Nelayan Malaysia Curi Ikan Indonesia
JAKARTA (RP) - Polisi menangkap 35 kapal pencuri ikan asal Malaysia di Muara Nunukan, Kalimantan Timur (Kaltim). Direktur Tindak Pidana Tententu Polri, Brigadir Jenderal Boy Salamuddin mengatakan pencurian kapal merugikan negara hingga Rp230 miliar.
“Kerugian yang ditanggung Indonesia sangat besar, mulai dari proses perizinan dan jumlah ikan yang diambil. Pertahun itu bisa rugi sebesar Rp230 miliar,’’ tegas Boy, di Mabes Polri, Jumat (15/5).
Selain kerugian materil, negara juga menderita kerusakan ekosistem laut akibat penggunaan pukat harimau. Pukat harimau adalah jaring yang mengambil hasil laut tanpa pilih-pilih, bahkan ikan-ikan kecil yang penting bagi kelanjutan ekosistem laut ikut terjaring. ‘’Kegiatan ini sudah berlangsung 15 tahun,’’ kata Boy.
Penangkapan pada Rabu (8/4), sekali berlayar, satu kapal bisa mengeruk 10 ton ikan dan udang dari perairan Indonesia. Sampai akhirnya hasil ikan dijual di Tawo, Malaysia tanpa melalui tempat pelelangan ikan Indonesia. ‘’Dari hasil penangkapan, kapal Malaysia yang beroperasi 150 kapal. Satu kapal biasanya empat kali berlayar,’’ tambahnya.
Dalam penangkapan 35 kapal Malaysia, Polri telah menangkap 38 tersangka yang kesemuanya adalah warga negara Indonesia. ‘’Pengembangan penyidikan mengarah ke orang Malaysia, kami belum mendapat identitas, tapi pasti ada orang Malaysia,’’ tegas Boy.
Dalam aksinya para tersangka menggunakan modus penyamaran. Dengan cara kapal berasal dari Tawo, Malaysia dan berbendera Malaysia. Pada saat memasuki perairan Indonesia, bendera kapal diganti dengan bendera Indonesia. Saat kembali mereka menggunakan bendera Malaysia.
Dalam penangkapan ini total tersangka ada 38. Sebanyak sembilan tersangka di tahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri yakni tujuh nahkoda dan dua staf pelayaran Sungai Nyamuk.(rie/ila)
Sumber: harian pagi Riau Pos
“Kerugian yang ditanggung Indonesia sangat besar, mulai dari proses perizinan dan jumlah ikan yang diambil. Pertahun itu bisa rugi sebesar Rp230 miliar,’’ tegas Boy, di Mabes Polri, Jumat (15/5).
Selain kerugian materil, negara juga menderita kerusakan ekosistem laut akibat penggunaan pukat harimau. Pukat harimau adalah jaring yang mengambil hasil laut tanpa pilih-pilih, bahkan ikan-ikan kecil yang penting bagi kelanjutan ekosistem laut ikut terjaring. ‘’Kegiatan ini sudah berlangsung 15 tahun,’’ kata Boy.
Penangkapan pada Rabu (8/4), sekali berlayar, satu kapal bisa mengeruk 10 ton ikan dan udang dari perairan Indonesia. Sampai akhirnya hasil ikan dijual di Tawo, Malaysia tanpa melalui tempat pelelangan ikan Indonesia. ‘’Dari hasil penangkapan, kapal Malaysia yang beroperasi 150 kapal. Satu kapal biasanya empat kali berlayar,’’ tambahnya.
Dalam penangkapan 35 kapal Malaysia, Polri telah menangkap 38 tersangka yang kesemuanya adalah warga negara Indonesia. ‘’Pengembangan penyidikan mengarah ke orang Malaysia, kami belum mendapat identitas, tapi pasti ada orang Malaysia,’’ tegas Boy.
Dalam aksinya para tersangka menggunakan modus penyamaran. Dengan cara kapal berasal dari Tawo, Malaysia dan berbendera Malaysia. Pada saat memasuki perairan Indonesia, bendera kapal diganti dengan bendera Indonesia. Saat kembali mereka menggunakan bendera Malaysia.
Dalam penangkapan ini total tersangka ada 38. Sebanyak sembilan tersangka di tahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri yakni tujuh nahkoda dan dua staf pelayaran Sungai Nyamuk.(rie/ila)