe bermacam-macam, mulai dari konstruksi beton hingga menggunakan drum bekas.
Prinsip kerja dari kedua tipe reaktor tersebut sebenarnya sama, bedanya adalah bahan yang digunakan, konstruksi, dan sudah pasti cara pembuatannya. Reaktor biogas tipe sederhana adalah yang paling cocok dikembangkan dan mudah diadopsi oleh masyarakat (skala rumah tangga tani). Pemanfaatan Biogas di Kalimantan Selatan yang diilaksanakan sejak tahun 2007 lalu masih bersumber dari pemanfaatan sumber limbah dari kotoran sapi.
Pembangunan unit biogas harus memenuhi beberapa syarat diantaranya; harus memiliki binatang ternak minimal 3 (tiga) ekor sapi, bangunan yang nantinya akan menggunakan produk biogas, letaknya tidak boleh lebih dari 20 m dari lokasi unit biogas. Binatang ternak minimal harus ada selama 12 jam dikandang per hari serta harus ada saluran air yang langsung berhubungan dengan unit biogas.
Kapasitas terpasang pemanfaatan biogas adalah kurang dari satu persen dari potensi biogas yang ada (685 MW). Dari ternak sapi perah dengan populasi 13.680.000 ekor dapat menghasilkan kotoran segar rata-rata 12 kg/ekor/hari atau 164.160.000 ton per hari (setara dengan 8,2 juta liter minyak tanah/hari).
Berdasarkan pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas yang cukup dikenal dan pernah diberitakan di media massa adalah reaktor biogas milik Iskak, warga Jalan Pondok Empat, Kelurahan Loktabat Utara, Banjarbaru, Kal-Sel.
Kompor yang dimiliki keluarga Iskak bukan kompor minyak tanah atau gas, walaupun bentuknya hampir sama, tetapi yang membedakan adalah bahan bakarnya, yaitu gas yang dihasilkan kotoran sapi atau disebut juga kompor biogas. Keluarga Iskak dan belasan tetangganya memanfaatkan kotoran sapi yang sebelumnya terbuang percuma di desanya itu.
Berkat kompor itu, mereka tak perlu direpotkan dengan kenaikan harga BBM dan elpiji. Kompor biogas milik Iskak adalah bagian dari proyek Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ESDM membangun 50 instalasi biogas lengkap dengan kompor biogasnya.
Sepuluh unit diberikan kepada peternak sapi di Banjarbaru dan 40 lainnya disebar bagi peternak di Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan (Kal-Sel).
Peternak sapi memang menjadi sasaran proyek ini karena selama ini kotoran sapi belum banyak dimanfaatkan kecuali sebagai pupuk kandang. Iskak dipilih karena memiliki sapi lebih dari lima ekor sehingga ternaknya memenuhi syarat jumlah pasokan kotoran untuk pembuatan biogas. Reaktor yang dibangun di samping rumah Iskak, terbuat dari dua tabung besar dari plastik yang dikencangkan seperti balon.
Tabung balon pertama sepanjang 4 m diberi pipa besar untuk memasukkan kotoran sapi pada bagian depannya. Di bagian atas tabung pertama diberi selang yang dihubungkan ke tabung balon kedua dengan panjang 2 m. Tabung kedua digunakan untuk menampung gas dari kotoran tersebut.
Dibagian belakang juga diberi pipa saluran untuk keluarnya kotoran sapi yang telah terpakai. Untuk menyalurkan gas ke kompor diberi selang yang dilengkapi alat mengontrol tekanan gas, sehingga apabila kelebihan, gas akan keluar sendiri.
(Hj Nor Latifah. Mahasiswa Jurusan Kimia, FMIPA Unlam)
Sumber: Banjarmasin Post (Sabtu, 23 Mei 2009 | 11:34 WITA)