Dephut Diminta Lepaskan Setengah Juta Hektar Hutan
MEDAN, KOMPAS.com - Provinsi Sumatera Utara secara resmi meminta pemerintah pusat melalui Departemen Kehutanan melepaskan 564.200,36 hektar kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Permintaan ini merupakan hasil akhir dari kajian tim teknis Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara bersama-sama pemerintah kabupaten, dalam rangka mengusulkan revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara.
Sejak tahun 2006, Pemprov Sumut bersama pemkab yang wilayahnya memiliki kawasan hutan telah mengusulkan revisi atas SK Menhut tersebut. Meski SK Menhut dibuat berdasarkan usulan Gubernur Sumut pada tahun 2004 silam, dan mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Sumut Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Sumut.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut JB Siringoringo saat dihubungi dari Medan, Jumat (22/5), penunjukan kawasan hutan di Sumut berdasarkan SK Menhut No.44/2005 tersebut dalam kenyataannya banyak menimbulkan masalah. Salah satu masalah yang timbul adalah tumpang tindihnya status kawasan, seperti permukiman penduduk hingga komplek pemerintahan daerah yang masuk dalam kawasan hutan berdasarkan SK Menhut tersebut.
Seluruh pemkab yang wilayahnya memiliki kawasan hutan sempat mengusulkan revisi SK Menhut tersebut. Rata-rata usulan revisi berupa, permintaan pelepasan kawasan hutan menjadi kawasan non hutan. Namun ada juga usulan revisi berupa perubahan fungsi kawasan hutan, seperti hutan produksi menjadi hutan lindung dan usulan perubahan peruntukan, dari bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan.
Hanya saja, dua usulan revisi yang terakhir jumlahnya tak sebanding dengan permintaan pelepasan kawasan hutan menjadi non hutan. Menurut Siringoringo, awalnya permintaan revisi SK Menhut dari kabupaten yang berupa pelepasan kawasan hutan menjadi non hutan luasnya mencapai 1.384.355,66 hektar. Sedangkan perubahan fungsi kawasan hutan seluas 142.302,28 hektar dan perubahan peruntukan bukan kawasan hutan menjadi k awasan hutan hanya seluas 41.375,92 hektar.
Namun lanjut Siringoringo, berdasarkan kajian tim teknis Dinas Kehutanan Provinsi melalui pembahasan bersama tim teknis Dinas Kehutanan kabupaten dan juga melibatkan Departemen Kehutanan, maka usulan revisi SK Menhut yang disepakati untuk diajukan ke pemerintah pusat adalah, perubahan yang dianggap layak, dari kawasan hutan menjadi bukan hutan di Sumut hanya seluas 564.200,36 hektar, jauh berkurang dari usulan sebelumnya. Selain itu, ada penambahan usulan perubahan fungsi kawasan hutan yang dianggap layak, yakni seluas 184.911,87 hektar. Sedangkan usulan perubahan peruntukan dari bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan disepakati seluas 41.358,40 hektar.
"Usulan ini akan kami presentasikan di hadapan Menteri Kehutanan pada Senin pekan depan. Sejauh ini memang belum ada perubahan, meski ada beberapa kabupaten yang masih memiliki keinginan untuk mengusulkan perubahan, seperti Tapanuli Selatan yang meminta tambahan pelepasan kawasan hutan karena ingin membuat jalan, atau Pakpak Bharat yang ingin membuat komplek pemerintahan di areal hutan lindung," ujar Siringoringo.
Dia mengatakan, usulan ini belum tentu disepakati oleh Departemen Kehutanan. Proses selanjutnya setelah usulan disampaikan, Departemen Kehutanan akan membentuk tim teknis untuk memantau langsung di lapangan. "Bila perubahan status kawasan ini dipandang sangat strategis, maka keputusan setuju dan tidaknya harus melalui persetujuan DPR," ujar Siringoringo.
Pemprov Sumut kata Siringoringo pada prinsipnya, tidak keberatan dengan usulan pelepasan kawasan hutan oleh pemkab. Terutama jika kawasan tersebut digunakan sebagai komplek perkantoran pemda yang baru memekarkan diri. "Prinsip kami memang kalau untuk komplek pemerintahan, ya tak masalah jika statusnya dilepaskan menjadi bukan lagi kawasan hutan," katanya.
