Flora Asing Invasif Ditemukan di TNGP
Bogor (ANTARA News) - Beberapa jenis tumbuhan asing invasif ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP), Jawa Barat, yang dapat mengancam kelestarian ekosistem dan kekayaan flora asli di kawasan konservasi tersebut.
Jenis-jenis tumbuhan asing tersebut adalah Eupatorium sordidum, Eupatorium riperium, Austroeupatorium inulifolium, Cestrum aurantiacum, Brugmansia suaveolens, Passiflora suberosa, Clidemia hirta dan Cobaeae scandens, kata peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sunaryo di Cibinong, Bogor, Jumat.
"Jenis paling mengancam adalah Eupatorium sordidum yang berasal dari Meksiko. Jenis ini merupakan tanaman hias yang berkembang dengan cepat sehingga menyingkirkan tanaman endemik," katanya.
Flora atau tumbuhan invasif merupakan jenis tumbuhan asing yang berkembang dan menyebar di luar habitat aslinya sehingga mengancam ekosistem, habitat, atau spesies yang lain.
Perpindahan jenis-jenis asing tersebut dari habitat aslinya disebabkan antara lain oleh transportasi global, perdagangan bebas dan wisata.
Sunaryo mengatakan, jenis atau spesies asing harus dibedakan dengan spesies asing invasif. "Spesies asing belum tentu invasif jika dikendalikan dengan baik. Malahan bisa menguntungkan seperti kelapa sawit, karet, coklat."
Saat ini di TNGP terdapat 75 jenis asing, sementara di seluruh kawasan di Indonesia terdapat kurang lebih 2.000 jenis asing.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Siti Nuramaliati Prijono mengatakan, masuknya spesies tumbuhan maupun hewan asing yang bersifat invasif menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati Indonesia karena spesies-spesies tersebut akan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Oleh karena itulah, Pemerintah dan masyarakat diminta untuk berhati-hati dalam memasukkan spesies asing, baik itu dari luar negeri maupun dari daerah lain di dalam wilayah Indonesia, katanya.
"Jenis asing tersebut bisa berasal dari luar teritorial Indonesia, bisa juga dari dalam teritorial Indonesia tetapi berlainan kondisi ekosistemnya," katanya.
Spesies asing invasif, jelasnya, adalah jenis-jenis flora dan fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak mempunyai musuh alami sehingga menjadi gulma, hama dan penyakit pada jenis asli.
Sebagai kompetitor, predator, patogen dan parasit, jenis-jenis asing invasif ini mampu merambah semua bagian ekosistem alam dan menyebabkan punahnya jenis-jenis asli.
"Dalam skala besar, jenis asing invasif ini mampu merusak ekosistem alam atau asli," katanya.
Untuk mengantisipasi masuknya jenis asing yang invasif ini, lanjut dia, Pemerintah perlu membentuk satu lembaga khusus yang menanganinya disamping lembaga karantina yang saat ini sudah ada.
Peneliti lain pada Puslit Biologi LIPI, Rosichon Ubaidilah mengatakan, masuknya jenis asing ke Indonesia juga disertai oleh masuknya hama dan penyakit yang kemudian menyerang tanaman lokal.
Kasus terbaru adalah mewabahnya penyakit pada pepaya di kawasan Bogor yang disebut dengan "Papaya mealybug".
Penyakit yang disebabkan oleh sejenis kutu putih ini berasal dari Meksiko dan diketahui baru masuk ke Indonesia pada tahun 2008 sebagai hama baru.
(*O
Jenis-jenis tumbuhan asing tersebut adalah Eupatorium sordidum, Eupatorium riperium, Austroeupatorium inulifolium, Cestrum aurantiacum, Brugmansia suaveolens, Passiflora suberosa, Clidemia hirta dan Cobaeae scandens, kata peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sunaryo di Cibinong, Bogor, Jumat.
"Jenis paling mengancam adalah Eupatorium sordidum yang berasal dari Meksiko. Jenis ini merupakan tanaman hias yang berkembang dengan cepat sehingga menyingkirkan tanaman endemik," katanya.
Flora atau tumbuhan invasif merupakan jenis tumbuhan asing yang berkembang dan menyebar di luar habitat aslinya sehingga mengancam ekosistem, habitat, atau spesies yang lain.
Perpindahan jenis-jenis asing tersebut dari habitat aslinya disebabkan antara lain oleh transportasi global, perdagangan bebas dan wisata.
Sunaryo mengatakan, jenis atau spesies asing harus dibedakan dengan spesies asing invasif. "Spesies asing belum tentu invasif jika dikendalikan dengan baik. Malahan bisa menguntungkan seperti kelapa sawit, karet, coklat."
Saat ini di TNGP terdapat 75 jenis asing, sementara di seluruh kawasan di Indonesia terdapat kurang lebih 2.000 jenis asing.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Siti Nuramaliati Prijono mengatakan, masuknya spesies tumbuhan maupun hewan asing yang bersifat invasif menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati Indonesia karena spesies-spesies tersebut akan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Oleh karena itulah, Pemerintah dan masyarakat diminta untuk berhati-hati dalam memasukkan spesies asing, baik itu dari luar negeri maupun dari daerah lain di dalam wilayah Indonesia, katanya.
"Jenis asing tersebut bisa berasal dari luar teritorial Indonesia, bisa juga dari dalam teritorial Indonesia tetapi berlainan kondisi ekosistemnya," katanya.
Spesies asing invasif, jelasnya, adalah jenis-jenis flora dan fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak mempunyai musuh alami sehingga menjadi gulma, hama dan penyakit pada jenis asli.
Sebagai kompetitor, predator, patogen dan parasit, jenis-jenis asing invasif ini mampu merambah semua bagian ekosistem alam dan menyebabkan punahnya jenis-jenis asli.
"Dalam skala besar, jenis asing invasif ini mampu merusak ekosistem alam atau asli," katanya.
Untuk mengantisipasi masuknya jenis asing yang invasif ini, lanjut dia, Pemerintah perlu membentuk satu lembaga khusus yang menanganinya disamping lembaga karantina yang saat ini sudah ada.
Peneliti lain pada Puslit Biologi LIPI, Rosichon Ubaidilah mengatakan, masuknya jenis asing ke Indonesia juga disertai oleh masuknya hama dan penyakit yang kemudian menyerang tanaman lokal.
Kasus terbaru adalah mewabahnya penyakit pada pepaya di kawasan Bogor yang disebut dengan "Papaya mealybug".
Penyakit yang disebabkan oleh sejenis kutu putih ini berasal dari Meksiko dan diketahui baru masuk ke Indonesia pada tahun 2008 sebagai hama baru.
(*O
Sumber: Antara News (22/05/09 20:29)