2009-05-24

Murutuwu, Hamparan Anggrek Hitam di Barito Timur

Murutuwu, Hamparan Anggrek Hitam di Barito Timur

PALANGKARAYA, KOMPAS.com — Di Desa Murutuwu sekitar delapan kilometer dari ibu kota Kabupaten Barito Timur (Bartim), Provinsi Kalimantan Tengah, memiliki hamparan empat hektar yang di dalamnya terdapat taman anggrek hitam alam yang berpotensi sebagai obyek kepariwisataan setempat.

Berdasarkan laporan tertulis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bartim pada pameran produk unggulan dan potensi Kalteng, di Palangkaraya, Jumat, kawasan taman anggrek tersebut berada di tengah hutan. Pameran yang berlangsung di area gedung Tambun Bungai Palangkaraya bersamaan dengan atraksi budaya khas Kalteng, Isen Mulang, tersebut menampilkan produk unggulan hasil kerajinan tangan, batu permata, hasil hutan seperti rotan, karet dan kayu olahan seperti furnitur, produk hasil tambang, dan industri makanan kecil.

Berdasarkan laporan itu, terdapat beberapa species anggrek di hutan di taman Murutuwu, tetapi yang unik adalah keberadaan anggrek hitam yang sudah sulit ditemui di hutan lainnya di wilayah tersebut. Keberadaan taman anggrek tersebut sudah dipublikasikan sebagai obyek wisata unggulan kabupaten tersebut, dan diharapkan menjadi daya tarik bagi dunia wisata setempat.


Obyek wisata lain yang terus dipromosikan adalah Riam Kendong, pemandian air panas Sibung Kecamatan Reren Batuah, Liang Saragi di Kecamatan Awang Lapai, Liang Ayah di Kecamatan Dusun Tengah serta keberadaan burung Manengang. Burung Manengang salah satu satwa langka yang dilindungi yang hidup hanya di hutan kawasan Barito Timur dan sekitarnya, keistimewaan burung ini memiliki bulu-bulu yang indah, berekor panjang dan lancip serta berekor pajang pula.


Mengenai anggrek hitam (Coelogyne pandurata) di kawasan sekitar Desa Merutuwu, Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Bartim, memiliki keunikan tersendiri berbau harum lembut, dan mekar antara 5-6 hari. Anggrek hitam ini banyak diminati sehingga keberadaannya di alam terancam akibat pengambilan yang berlebihan.


Faktor pengancam kelestarian anggrek hitam antara lain perubahan atau rusaknya habitat tumbuh anggrek tersebut akibat pembukaan hutan, kebakaran hutan, atau akibat konversi lahan untuk pertanian atau permukiman. Apabila hal itu terjadi terus-menerus, anggrek hitam dikhawatirkan punah. Padahal, anggrek hitam termasuk jenis tumbuhan dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 yang dikeluarkan pada 27 Januari 1999.


Warga berharap kawasan Murutuwu dimungkinkan untuk sebuah pengelolaan kawasan secara legal oleh Pemerintah Kabupaten Bartim. Pengelolaan dilakukan dengan menjadikan lingkungan tempat tumbuh anggrek hitam sebagai kawasan konservasi, pusat penelitian alam.


Sebagai gambaran, kawasan hutan di Desa Murutuwu berbatasan dengan tiga desa. Di sebelah selatan Desa Telang, Siong, dan di sebelah utara Desa Balawa. Keempat desa ini disebut Desa Paju Epat karena dalam sejarah merupakan tempat asal-usul suku Dayak Maanyan. Kawasan ini sejak turun-temurun menjadi milik Desa Murutuwu karena merupakan hutan adat. Masyarakatnya mengatakan, hasil hutan untuk sekadar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, untuk kebutuhan upacara ritual adat Kaharingan Ijame, yaitu penggunaan raung atau kayu untuk menyimpan tulang yang dibakar.


Sumber: Kompas
(Jumat, 22 Mei 2009 | 10:35 WIB)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org