2009-05-15

Disepakati Semenanjung Kampar jadi Laboratorium Alam

Disepakati Semenanjung Kampar jadi Laboratorium Alam

Workshop penyusunan strategi pengelolaan ekosistem hutan rawa gambut tajaan Wahli dan Jikalahari membuahkan hasil positif. Disepakati Semenanjung Kampar sebagai laboratorium hidup.

Riauterkini-PEKANBARU-Seluruh elemen masyarakat sepakat menjamin perlindungan kawasan hutan rawa gambut Semenanjung Kampar. Di rawa gambut Semenanjung Kampar terdapat wilayah inti (dome) yang meliputi Suaka Margasatwa (SM) Danau Pulau Besar, SM Tasik Belat dan SM Tasik Metas dan SM Tasik Serkap.

Komitmen itu merupakan satu dari beberapa kesepakatan yang dihasilkan dari workshop penyusunan strategi pengelolaan bersama ekosistem hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar yang diadakan Jikalahari dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Riau di Hotel Ibis Pekanbaru, 5 – 6 Mei kemarin.
Koordinator Jaringan kerja penyelamat hutan Riau (Jikalahari), Susanto Kurniawan mengatakan, komitmen itu dilandasi dari kekayaan kawasan inti rawa gambut di Semenanjung Kampar ini.
“Di Semenanjung Kampar ini ada dua buah kubah gambuh yang berkedalaman 20 meter dan empat kawasan lindung swaka margasatwa. Kekayaan ekologi di daerah ini harus dilindungi dari segala aktifitas pengrusakan dan industri. Kawasan in akan menjadi pusat laboratorium alam dan pengontrol sistem hidrologi kawasan,” kata Susanto, Kamis (7/5).
Semenanjung Kampar sendiri terletak di dua kabupaten yakni Pelalawan dengan luas 62 persen dan Kabupaten Siak seluas 38 persen dari total 682.511 hektar. Meski demikian di lokasi seluas 41 persen atau 284.880 hektar telah ditetapkan untuk hutan tanaman industri (HTI). Sementara 35 persen atau 245.120 hektar telah diperuntukkan untuk HPH. Sementara sisanya 24 persen atau 170.000 hektar untuk perkebunanan kelapa sawit, suaka margasatwa dan lainnya.
Susanto menambahkan, selain komitmen menjamin perlindungan kawasan hutan Semenanjung Kampar, peserta workshop juga menyepakati inventarisasi kekayaan ekosistem, pencegahan dan pengendalian serta pemantauan kerusakan dan kebakaran. “Tim juga sepakat memonitoring kekayaan ekologi dan pembentukan lembaga pengelolaan Semenanjung Kampar dengan melibatkan stakeholder,” katanya.
Sementara itu Direktur WALHI Riau, Hariansyah Usman mengatakan, stakeholder tersebut harus memastikan keterlibatan masyarakat dalam mengelola sumber daya dan mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Masyarakat akan lebih berdaya dan kehidupan akan lebih demokratis, sehingga akan tercapai konservasi yang efektif dan keadilan sosial.
“Cara terbaik dalam mengatasi tantangan pengelolaan hutan di Riau, khususnya Semenanjung Kampar ini adalah mendorong insiatif dari masyarakat yang tinggal dan bekerja paling dekat dengan kawasan tersebut. Operasionalisasi di lapangan diserahkan kepada kelembagaan lokal sesuai dengan sistem sosial ekonomi dan budaya masyarakat,” ujar Hariansyah.
Berbagai pihak yang hadir dalam workshop tersebut yakni Pemprov Riau, Pemkab Pelalawan dan Siak dan kementrian lingkungan hidup. Juga hadir perwakilan masyarakat dari beberapa desa di Semenanjung Kampar, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Aliansi Masyarakat Adat Riau, Yayasan Hakiki, FKMPR, Wetland Internasional Indonesia, Cifor, Burung Indonesia, Partnership, Global Environment Centre, WWF Indonesia dan Jikalahari serta WALHI Riau.***(mad/rls)
Sumber: Riau Terkini (Kamis, 7 Mei 2009 16:11)
Privacy Policy - KELOMPOK PEDULI ALAM DJEMARI PEKANBARU (Riau) Copyright @ 2011 - Theme by djemari.org