Sejak tahun 2006, Pemprov Sumut bersama pemkab yang wilayahnya memiliki kawasan hutan telah mengusulkan revisi atas SK Menhut tersebut. Meski SK Menhut dibuat berdasarkan usulan Gubernur Sumut pada tahun 2004 silam, dan mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Sumut Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Sumut.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut JB Siringoringo saat dihubungi dari Medan, Jumat (22/5), penunjukan kawasan hutan di Sumut berdasarkan SK Menhut No.44/2005 tersebut dalam kenyataannya banyak menimbulkan masalah. Salah satu masalah yang timbul adalah tumpang tindihnya status kawasan, seperti permukiman penduduk hingga komplek pemerintahan daerah yang masuk dalam kawasan hutan berdasarkan SK Menhut tersebut.
Seluruh pemkab yang wilayahnya memiliki kawasan hutan sempat mengusulkan revisi SK Menhut tersebut. Rata-rata usulan revisi berupa, permintaan pelepasan kawasan hutan menjadi kawasan non hutan. Namun ada juga usulan revisi berupa perubahan fungsi kawasan hutan, seperti hutan produksi menjadi hutan lindung dan usulan perubahan peruntukan, dari bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan.
Hanya saja, dua usulan revisi yang terakhir jumlahnya tak sebanding dengan permintaan pelepasan kawasan hutan menjadi non hutan. Menurut Siringoringo, awalnya permintaan revisi SK Menhut dari kabupaten yang berupa pelepasan kawasan hutan menjadi non hutan luasnya mencapai 1.384.355,66 hektar. Sedangkan perubahan fungsi kawasan hutan seluas 142.302,28 hektar dan perubahan peruntukan bukan kawasan hutan menjadi k awasan hutan hanya seluas 41.375,92 hektar.
Namun lanjut Siringoringo, berdasarkan kajian tim teknis Dinas Kehutanan Provinsi melalui pembahasan bersama tim teknis Dinas Kehutanan kabupaten dan juga melibatkan Departemen Kehutanan, maka usulan revisi SK Menhut yang disepakati untuk diajukan ke pemerintah pusat adalah, perubahan yang dianggap layak, dari kawasan hutan menjadi bukan hutan di Sumut hanya seluas 564.200,36 hektar, jauh berkurang dari usulan sebelumnya. Selain itu, ada penambahan usulan perubahan fungsi kawasan hutan yang dianggap layak, yakni seluas 184.911,87 hektar. Sedangkan usulan perubahan peruntukan dari bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan disepakati seluas 41.358,40 hektar.
"Usulan ini akan kami presentasikan di hadapan Menteri Kehutanan pada Senin pekan depan. Sejauh ini memang belum ada perubahan, meski ada beberapa kabupaten yang masih memiliki keinginan untuk mengusulkan perubahan, seperti Tapanuli Selatan yang meminta tambahan pelepasan kawasan hutan karena ingin membuat jalan, atau Pakpak Bharat yang ingin membuat komplek pemerintahan di areal hutan lindung," ujar Siringoringo.
Dia mengatakan, usulan ini belum tentu disepakati oleh Departemen Kehutanan. Proses selanjutnya setelah usulan disampaikan, Departemen Kehutanan akan membentuk tim teknis untuk memantau langsung di lapangan. "Bila perubahan status kawasan ini dipandang sangat strategis, maka keputusan setuju dan tidaknya harus melalui persetujuan DPR," ujar Siringoringo.
Pemprov Sumut kata Siringoringo pada prinsipnya, tidak keberatan dengan usulan pelepasan kawasan hutan oleh pemkab. Terutama jika kawasan tersebut digunakan sebagai komplek perkantoran pemda yang baru memekarkan diri. "Prinsip kami memang kalau untuk komplek pemerintahan, ya tak masalah jika statusnya dilepaskan menjadi bukan lagi kawasan hutan," katanya.
Sumber: Kompas (Jumat, 22 Mei 2009 | 20:12 WIB)